Nuklir,
Energi Masa Depan Indonesia
Hanifah Mursyidan Baldan ; Pembina Yayasan Mahkota Insan Cita
|
MEDIA INDONESIA, 05 Mei 2015
BAGAI dedaunan yang luruh di senja hari,
beragam aspek ketahanan nasional seakan terjatuh meninggalkan kita satu demi
satu, lepas dari tangkainya, terkubur di bumi yang merah. Entah karena kurang
bersyukur, atau tata kelola yang keliru. Namun, nyatanya kecenderungan ini
telah menjadi fenomena yang menggejala. Mulai dari krisis pangan, krisis finansial,
hingga apa yang saat ini menjadi komoditas utama perekonomian dunia juga
menjadi sumber utama konflik dunia, yaitu krisis energi.
Sektor energi memang memiliki posisi dan peran
strategis dalam tata kelola dunia di abad mutakhir. Pertumbuhan ekonomi
negara-negara maju saat ini seakan tidak dapat dipisahkan dari energi.
Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi sebuah negara, semakin tinggi pula
intensitas penggunaan energi. Lihat saja Amerika Serikat yang menyerap
sekitar 2.331 juta ton minyak, atau setara 22,8% dari total konsumsi minyak
mentah dunia, lalu Tiongkok dengan 1.386 juta ton (13,6%), Rusia dan Jepang
masing-masing mengonsumsi 6,5% dan 5%.
Sementara Indonesia sebagai negara
yang sedang intensif memacu pertumbuhan ekonominya mengonsumsi 1,1%. Data
konsumsi ini baru dalam sektor minyak saja, belum lagi gas, batu bara, dan
sumber energi lainnya.
Energi alternatif
Bagi Indonesia, sektor energi betul-betul
telah menjadi primadona ekonomi. Dunia mencatat, bahwa di sektor migas,
Indonesia termasuk dalam jajaran 20 besar negara penghasil minyak terbesar di
dunia. Pada 1977, Indonesia berhasil mencapai produksi (lifting) minyak
tertinggi sebesar 1.686 bph.
Pada 2005, Indonesia ialah produsen gas alam
terbesar jika dibandingkan dengan seluruh negara di Asia Oceania, Afrika,
(2.606 Trillion Cubic Feet), dan termasuk dalam 10 negara penghasil gas
terbesar di dunia (Rusia, AS, Kanada, Iran, Aljazair, Inggris, Norwegia,
Montenegro, Belanda, dan Indonesia). Data lainnya menyebutkan bahwa pada
2008, Indonesia berada pada urutan ke-7 negara pengekspor gas terbesar di
dunia. Selain itu, Indonesia termasuk dalam 20 besar negara penghasil minyak
mentah terbesar di dunia.
Sayangnya, lifting minyak domestik tidak
sepadan dengan tingkat konsumsi energi masyarakat, karena nyatanya ada
keterbatasan sumber daya alam, khususnya bahan bakar fosil. Sementara
kegiatan eksplorasi untuk menemukan sumber-sumber migas dan minerba yang baru
membutuhkan investasi (cost recovery)
yang tidak sedikit.
Dalam posisi seperti ini, maka kemandirian
ekonomi menuntut siapa pun dan negara mana pun untuk mengembangkan ketahanan
energi. Energi baru dan terbarukan (EBT), seperti panas bumi, biodiesel, dan
lain-lain hanya berkontribusi 30% dari kebutuhan energi kita. Maka, harus ada
solusi jangka panjang dalam memenuhi kebutuhan energi nasional dan salah satu
jenis energi masa depan yang memungkinkan untuk dikembangkan di Indonesia
ialah energi nuklir. Nuklir menjadi pilihan pembangkit listrik dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat akan listrik.
Penggunaan nuklir sebagai sumber pasokan
energi, telah lama diaplikasikan di banyak negara. Tercatat negara-negara,
seperti Prancis, Jepang, Norwegia, dan AS telah mampu memanfaatkan energi ini
untuk kebutuhan listrik nasional mereka. Di Prancis, pasokan listrik
nasionalnya 77,68% berasal dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Bila dibandingkan dengan negara-negara lain di
kawasan Asia Tenggara, Indonesia sebetulnya telah lebih dulu memiliki dan
menguasai teknologi nuklir. Sumber daya manusianya juga bisa dikatakan lebih
unggul dibanding negara lainnya. Namun, faktanya hingga hari ini, Indonesia
masih belum berani mengembangkannya.
Padahal, Vietnam yang tergolong cukup baru
mengembangkan energi nuklir, secara mengejutkan mulai membangun dua
pembangkit listrik tenaga nuklir. Sementara Singapura, Thailand, dan Malaysia
disebut-sebut juga mulai mengikuti langkah Vietnam tersebut. Kenapa harus
nuklir?
Ada beberapa alasan kenapa kemudian Indonesia
layak mengembangkan energi nuklir, selain dari alasan sejarah dan konstitusi
yang melandasinya, diantaranya, yakni Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia
sangat terkait erat dengan pengembangan sektor energi.Indonesia memang
termasuk energy intensive, yakni
tiap 1% peningkatan GDP akan meningkatkan 1,8% peningkatan permintaan
terhadap energi.
Sayangnya, sektor energi di Indonesia sangat highly subsidizes (17,6%-25% belanja
pemerintahan untuk subsidi BBM dan listrik). Hal ini membuat ambisi
pemerintah untuk meningkatkan laju elektrifikasi menjadi berbiaya tinggi.
Berbeda halnya apabila kita memilih untuk mengembangkan energi nuklir. Meski
di awal membutuhkan biaya cukup besar, untuk selanjutnya pengembangan energi
nuklir untuk menghasilkan listrik akan sangat low cost (Prof Akhmad Fauzi, 2011).
Kedua, meski membutuhkan modal cukup besar di
awal, dari segi manfaat, energi ini tentu saja lebih efisien, yakni setiap 20
gram uranium hampir setara dengan 2 ton batu bara. Ketiga ialah fakta bahwa
negara yang telah mengembangkan energi nuklir untuk memasok kebutuhan energi
listriknya memiliki tingkat kemajuan ekonomi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan negara-negara yang masih memanfaatkan energi fosil untuk
memenuhi pasokan listriknya.
Persoalan kemudian, dari pengembangan nuklir
untuk pasokan energi ini karena adanya anggapan bila nuklir identik dengan
bom nuklir dan radiasinya. Padahal, teknologi apa pun memiliki potensi
manfaat dan kerusakan yang sama, tinggal bagaimana manusianya.
Terkait dengan keengganan pemerintah dan
masyarakat Indonesia untuk segera mengembangkan nuklir ini, wajarlah bila banyak
pihak, terutama dari kalangan masyarakat di negara maju menganggap aneh
Indonesia.
Hal ini seperti dikatakan oleh Ketua Umum
Asosiasi Wanita Indonesia Sains dan Teknologi, Dewi Motik tatkala menghadiri
sebuah kongres di Norwegia, bahwa negara kita dianggap aneh karena belum juga
mau mengembangkan energi nuklir untuk energi alternatif. “Mereka bilang, aneh
kamu kok belum pake nuklir,“ kata Motik (Kompas, 14/4).
Karena itulah, yang terpenting dilakukan saat
ini ialah upaya edukasi dan sosialisasi terkait dengan manfaat yang diperoleh
bila Indonesia mengembangkan energi nuklir ramah dan aman. PLTN merupakan
salah satu pilihan dalam rangka memenuhi kebutuhan energi nasional yang terus
meningkat.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan energi yang
terus meningkat, khususnya kebutuhan listrik, maka pembangunan PLTN di
Indonesia menjadi pilihan. Untuk itu, pembangkit listrik tenaga nuklir guna
memenuhi kebutuhan listrik harus dipersiapkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar