Jumat, 01 Mei 2015

Reshuffle Kabinet Republik Komedi

Reshuffle Kabinet Republik Komedi

Bambang Soesatyo  ;  Sekretaris Fraksi Partai Golkar; Anggota Komisi III DPR RI/Presidium Nasional KAHMI; Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
KORAN SINDO, 30 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Ketidakpuasan publik pada kinerja pemerintah di bidang ekonomi dan hukum, ditambah akumulasi tekanan politik yang arusnya demikian kuat, memaksa Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan reshuffle kabinet.

Perombakan kabinet ibarat harga yang harus dibayar Presiden kepada partai pengusung karena membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Artinya, reshuffle kabinet tak lain dari kompromi politik sekaligus sarana untuk memfasilitasi kepentingan koalisi partai pendukung pemerintah yang sangat kecewa dengan keputusan Presiden Joko Widodo membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai kepala Polri.

Dengan demikian, reshuffle kabinet akan ditentukan oleh dinamika internal PDIP dalam kurun waktu satu-dua bulan ke depan. Jika situasi internal partai itu makin panas, bisa ditarik kesimpulan bahwa Jokowi dan PDIP gagal bersepakat. Tapi, jika PDIP kembali menyokong Jokowi, berarti reshuffle kabinet akan terwujud.

Pertanyaan berikutnya, kapan reshuffle kabinet akan dilaksanakan? Waktu masih menjadi perdebatan di internal Istana. Ada pihak yang mendesak dilakukan dalam waktu dekat, sekitar Juni atau Juli 2014. Sementara pihak yang lain berharap Presiden memberikan kesempatan kepada para menteri untuk memperbaiki kinerjanya.

Pihak yang terakhir ini menyarankan agar kalau dianggap perlu dan mendesak, reshuffle hendaknya dilakukan ketika kabinet kerja genap berumur setahun yakni Oktober 2016. Sinyal reshuffle kabinet itu sebenarnya datang dari dalam lingkaran Presiden yakni partai politik pendukung. Namun, untuk sampai pada isu reshuffle kabinet, prosesnya cukup rumit.

Diawali dengan kemarahan beberapa kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang terang-terangan dan langsung dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kemarahan itu menjadi penanda menurunnya soliditas dukungan PDIP kepada Presiden Jokowi.

Usut punya usut, kemarahan itu lebih disebabkan minimnya jumlah kader PDIP yang menjadi menteri di Kabinet Kerja. ”Kami (kader PDIP) harus menahan dahaga di samping sumur yang airnya berlimpah,” begitu ungkapan canda seorang kader. Sampai di sini Budi Gunawan belum menjadi faktor pendorong reshuffle kabinet. Kemarahan itu makin menjadi-jadi karena upaya sejumlah kader PDIP berkomunikasi dengan Presiden menjadi sangat sulit alias terhambat.

Dari kemarahan ini, lahir sebutan Trio Macan Istana. Sebutan ini untuk mengidentifikasi Menteri Sekretaris Kabinet (Mensekab) Andi Widjajanto, Menteri BUMN Rini Sumarno, dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan. Tiga pejabat tinggi negara tersebut dinilai sebagai penghambat komunikasi Jokowi dengan kader PDIP.

Kader PDIP Effendi Simbolon bahkan sempat menyebut Andi sebagai pengkhianat. Tidak berhenti sampai di situ, PDIP melanjutkan kemarahannya dengan mewacanakan penggunaan Hak Angket DPR ketika Presiden membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Perilaku politik PDIP seperti ini dinilai aneh oleh banyak kalangan. PDIP justru menjadi oposisi yang jauh lebih galak dibanding partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR.

Momentum kekecewaan terhadap Presiden dan kabinet pun mencapai puncaknya ketika harga kebutuhan pokok merangkak naik akibat kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak pada November 2014. Masyarakat juga merasa tidak nyaman karena harga BBM yang berubah-ubah sering mengacaukan tarif jasa angkutan.

Ekspresi kekecewaan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi-Wakil Presiden Jusuf Kalla itu akhirnya terefleksikan pada hasil survei yang mengukur kepuasan publik. Survei dilaksanakan ketika pemerintahan sekarang ini genap berjalan enam bulan.

Perkuat Tim Ekonomi

Survei Poltracking yang dilaksanakan pada 23-31 Maret 2015 menyebutkan 48,5% publik menyatakan tidak puas pada kinerja pemerintahan. Di bidang ekonomi, publik tidak puas karena melambungnya harga bahan pokok, gas, listrik, serta naikturun harga bahan bakar minyak (BBM). Sekitar 52,2% publik kurang puas dan 14,4% publik sangat tidak puas.

Ketidakpuasan di bidang hukum disebabkan oleh praktik korupsi yang masih marak dan disharmoni antara KPK dan Polri. Tingginya ketidakpuasan di bidang keamanan disebabkan maraknya aksi begal dan perampokan akhir-akhir ini. Ketika kepada responden ditanyakan tentang urgensi perombakan kabinet, survei Poltracking mendapat  jawaban yang cukup mengejutkan. Sebesar 41,8% publik setuju dilakukan reshuffle kabinet.

Gayung pun bersambut. Menggunakan hasil survei itu sebagai pijakan, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Bidang Pemerintahan Ahmad Basarah menegaskan bahwa reshuffle kabinet perlu dilakukan dan sulit dihindari ketika tingkat kepuasan publik pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla rendah. Tercukupilah alasan untuk menggoreng isu reshuffle kabinet.

Apalagi, PDIP sudah membahas reshuffle kabinet itu dalam Kongres PDIP di Bali baru-baru ini. Alasan utamanya adalah soliditas pemerintahan yang masih mengkhawatirkan. Ada menteri atau pejabat setingkat menteri yang ditengarai menjalankan agenda tersembunyi. Beberapa nama menteri sudah diidentifikasi kinerjanya oleh PDIP.

Pada saatnya PDIP sebagai partai pengusung akan memberi masukan kepada Presiden soal figur menteri yang patut di-reshuffle. Masa depan karier Budi Gunawan mulai dimasukkan sebagai faktor pendorong reshuffle kabinet. Sebenarnya, kubu KMP sudah menangkap sinyal reshuffle kabinet itu sejak Januari 2015. Bukan dari siapa-siapa, melainkan langsung dari Presiden Jokowi.

Dalam pertemuan dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta di Istana Negara maupun Istana Bogor, Presiden Jokowi sudah menawarkan kursi menteri. Dengan mengajukan tawaran itu, Presiden memang sudah merencanakan reshuffle kabinet.

Kalau tak ada rencana reshuffle, Presiden tak mungkin mengajukan tawaran itu. Namun, tawaran itu ditolak tiga ketua umum partai itu untuk menjaga eksistensi KMP di DPR. Memang, ada urgensi bagi Presiden untuk melakukan reshuffle kabinet. Presiden harus ekstrahati-hati dalam menyikapi aspirasi publik tentang harga kebutuhan pokok.

Tinggi-rendahnya popularitas pemimpin pemerintahan sedikit-banyak ditentukan oleh faktor yang satu ini. Karena itu, Presiden sebaiknya membentuk tim ekonomi yang kuat. Selain fokus pada proyek-proyek besar di bidang infrastruktur, tim ekonomi itu juga secara konsisten harus peduli pada isu kebutuhan pokok. Presiden Jokowi telah mengubah kebijakan subsidi energi.

Perubahan mendasar yang dampaknya langsung dirasakan rakyat adalah membiarkan harga eceran bahan bakar minyak (BBM) dibentuk seturut mekanisme pasar. Harga BBM turun-naik tanpa disosialisasikan. Dampaknya sangat luas dan strategis karena menyentuh harga kebutuhan pokok dan tarif jasa angkutan. Harga dan tarif bisa turun-naik kapan saja.

Dalam situasi seperti itu, pemerintah tidak boleh diam saja. Pemerintah sebagai regulator harus hadir di pasar untuk menstimulus harga dan pasokan agar segala sesuatunya terkendali dan terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Itulah pekerjaan besar yang harus selalu diantisipasi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di semua provinsi.

Konsekuensinya, harus ada koordinasi berkesinambungan antara tim ekonomi di Kabinet Kerja dan semua pemerintahan provinsi. Dalam agenda reshuffle kabinet, Presiden Jokowi hendaknya mempertimbangkan pentingnya sebuah tim ekonomi yang mampu mengamankan kebutuhan pokok rakyat.

Mengelola persoalan yang satu ini makin rumit. Rakyat hanya minta agar pemerintah sebagai regulator harus responsif. Pemerintah harus lebih sensitif terhadap ketidaknyamanan rakyat akibat lonjakan harga kebutuhan pokok.

Kita tidak ingin pemerintahan Jokowi ini hanya melahirkan republik komedi dengan kebijakan lucu-lucuan dan sembrono. Serta, Presiden yang kewenangan sudah terdiskon habis karena stigma petugas partai menjadi hanya setengah presiden.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar