Anta
dan Asa L Wilardjo ; Pendekar Bahasa,
Fisikawan |
KOMPAS, 10 Mei 2021
Kompas edisi Kamis, 22
April 2021, memberitakan hilang-kontaknya kapal selam KRI Nanggala-402 pada
pukul 03.00 WITA, Rabu, 21 April 2021. Komandan beserta semua ABK-nya
bersemboyan ”Wira Ananta Rudira”, yang artinya ’tabah sampai akhir’. Saya
tidak tahu, tetapi menduga-duga bahwa wira ’berani’. Entah rudira itu apa.
Berbekal pengetahuan minim, plus arti semboyan tersebut, saya menduga-duga
lagi bahwa ananta itu berarti ’sampai akhir’. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi V, ananta ’tak terhingga’. Saya sendiri sudah puluhan tahun memakai
ananta sebagai padanan tak berhingga, bukan tak terhingga seperti tersua
dalam KBBI itu. Ada yang ”meringkas”
istilah tak berhingga menjadi tak hingga. Kata Iwan Pranoto, Guru Besar
Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB), tak hingga itu sudah lazim dipakai di kalangan orang-orang Matematika,
tetapi saya merasa risih apabila mendengar kata itu. Istilah itu pada hemat
saya tidak ”baik dan benar”; tidak memenuhi patokan ISO bahwa istilah
teknis-ilmiah harus linguistically-proper. Ada teman tak hingga,
yakni tak benda, seperti dalam frasa ”warisan budaya tak benda”, yang sering
dipakai di media massa. Menurut saya, seharusnya bukan tak benda, melainkan
bukan-benda. Wayang adalah warisan budaya bukan-benda. Prof Dr Ir H Johannes,
fisikawan yang pernah menjadi rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), meringkas
bukan logam (sebagai padanan non-metal) menjadi tanlogam. Syukurlah ringkasan
yang ditawarkan Prof Johannes itu ”tidak laku”. Beliau adalah guru saya yang
sangat saya hormati, tetapi ”tan” itu wanda (syllable) akhir dari ”datan”
atau wanda awal dari ”tanpa”, dan kedua-duanya tidak sama maknanya dengan
”bukan” (datan ’tidak’; tanpa ’tidak dengan’, atau without dalam bahasa
Inggris). Semoga anta dan ananta
dipakai secara umum, bukan sebagai istilah teknis yang dipakai di kalangan
orang-orang Fisika saja. Semoga istilah tak benda diluruskan menjadi
bukan-benda. Jangan dibiarkan menjadi istilah yang salah kaprah. Sejak masih duduk di
bangku SR atau Sekolah Rakyat (sekarang disebut SD), saya sudah tahu bahwa
putus asa itu berpadanan/bersinonim dengan putus harapan. Jadi, asa bersinonim
dengan harapan. tetapi asa itu tidak pernah (atau sangat jarang) berdiri
sendiri sebagai sepatah kata tunggal. Munculnya hampir selalu sebagai bagian
dari kata majemuk putus asa. Sekarang asa sudah sering bediri sendiri dan itu
baik! Akan tetapi, baik harapan maupun asa adalah
padanan dari hope (Inggris). Terjemahan/translasi untuk expectation
belum/tidak ada. Yang sudah ada dan sering dipakai ialah alih-ejaannya
(transkripsi), yakni ekspektasi. Adakah di antara kita yang mau mengusulkan
kata dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang ”pas” dijadikan padanan
untuk expectation? Dengan sudah mantapnya asa sebagai hope, maka berasa itu
hopeful dan nirasa atau anasa, ya, hopeless. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar