Senin, 25 Mei 2015

ASEAN dan Krisis Rohingya

ASEAN dan Krisis Rohingya

Suargana Pringganu dan Dimas Muhamad  ;  Kementerian Luar Negeri
KORAN TEMPO, 25 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
Beberapa tahun belakangan ini, isu Rohingya telah menjadi duri dalam daging bagi ASEAN. Organisasi regional tersebut dikecam oleh sebagian kalangan karena dianggap menutup mata atas tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Rohingya di Myanmar. Membeludaknya arus pendatang Rohingya ke negara-negara tetangga Myanmar di kawasan seolah menjadi bukti akan ketidakberdayaan ASEAN dalam menyelesaikan isu pengungsi Rohingya.

Mereka yang mengkritik ASEAN soal isu Rohingya kerap kali melupakan jati diri organisasi tersebut. ASEAN bukanlah organisasi supranasional yang bisa mendikte dan memaksakan negara-negara anggotanya mengambil kebijakan tertentu. Salah satu prinsip utama ASEAN adalah prinsip non-intervensi yang melarang campur tangan atas urusan dalam negeri negara anggota. Meski dikritik oleh sebagian pihak, prinsip ASEAN ini berperan dalam menjaga keutuhan dan perdamaian di kawasan. Jika negara anggota bebas saling menghujat kebijakan dalam negeri anggota yang lain, nuansa di ASEAN akan lebih konfrontatif dan peluang konflik akan semakin terbuka.

Walau demikian, hal ini tidak berarti bahwa, dalam menyikapi krisis Rohingya, ASEAN hanya bisa duduk manis dan berdiam diri. ASEAN tidak lagi dapat berkilah bahwa apa yang menimpa warga Rohingya adalah semata masalah internal Myanmar, mengingat ribuan warga Rohingya sudah mengungsi ke negara ASEAN lainnya. Jika dibiarkan terus, tentu hal ini akan menjadi ancaman bagi stabilitas dan keamanan di kawasan.

ASEAN terus bergerak menuju satu ikatan "Masyarakat". Layaknya satu tubuh Masyarakat ASEAN, gejolak di satu tempat akan ikut dirasakan oleh negara anggota yang lain. Kondisi ini mungkin belum pernah dibayangkan oleh para pendiri ASEAN, tapi kini mendesak ASEAN untuk berani melihat kembali pemahaman prinsip non-intervensi. Isu bencana kemanusiaan yang melewati batas wilayah negara harus dapat segera ditangani tanpa perlu mencederai kedaulatan negara anggotanya. Tanpa kesigapan menyediakan tanggap darurat bencana kemanusiaan, Masyarakat ASEAN akan seperti raksasa berjalan di dalam lumpur. Dengan demikian, ihwal krisis Rohingya, ASEAN dapat dan harus bertindak.

Dalam jangka pendek, ASEAN perlu memprioritaskan upaya penyelamatan nyawa para migran yang masih terlunta-lunta di laut. ASEAN dapat mempertimbangkan untuk menggelar operasi bersama search and rescue (SAR) untuk menggiring para migran ke daratan. Negara ASEAN selain Indonesia dan Malaysia dapat menawarkan diri untuk menerima para migran, seperti apa yang dilakukan oleh Filipina. Paling tidak, negara anggota lain dapat memberikan bantuan kemanusiaan seperti makanan dan obat-obatan, di antaranya melalui ASEAN Coordinating Center for Humanitarian Assistance (AHA Center).

Di samping itu, ASEAN pun perlu terus gencar memerangi perdagangan manusia, mengingat kebanyakan dari para migran Rohingya yang terjebak di lautan tersebut diiming-imingi oleh oknum tidak bertanggung jawab yang menjanjikan penghidupan layak di negara lain. ASEAN perlu meningkatkan kerja sama di antara penegak hukum dari negara anggota untuk memberikan bantuan kapasitas, serta mengadopsi Konvensi Perdagangan Manusia yang prosesnya kini tengah berjalan.

Dalam jangka panjang, ASEAN perlu menuntaskan akar permasalahan krisis Rohingya ini. ASEAN perlu terus melakukan pendekatan konstruktif terhadap Myanmar untuk menghentikan diskriminasi terhadap kaum Rohingya yang menjadi faktor pendorong krisis saat ini. ASEAN perlu meyakinkan Myanmar bahwa menerima Rohingya dengan tangan terbuka justru akan mendatangkan banyak manfaat bagi negara tersebut.

Kerja keras Myanmar untuk melakukan reformasi kini terancam, dan isu Rohingya menjadi batu sandungan terbesar bagi kepercayaan masyarakat internasional terhadap komitmen Myanmar untuk berubah. Merangkul Rohingya akan memuluskan jalan bagi Myanmar untuk benar-benar diterima sebagai anggota oleh masyarakat internasional dan membuka pintu bagi kerja sama yang lebih erat.

Salah satu tujuan dari ASEAN yang termaktub dalam piagamnya adalah mendorong terbentuknya "komunitas yang berorientasi pada masyarakat" di mana seluruh elemen masyarakat dapat berpartisipasi dan memetik manfaat dari proses integrasi kawasan. Jika ASEAN terus memunggungi tragedi kemanusiaan yang dilalui ribuan pengungsi Rohingya, tujuan mulia tersebut terancam tidak akan terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar