Gagasan
Food Estate Jokowi
Andi Irawan ; Dosen Pascasarjana Agrobisnis Universitas
Bengkulu
|
KORAN TEMPO, 22 Mei 2015
Gagasan
tentang urgensi food estate disampaikan Presiden Jokowi dalam pidatonya saat
pembukaan acara Indonesia Investment Week yang digelar oleh Asosiasi
Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Jakarta, 13 Mei 2015.
Adalah Kabupaten Merauke di Provinsi Papua yang menurut Presiden Jokowi
sebagai daerah yang sangat cocok untuk mengimplementasikan food estate,
khususnya padi sawah.
Merauke
memiliki lahan seluas 4,6 juta hektare yang cocok untuk padi sawah. Lahan
yang sangat luas tersebut, menurut Presiden, tentu tidak mungkin digarap
dengan tangan dan cangkul, melainkan harus dengan mekanisasi sepenuhnya.
Untuk itu, Presiden akan menugaskan badan usaha milik negara untuk menggarap
70 persen potensi lahan pertanian di Merauke tersebut. Adapun sisanya akan
diserahkan kepada pihak swasta.
Dengan
asumsi panen sebesar 8 ton per hektare dan panen bisa dilakukan dua kali
setahun, kontribusi 4,6 juta hektare lahan tersebut adalah 73,6 juta ton
(Kompas, 15/5). Jika gagasan ini bisa direalisasi, Indonesia bukan saja akan
swasembada beras berkelanjutan, tapi juga bisa menjadi negara sumber beras
dunia.
Food
estate adalah suatu bentuk usaha skala besar di bidang agrobisnis pangan yang
terintegrasi bisa horizontal (antara pangan, ternak, dan perkebunan) atau vertikal
(integrasi dari on-farm sampai off -farm). Urgensi food estate dalam konteks
Indonesia menjadi penting. Sebab, untuk meningkatkan produksi secara cepat
dengan jumlah besar dengan mengandalkan petani kita yang berlahan sempit
adalah sangat sulit. Terlebih ketika 55 persen di antaranya atau 15,6 juta
orang adalah petani gurem dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektare.
Gagasan
untuk menghadirkan food estate di Marauke memang bukan gagasan baru.
Kebijakan food estate ini sebelumnya telah diluncurkan oleh pemerintah Susilo
Bambang Yudhoyono. Pemerintah saat itu mengajak kalangan swasta domestik dan
asing untuk melakukan investasi food estate di Merauke. Tapi sampai
berakhirnya masa pemerintahan SBY, food estate di Merauke ini belum bisa
dihadirkan.
Mengapa
food estate ini tidak bisa dihadirkan oleh pemerintah sebelumnya? Menurut
catatan penulis, ada dua kendala besar penghambat terwujudnya food estate di
era SBY. Pertama, hambatan-hambatan penanaman modal food estate bagi pihak
swasta di Merauke. Hambatan itu adalah lokasi wilayah Papua yang bukan saja
luas, tapi juga sulit untuk dijangkau, sehingga membutuhkan modal yang sangat
besar untuk membangun food estate, karena ketersediaan infrastruktur
(transportasi, pelabuhan laut dan udara, listrik, dan irigasi) yang sangat
minim. Selanjutnya adalah ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih
untuk food estate dari sumber setempat juga sangat minim. Kemudian, masalah
keamanan yang belum kondusif serta kurang harmonisnya hubungan antara
gubernur, bupati/walikota, dan DPRD yang menjadi kendala kelayakan secara
politis. Terakhir, hambatan sosiologis dan antropologis lokal berkaitan
dengan masalah pembebasan lahan yang rumit.
Kedua,
potensi intervensi negara di pasar pangan. Pihak swasta yang telah menanam
modal besar dalam food estate tentu saja menginginkan keuntungan yang besar
dalam waktu yang cepat. Dan tentu saja dalam konteks Indonesia, hal tersebut
sulit mereka dapatkan. Sebab, pangan adalah komoditas yang rentan
diintervensi negara. Pemerintah tidak akan pernah membiarkan harga pangan
bergerak sepenuhnya melalui mekanisme pasar.
Bagi
pemilik modal, ketika harga pasar internasional pangan tinggi, tentu mereka
akan mengekspor produk pangannya. Kondisi yang sedemikian tentu tidak bisa
dilakukan oleh mereka dalam konteks Indonesia, apalagi untuk komoditas pangan
strategis seperti beras, gula, dan jagung. Pemerintah pasti akan melakukan
intervensi memaksa pelaku food estate untuk mengutamakan kepentingan
domestik. Saya rasa setiap pelaku ekonomi swasta skala besar sangat paham
potensi intervensi negara yang sedemikian itu. Hadirnya intervensi negara
dalam pemasaran tentu bisa mengganggu profit perusahaan. Artinya, sekali
lagi, investasi skala besar di bidang food estate tidak feasible dilakukan
oleh pihak swasta.
Dalam
konteks itu, Presiden Jokowi telah memberikan perspektif yang benar tentang
investasi food estate ini untuk konteks Merauke, yakni harus dikelola oleh
negara melalui BUMN. Tapi itu saja tidak cukup, pemerintah juga harus serius
dalam menciptakan keamanan yang kondusif dan membangun infrastruktur
pendukungnya seperti irigasi, pelabuhan laut, jalan raya, dan listrik. Dan
Jokowi juga harus memastikan masalah koordinasi pemerintah, baik
antar-kementerian terkait di pusat, antar-pemerintah daerah di Papua, maupun
antar-pemerintah pusat dan daerah, bisa berjalan dengan baik untuk mengawal
implementasi kebijakan food estate ini di lapangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar