Imbas
Selalu Kritis ke Pemerintah
Yusril Ihza Mahendra ; Ketua Umum Partai Bulan Bintang
|
JAWA
POS, 11 Desember 2017
PELAPORAN sekaligus penetapan musisi Ahmad
Dhani sebagai tersangka ujaran kebencian oleh Polres Metro Jakarta Selatan
bukanlah hal yang mengejutkan. Jika merujuk tren yang berkembang belakangan,
sosok yang aktif menyoroti kinerja dan kiprah blok politik pemerintah memang
mengalaminya. Jadi, bukan tidak mungkin, apa yang menimpa Dhani merupakan
pesanan orang tertentu. Apalagi, seperti diketahui, dia merupakan sosok yang
dikenal vokal terhadap pemerintah dan blok politiknya.
Namun, saya mengimbau, sebelum buru-buru
menetapkan tersangka, sebaiknya pihak kepolisian meninjau latar belakang
Dhani. Sebab, dari situlah aparat bisa melihat konteks dan substansi apa yang
disampaikan.
Jika dilihat sekilas, cara Dhani berbahasa
memang terkesan kasar dan penuh kebencian. Namun, jika ditilik lebih jauh,
dia sejatinya hanya mengekspresikan pikirannya. Lantas kenapa caranya
sedemikian keras, untuk itulah aparat perlu mencari tahu.
Sebagai seorang seniman, cara
mengekspresikan pikiran seorang Ahmad Dhani memang bisa disebut begitulah
adanya. Sama halnya dengan seniman Emha Ainun Nadjib, misalnya, yang dalam
mengekspresikan kegelisahannya kerap mengeluarkan perkataan yang nyeleneh
atau dalam beberapa kasus terkesan tidak pantas.
Tapi, mungkin begitulah bahasa sebagian
seniman. Senang menggunakan bahasa yang satire. Sehingga tidak bisa juga
aparat menggunakan ukuran yang disamaratakan dengan bahasa orang biasa.
Saya secara pribadi juga meyakini bahwa
Dhani bukanlah orang yang benci kepada kubu pemerintah. Apalagi bermaksud
menularkan virus kebenciannya kepada khalayak ramai. Dia sebetulnya seniman
Oyang kritis. Di balik ucapannya, mungkin
ada ketidaksesuaian kondisi yang dirasakannya.
Jika dicermati secara tepat, bukankah itu
baik, bila ada orang yang terus berupaya melakukan koreksi. Sebaliknya,
Indonesia justru merugi jika semua orangnya menganggap beres setiap
persoalan. Tidak ada yang mengontrol. Dari segi landasan hukum formal, yang
dilakukan aparat kepada Dhani sebetulnya tindakan yang memiliki dasar. Dalam
hal ini diatur dalam pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hanya, dalam praktiknya, saya melihat
penerapan norma terkait ujaran kebencian dalam pasal itu juga relatif tidak
berimbang. Situs seword.com, misalnya, sudah beberapa kali dipersoalkan, tapi
hingga kini penanganannya selalu mentok. Mungkin karena kebencian tersebut
diarahkan kepada lawan kubu pemerintah.
Tak bisa dimungkiri, saya dan mungkin
sebagian masyarakat, khususnya sebagian umat Islam, merasakan hal tersebut
belakangan ini. Kenapa kalau dari kelompok non pemerintah selalu jadi sasaran
penindakan? Ini pertanyaan, ada apa sih sebenarnya?
Karena itu, ada baiknya kondisi tersebut
bisa dikoreksi. Saya berharap hukum bisa ditegakkan secara adil dan
berimbang. Kalaupun norma terkait hate speech digunakan, gunakanlah secara
setara, tanpa pandang bulu. Agar semua sama rata sama rasa di mata hukum.
Jangan satu kelompok dilindungi dengan
segala cara, tapi kelompok lain dengan mudahnya ditindak. Padahal, kasus dan
tuduhannya relatif sama. Jika hukum dijadikan alat kekuasaan, ini sudah masuk
pada arah kesewenang-wenangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar