Minggu, 10 Mei 2015

NU, Pilkada Serentak, dan Politik Tingkat Tinggi

NU, Pilkada Serentak, dan Politik Tingkat Tinggi

Muhammadun  ;  Analis Studi Politik;
Peneliti pada Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) PWNU DI Yogyakarta
MEDIA INDONESIA, 06 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

KEMARIN, 16 Rajab 1436 H bertepatan dengan 5 Mei 2015, Nahdlatul Ulama (NU) berusia 92 tahun. Usia NU menjelang seabad, peran sosial kebangsaannya sudah terbukti memberikan kontribusi penting bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai organisasi yang dipimpin para ulama, mulai KH M Hasyim Asy'ari, KH A Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Ali Maksum, KH Ahmad Siddiq, KH Ilyas Ruhiyat, KH MA Sahal Mahfudh, dan sekarang KH A Mustofa Bisri, NU selalu berpijak kepada keputusan ulama. Keputusan para ulama bu kan sekadar kebijakan organisasi, melainkan kebajikan yang lahir dari nilai-nilai luhur agama dan budaya.

Ulang tahun ke-92 ini mungkin terasa berbeda, karena baru saja NU ditinggal pemimpin tertinggi Rais Aam, KH MA Sahal Mahfudh, pada 2014. Di tengah NU yang sedang diha dapkan beragam problem, termasuk godaan politik lokal dalam Pilkada serentak 2015, sosok Kiai Sahal men jadi orangtua, guru, dan panutan bagi warga NU. Tidak ada yang abadi kecuali Allah. KH Said Aqil Siradj se bagai Ketua Umum PBNU menegas kan bahwa NU akan tetap solid dan teguh menjaga warisan para kiai dan semua program kegiatan NU akan terus berjalan seperti biasanya. Wakil Rais Aam, KH A Mustofa Bisri, sebagaimana dalam AD/ART, telah menggantikan posisi Kiai Sahal sebagai Rais Aam, sehingga kepemimpinan ulama akan terus berlangsung untuk melanjutkan perjuangan.

Salah satu warisan penting Kiai Sahal terkait dengan NU dan godaan politik kekuasaan ialah tausiah yang disampaikan dalam rapat pleno PBNU, September 2013, di Wonosobo. Dalam khotbah iftitah-nya, Kiai Sahal menegaskan bahwa NU merupakan organisasi keagamaan yang bersifat sosial. Tugas utama NU adalah menjaga, membentengi, mengembangkan, dan melestarikan ajaran Islam menurut pemahaman ahlussunnah wal jama'ah di bumi Nu santara pada khususnya dan seluruh bumi Allah pada umumnya.

Dalam konteks ini, apalagi menje lang pilkada serentak 2015, Kiai Sahal menegaskan bahwa politik yang dijalankan NU adalah politik tingkat tinggi (high politics/siyasah `aliyah samiyah), yakni politik kebangsaan, politik kerakyatan, dan etika politik. Politik kebangsaan berarti NU harus konsisten dan proaktif mempertahankan NKRI sebagai wujud final negara bagi bangsa Indonesia. Politik kerakyatan antara lain bermakna NU harus aktif memberikan penyadaran tentang hak-hak dan kewajiban rakyat, melindungi, dan membela rakyat dari perlakuan sewenang wenang dari pihak manapun. Etika politik harus selalu ditanamkan NU kepada kader dan warganya pada khususnya, dan masyarakat serta bangsa pada umumnya, agar ada kehidupan politik yang santun dan bermoral yang tidak menghalalkan segala cara.

Tiga traktat politik tingkat tinggi yang ditegaskan Kiai Sahal ini lahir dari kejernihan batin dan kedalaman pemikiran ihwal kondisi bangsa dan NU menghadapi percaturan politik yang serbapragmatis. Kiai Sahal ti dak d k menginginkan i i k NU tterjerumus j dalam politik rendah (low politics/ siyasah safilah) yang hanya berburu kursi kekuasaan. Inilah komitmen Kiai Sahal agar NU bersih dan peduli dalam rangka menjaga martabat bangsa. Politik yang menghalalkan segala cara yang menjangkiti bangsa ini harus diluruskan dengan tiga trak tat politik tingkat untuk membangun bangsa yang berkeadaban.

Menegakkan persaudaraan

Bangsa Indonesia ialah bangsa yang bersaudara lintas suku, agama, ras, dan lainnya. Tanpa ada persau daraan yang kuat, Indonesia tak bisa lahir. Sejarah menegakkan Indonesia ialah sejarah persaudaraan. Itu juga yang dilakukan NU. Dengan semangat persaudaraan, NU ikut serta membangun bangsa dengan tulus. Kiai Sahal memahami itu semua, sehingga tiga traktat politik tingkat tinggi yang disampaikan itu dalam rangka menjalin persaudaraan di lingkungan warga NU (ukhuwah nahdliyyah).

Kalau persaudaraan antarwarga NU sudah terwujud, NU baru bisa menjalin persaudaraan Islam (ukhuwah islamiyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah), persaudaraan antarbangsa (ukhuwah basyariyyah), dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyah). Di titik persaudaraan inilah, bangsa yang bermartabat dan berdaulat bisa berdiri tegak.

Semangat persaudaraan yang diteguhkan Kiai Sahal ini juga wujud keberpihakannya dalam membangun dan mengayomi persatuan umat. Di sini, beliau ialah Ketua Umum MUI Pusat, yang terbukti mampu memandu para ulama dari berbagai organisasi. Sikap beliau antara di MUI dan NU kadang kala berbeda, tetapi bukan berarti Kiai Sahal tidak tegas. Beliau berada dalam sikap moderat yang menjaga keutuhan dan persatuan umat demi tegaknya Indonesia. Tak salah kalau KH Hasyim Muzadi menyebut Kiai Sahal sebagai ulama negarawan yang memperjuangkan Indonesia secara substantif.

Warisan politik tingkat tinggi yang ditegaskan dan dijalankan Kiai Sahal ini harus direalisasikan seluruh pimpinan NU, mulai pusat sampai ranting. Tentu saja, KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) yang nanti dikukuhkan menjadi Rais Aam, berperan sangat penting untuk menguatkan keteladanan Kiai Sahal dalam konteks keorganisasian dan kejemaahan di NU. Gus Mus yang juga budayawan akan menjadi orangtua dan guru yang ditunggu gerak keteladanannya dalam memandu para ulama dan mengayomi umat.

Di tangan Gus Mus ini, politik tingkat tinggi NU harus semakin kuat memperteguh persaudaraan, sehingga NU mampu terus konsisten menegakkan NKRI. Pilkada serentak 2015 harus dibangun dengan basis etik politik, sehingga Indonesia mampu tegak berdiri mengawal peradaban Indonesia. Ini seirama dengan tema Muktamar ke-33 NU di Jombang, 1-5 Agustus 2015, bahwa NU akan terus berjuang keras membangun karakter dan basis peradaban Indonesia dan dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar