Empat
Masalah Pemicu Konflik
Natalius Pigai ; Anggota Komnas HAM
periode 2012–2017 berasal dari Papua
|
JAWA
POS, 27 November 2017
GEJOLAK Papua beberapa bulan belakangan
tidak lepas dari berbagai persoalan mendasar. Masalah yang sudah lama tidak
kunjung selesai atau boleh dibilang tidak diselesaikan. Bicara masalah di
Bumi Cenderawasih bukan melulu soal kesejahteraan atau keamanan. Melainkan
turut melibatkan sejarah dan politik. Dalam salah satu penelitiannya, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat empat masalah utama yang membuat
gejolak di wilayah paling timur Indonesia tidak kunjung tuntas. Empat masalah
tersebut adalah sejarah politik, pelanggaran hak asasi manusia (HAM),
diskriminasi, dan kesenjangan.
Menurut LIPI, salah satu persoalan utama dan
terutama di Papua adalah proses sejarah politik yang tidak mantap. Proses
tersebut meninggalkan jejak dan warisan berupa ketidakpuasan dari beberapa
kalangan. Persoalan itu pula yang mendasari munculnya Tentara Pembebasan
Nasional Papua Barat atau TPNPB.
Lantaran masalah sejarah politik tidak
kunjung tuntas, gerakan TPNPB tidak berhenti. Sampai saat ini mereka masih
beroperasi. Menuntut penuntasan masalah tersebut. Menjadi kian kompleks
karena masalah yang berkaitan dengan pelanggaran HAM juga tidak kunjung
selesai. Puluhan tahun berlalu, masalah itu seolah mengendap. Dari zaman
Presiden Soeharto sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah seolah
enggan menuntaskan masalah tersebut.
Buktinya, banyak pelanggaran HAM yang
berlalu begitu saja. Alhasil, masalah yang tidak diselesaikan itu semakin
parah. Padahal, masalah itu sangat serius. Soal HAM, negara selama ini tidak
tuntas menyelesaikan.
Selanjutnya berkenaan dengan diskriminasi.
Diakui atau tidak, sampai saat ini diskriminasi terhadap masya- rakat Papua
masih ada. Mereka tidak bebas tampil di panggung politik. Belum lagi
diskriminasi etnik. Bahkan tidak jarang turut menjalar sampai diskriminasi
bersifat rasisme.
Terakhir kesenjangan. Yang disebut
pemerintah selama ini tidak sepenuhnya benar. Kesenjangan di Papua masih
tampak. Bukan hanya pada satu sisi. Tapi berkaitan dengan berbagai urusan.
Gembar-gembor pemerintah soal pembangunan di Papua tidak selaras dengan fakta
di lapangan. Bahkan bisa disebut telah terjadi kemunduran. Sebab, pembangunan
yang dilakukan pemerintah sebelumnya malah jauh lebih besar ketimbang yang
dilakukan pemerintah saat ini. Tentu saja, ini menjadi pertanyaan serius
sejauh mana pemerintah serius menangani segala permasalahan di Papua.
Empat masalah itulah yang membuat Papua
menjadi sangat kompleks. Bila tidak segera ditangani, tentu saja masalah akan
terus berlarut. Yang diperlukan saat ini adalah dialog secara langsung. Tentu
saja tanpa melupakan sejarah yang bertalian dengan Papua. Jika tidak, bisa
jadi masalah yang saat ini terjadi bertahan sampai waktu yang tidak tentu.
Hanya dengan dialog, kontak senjata yang selama ini terjadi bisa dihentikan.
Problemnya, pemerintah maupun pihak-pihak yang
menentang pemerintah di Papua sama-sama tidak mau kalah. Padahal, seharusnya,
kedua pihak tidak boleh sama-sama keras. Bila terus begitu, masalah tidak
akan selesai. Malahan bisa jadi memunculkan masalah baru. Masalah lain yang
tiada akhir. Karena itu, dialog harus dilakukan. Mereka harus duduk bersama
untuk menyelesaikan masalah di Papua. Tentu saja dialog itu juga wajib
ditengahi oleh pihak yang netral sehingga bisa lahir solusi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar