Senin, 11 Mei 2015

Strategi Bumi Hangus Menpora-PSSI

Strategi Bumi Hangus Menpora-PSSI

Suryopratomo  ;  Dewan Redaksi Media Group
MEDIA INDONESIA, 08 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

HANYA di Indonesia, negeri yang masyarakatnya sangat gandrung akan sepak bola, tetapi tidak banyak memiliki lapangan sepak bola. Hanya di Indonesia, lebih heboh membicarakan kepengurusan organisasinya daripada prestasi sepak bolanya.

Kehebohan terakhir ialah perseteruan antara Menpora dan pengurus PSSI. Boleh dikatakan perseteruan yang terjadi mengarah ke praktik `bumi hangus'. Menpora yang merasa kesal kepada pengurus PSSI memutuskan untuk membekukan organisasi olahraga tertua di Indonesia itu. Pengurus PSSI, yang merasa terus menjadi sasaran Menpora, memutuskan menghentikan kompetisi Liga Sepak Bola Indonesia (ISL) untuk musim 2015.

Perseteruan yang ditunjukkan tidak hanya mencederai prinsip sportivitas dalam olahraga, tetapi juga merusak masa depan sepak bola nasional.Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) sudah mengultimatum untuk menghukum sepak bola Indonesia.

Apabila sampai 29 Mei mendatang tidak bisa menyelesaikan perseteruan yang terjadi, Indonesia akan dikucilkan dari persepakbolaan dunia.

Sejauh ini ada dua pandangan yang berseberangan. Di satu pihak ada yang berpandangan, tidak apa-apa Indonesia dihukum dari persepakbolaan internasional karena bisa dijadikan momentum bagi perbaikan.

Di sisi lain ada yang berpandangan, persepakbolaan Indonesia akan semakin menjadi parah apabila dikucilkan oleh FIFA.

Saya berpandangan, strategi bumi hangus hanya akan merusak sepak bola Indonesia. Kita lihat saja bagaimana sekarang ini klub-klub ISL dihadapkan kepada ketidakpastian. Padahal sudah mulai masuk orang seperti eksekutif Northstar Eenergy, Glenn Sugita, untuk mau menangani Persib Bandung.
Kita membutuhkan eksekutif-eksekutif andal untuk mau menangani klub sepak bola agar klub-klub dikelola lebih profesional.

Masa depan pemain pun otomatis menjadi tidak jelas. Dengan berhentinya kompetisi, para pemain kehilangan panggung untuk bermain. Ketika para pemain tidak bisa bertanding, bukan hanya kemampuan yang tidak terasah, periuk nasi mereka pun terancam.

Unjuk rasa yang dilakukan the Jakmania, Selasa (5/5), di depan Istana Merdeka menunjukkan bahwa masyarakat pun terganggu dengan perseteruan yang tidak berujung. Pecinta sepak bola kehilangan tontonan yang bisa menghilangkan kepenatan. Seperti pernah dikatakan penyanyi seriosa Luciano Pavarotti, “Musik seperti halnya olahraga, harus bisa dinikmati oleh semua orang.“

Jalan revolusi

Pengalaman sejarah menunjukkan, jalan revolusi bukanlah solusi terbaik. Bahkan pengalaman Revolusi Prancis mengajarkan bahwa revolusi akhirnya memakan anaknya sendiri. Apalagi ketika tidak ada orang kuat yang memimpin revolusi.

Oleh karena itu, ketika saya diminta untuk menjadi Ketua Tim Ad Hoc Sinergi, bersama 11 anggota tim lainnya, saya mencoba melakukan identifikasi masalah. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan persepakbolaan Indonesia masuk ke sesuatu yang disebut sebagai end-process. Dari sanalah baru dicoba diidentifikasi apa saja hal-hal yang bisa dipakai untuk u-turn agar persepakbolaan Indonesia tidak terjerembap ke jurang kehancuran.

Tiga hal yang kemudian menjadi perhatian untuk di lakukan perbaikan, yaitu organisasi dan transparansi, kompetisi dan pembinaan, serta tim nasional dan prestasi. Tim Ad Hoc Sinergi mencoba merumuskan organisasi seperti apa yang perlu dibangun PSSI ke depan agar bisa menggulirkan kompetisi yang berkualitas dan akhirnya melahirkan tim nasional yang bisa dibanggakan.
Untuk memiliki kompetisi yang berkualitas setidaknya ada 12 faktor yang harus diperhatikan, mulai organisasi, standar teknik, jumlah penonton, governance, pemasaran, skala bisnis, pelaksanaan pertandingan, dukungan media massa, kualitas stadion, pengelolan klub, hingga urusan logistik.

Sementara itu untuk membangun tim nasional yang bisa dibanggakan ada enam faktor yang harus menjadi perhatian, mulai definisi kemenangan, kompetisi mana yang harus dimenangi, dukungan sponsor kepada tim nasional, lapangan untuk latihan tim nasional, jumlah penonton, hingga penerapan sains olahraga.

Dengan gambaran seperti itu, pembinaan sepak bola nasional tidak hanya berkutat pada masalah kepengurusan. Banyak aspek yang harus diperhatikan dan itu membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan pembinaan sepak bola.

Tidak instan

Hal lain yang harus menjadi kesadaran kita bersama, tidak ada yang instan dalam pembinaan sepak bola. Kita jangan terjebak ke dalam utopia bahwa prestasi sepak bola akan langsung gemilang ketika mengganti kepengurusan PSSI.

Jerman yang kini menjadi juara dunia membutuhkan jalan panjang untuk meraih prestasi gemilang. Mereka bekerja keras selama sembilan tahun setelah hancur karena Perang Dunia II untuk menjadi juara dunia 1954. Setelah itu, Jerman membutuhkan periode 20 tahun untuk bisa mengangkat Piala Dunia. Baru pada 1974 Jerman menjadi juara dunia kembali saat menjadi tuan rumah. Kemudian mereka kembali menjadi yang terbaik pada 1990 (anomali periode 20 tahunan) dan terakhir pada 2014 di Brasil. Jepang mulai benar-benar serius membangun sepak bolanya pada 1990. Baru delapan tahun kemudian mereka bisa tampil di ajang Piala Dunia 1998. Sekarang mereka mencanangkan untuk mengangkat Piala Dunia pada 2050.

Apabila kita ingin meraih prestasi tinggi, Tim Ad Hoc Sinergi mengusulkan lima tahun ke depan sebagai era `survival'. Setelah organisasi bisa dibenahi menjadi lebih kredibel dan transparan, lima tahun kedua kita memasuki era take off. Setelah itu barulah kita memasuki era winning dengan puncaknya tim nasional Indonesia bisa lolos semifinal Piala Dunia 2046, saat kita merayakan 100 tahun kemerdekaan Indonesia.

Semua itu hanya bisa tercapai apabila kita mau bahu-membahu memajukan sepak bola nasional. Tidak mungkin kita akan meraih prestasi tinggi apabila menerapkan strategi bumi hangus seperti sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar