Selasa, 12 Desember 2017

Kami Punya Bukti, Tidak Mengada-ada

Kami Punya Bukti, Tidak Mengada-ada
Argo Yuwono ;  Ketua Umum Partai Bulan Bintang
                                                   JAWA POS, 11 Desember 2017



                                                           
KASUS ujaran kebencian dengan tersangka Ahmad Dhani memasuki babak baru. Menjelang akhir tahun, status hukum untuk mantan musisi grup band Dewa itu berubah. Dari terlapor menjadi tersangka.

Sejumlah kalangan menganggap penyidik melangkah sumbang menguap. Tuduhan bahwa polisi berbuat ngawur pun menyeruak. Padahal, kami berbuat, bertindak, dan berkesimpulan bahwa kasus tersebut berlandasan hukum.

Proses hukum yang kami lakukan tidak serampangan. Butuh waktu yang tidak singkat untuk mengubah status tersebut. Dhani diadukan oleh Jack Lapian pada Maret lalu. Saat itu status dia terlapor. Bola panas penyelidikan bergulir dengan kencang. Kemudian, pada November, status dia berubah menjadi tersangka setelah ada gelar perkara penyidikan.

Polisi menetapkan seseorang menjadi tersangka tentu menggunakan standar yang jelas. Tidak seperti membuat mi instan. Ada proses yang cukup panjang. Namanya science investigation. Semua bisa diuji secara ilmiah.

Serangkaian penyelidikan hingga penyidikan dilakukan. Polisi berusaha mencari apakah benar ada unsur pidananya, siapa aktor pidananya, dan jenis pidananya seperti apa. Begitu yang kami lakukan dalam mengusut kasus Dhani. Jadi, jangan dibayangkan gampang menentukan seorang sebagai tersangka. Pun termasuk dalam kasus Dhani.

Dalam menentukan tersangka, langkah pertama yang wajib dilakukan polisi ialah menemukan alat bukti permulaan. Jumlahnya harus dua. Itu jumlah minimal. Tidak boleh kurang dari dua. Lebih boleh.

Memang kalau satu alat bukti tidak bisa? Tidak. Ketentuan itu sudah tertancap dalam KUHAP. Seperti kuku yang menempel dalam daging. Tidak bisa dipisahkan.

Bukti permulaan tertulis pada pasal 184 KUHAP. Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1 KUHAP, di antaranya, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, hingga terdakwa. UU yang berbicara. Tidak mengada-ada.

Tidak ada yang memaksa kepolisian untuk mengubah status hukum seseorang. Saya jamin. Karena apa, karena kami adalah lembaga independen.

Polri tidak bisa mengada-adakan sebuah kasus. Termasuk dalam kasus Dhani. Dhani menjadi tersangka setelah ada proses yang panjang.
Kasus itu murni ada tindak pidananya. Dhani melanggar UU ITE. Pasal 28 ayat (2) juncto pasal 45a ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Jadi jelas, bukan karena ada pesanan dari seseorang. Tetapi, memang karena ada unsur pidana ujaran kebencian. Kami selama ini bertindak profesional.

Jika tidak percaya dengan langkah kepolisian, bisa diuji dengan praperadilan. Silakan. Tetapi, kami memiliki segudang bukti mengapa Dhani tersangka. Tidak perlu khawatir.

Profesional kepolisian bisa diuji. Ya, melalui praperadilan itu. Polisi tidak boleh menghalang-halangi praperadilan. Praperadilan adalah hak tersangka. Kepolisian wajib menghadapi. Kami persilakan.

Saat ini berkas perkara disusun. Langkah berikutnya, berkas diserahkan ke kejaksaan. Jika berkas dinyatakan lengkap oleh kejaksaan, Dhani hingga barang bukti diserahkan ke kejaksaan untuk disidangkan.
Sebaliknya, jika tidak menempuh praperadilan, pembuktiannya dilakukan di persidangan. Biar alat bukti dan hukum yang bersuara. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar