Urgensi
Percepatan Proyek Listrik 35 Ribu Mw
Fahmy Radhi ; Pengamat Ekonomi Energi UGM;
Mantan Anggota Tim Antimafia Migas
|
MEDIA
INDONESIA, 28 April 2018
DI tengah keraguan beberapa pihak,
PLN (persero) justru berusaha keras untuk mempercepat realisasi pencapaian
Proyek Listrik 35 Ribu Megawatt (Mw). Usaha yang dilakukan ialah menguatkan
soliditas dan integrasi dengan berbagai pihak terkait.
Salah satunya dengan menggandeng Kejaksaan
Agung (Kejagung) untuk mempercepat realisasi Proyek Listrik 35 Ribu Mw. Tidak
tangung-tangung, penandatanganan kerja sama PLN dan Kejagung dilakukan
Direktur Utama PLN Sofyan Basir dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata
Usaha Negara Kejaksaan Republik Indonesia, Loeke Larasati, yang dihadiri
Jaksa Agung HM Prasetyo dan Menteri BUMN Rini M Soemarno.
Dalam kerja sama tersebut,
Kejagung akan memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum
lainnya, yang merupakan kewenangan kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha
negara.
Tujuannya ialah memulihkan dan
menyelamatkan keuangan, kekayaan, aset, serta menyelesaikan permasalahan lain
di bidang hukum perdata dan tata usaha negara yang dihadapi PLN, termasuk
permasalahan pembebasan lahan yang sering terjadi. Kerja sama tersebut
menunjukkan komitmen PLN untuk lebih transparan dan akuntabel dalam proses
pembangunan Proyek 35 Ribu Mw.
Dengan transparansi dan akuntabel,
PLN berkomitmen meminimkan potensi korupsi yang merugikan negara, baik dilakukan
pengambil keputusan maupun kesalahan prosedur dalam pengambilan keputusan,
yang bermuara pada potensi korupsi, seperti yang terjadi sebelumnya. Dengan
meminimkan potensi korupsi, diharapkan tidak ada lagi pembangkit listrik yang
mangkrak dalam pembangunan Proyek 35 Ribu Mw.
Soliditas
dan integrasi
Upaya percepatan Proyek 35 Ribu Mw
memang sangat urgen pasalnya pencapaian selama 3 tahun ini masih sangat
rendah. Megaproyek 35 Ribu Mw itu mencakup 109 proyek. Sebanyak 35 proyek
pembangkit dibangun PLN dengan total kapasitas 10.681 Mw.
Sementara itu, 74 proyek dengan
total kapasitas 25.904 Mw dibangun perusahaan swasta dalam skema independent
power producer (IPP).
Hingga memasuki tahun ketiga
capaian pembangkit listrik yang sudah beroperasi secara komersial (commercial
operation date) masih sangat rendah, yakni 1.584 Mw atau sekitar 0,05%.
Namun, capaian tahap konstruksi sudah cukup besar, yakni 17.024 Mw atau
sekitar 48,64%. Sementara itu, kontrak proyek IPP sudah mencapai 31.298 Mw
atau sekitar 89,42%.
Rendahnya capaian pembangkit yang
sudah beroperasi secara komersial itu menjadi alasan bagi berbagai kalangan
untuk mendesak agar dilakukan revisi proyek 35 Ribu Mw, baik revisi terhadap
besaran 35 Ribu Mw yang dianggap terlalu besar maupun revisi terhadap target
waktu penyelesaian.
Revisi terhadap waktu penyelesaian
barangkali masih bisa ditoleransi. Namun, revisi dengan memangkas 35 Ribu MW
barangkali akan menimbulkan permasalahan serius di kemudian hari dalam
penyediaan listrik.
Penetapan 35 Ribu Mw sebenarnya
sudah didasarkan pada sisi kebutuhan (demand based) untuk memenuhi 100%
tingkat elektrifikasi, yang saat ini masih mencapai 93,8%. Selain itu,
kapasitas listrik 35 Ribu Mw juga dibutuhkan untuk memasok peningkatan
permintaan industri di kemudian hari, yang menopang pencapaian pertumbuhan
ekonomi double digit.
Memang selama 3 tahun terakhir
ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stagnan rata-rata sekitar 5,02 per
tahun. Namun, masih stagnannya pertumbuhan ekonomi tersebut jangan dijadikan sebagai
alasan untuk mengurangi kapasitas Proyek Listrik 35 Ribu Mw hingga menunggu
pertumbuhan ekonomi tinggi.
Pada saat pembangunan
infrastruktur--bendungan, tol, pelabuhan, dan bandara--sudah selesai, pada
saat itulah diperkirakan pertumbuhan industri akan meningkat pesat. Kalau
pasokan listrik tidak dapat memenuhi peningkatan permintaan industri,
pertumbuhan industri akan terhambat, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi
tidak akan bisa mencapai double digit.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi 7%
saja sulit dicapai karena akan terjadi heated economic akibat kekurangan
infrastruktur dan pasokan listrik, seperti yang pernah terjadi pada saat
Pemerintahan Orde Baru.
Dengan demikian, percepatan
pencapaian Proyek Listrik 35 Ribu Mw tetap urgen untuk direalisasikan. Kalau
pembangunan infrastruktur dan Proyek 35 Ribu Mw selesai, pada saat itulah
pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai double digit growth.
Selain soliditas, PLN harus
mengintegrasikan pembangunan pembangkit listrik dengan pasokan energi primer,
dalam suatu integrated supply chain. Untuk penggunaan gas sebagai energi
primer, PLN harus mengintegrasikannya dengan PGN dan Pertagas. Tidak hanya
dalam menjamin ketersediaan pasokan gas, tetapi juga dalam penyediaan
jaringan pipa yang dibutuhkan untuk mengalirkan pasokan gas, dari hulu hingga
pembangkit listrik.
PLN harus memastikan ketersediaan
jaringan pipa sehingga gas yang dibutuhkan sudah dapat disalurkan pada saat
pembangkit listrik dioperasikan. Integrasi serupa juga harus dilakukan PLN
dengan para pengusaha batu bara, utamanya dalam memastikan pasokan batu bara
sesuai dengan kebutuhan.
Soliditas PLN dengan berbagai
pihak terkait, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, Kejaksaan Agung, termasuk
pemerintah daerah, sangat diperlukan untuk mempercepat proses pembangunan
Proyek 35 Ribu Mw.
Integrasi antara PLN dan pemasok
energi primer juga sangat dibutuhkan. Tanpa ada soliditas dan integrasi,
jangan harap pencapaian Proyek 35 Ribu Mw dapat dicapai sesuai dengan target
yang ditetapkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar