Pertaruhan
Para Pemimpin
Haedar Nashir ; Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah periode 2015-2020
|
REPUBLIKA,
29 April
2018
Ikan busuk dimulai dari
kepala. Demikian pepatah Italia tentang betapa penting posisi dan peran para
pemimpin di negeri dan umat mana pun. Merah, putih, dan hitamnya umat serta
bangsa bergantung pada pemimpinnya. Pemimpin itu jantung dan kepala dari
tubuh manusia!
Jika pemimpin itu baik
maka baiklah umat dan bangsa. Sebaliknya, nasib umat dan bangsa akan nestapa
manakala para pemimpinnya berperangai dan bertindak buruk, khianat, dan
ugal-ugalan, padahal yang dipertaruhkan nasib manusia yang banyak dengan
segala urusannya.
Para nabi, Umar bin
Khattab, Umar bin Abdul Azis, Iskandar Dzulqarnain, Mahatma Ghandhi, Nelson
Mandela, dan para pemimpin dunia lainnya yang menggoreskan tinta emas dalam
kepemimpinannya merupakan anugerah Tuhan dari keteladanan para pemimpin yang
mencerahkan dunia. Rakyat, negara, dan umat manusia menjadi aman, damai,
adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat karena kemuliaan para pemimpinnya.
Sebaliknya, karena ulah
tangan Firaun, Hitler, Mussolini, Pol Pot, serta sederet para diktator dan
pemimpin tiran, kehidupan manusia dan lingkungannya porak poranda dan
mengalami kehancuran. Kehidupan menjadi anarki dan kacau karena jiwa,
pikiran, dan tindakan sewenang-wenang para pemimpinnya yang haus kuasa,
rakus, dan semaunya sendiri.
Pemimpin
Pencerah
Muhammad Rasulullah adalah
uswah hasanah dari pemimpin umat dan bangsa sejagat raya sebagaimana predikat
yang diberikan dan dipersaksikan Tuhan kepada seluruh umat manusia (QS
al-Ahzab: 21). Akhlak Nabi bahkan disebut Tuhan sebagai perangai agung (QS
al-Qalam: 4). Kesaksian Aisyah malah membuktikan Nabi sebagai Alquran yang
hidup, yang keteladanannya terus berjalan dalam segala zaman dan keadaan.
Inilah sang pemimpin pencerah nan sejati.
Nabi uswah hasanah dalam
dirinya, tiada habis kalam untuk menuliskannya. Hal yang terpenting ialah
bagaimana setiap umat Muhammad mengikuti uswah hasanah Nabi Agung itu dalam
seluruh gerak hidupnya. Lebih-lebih yang mengaku atau didisposisikan sebagai
tokoh atau pemimpin umat dan bangsa, bagaimana membuktikan diri selaku
pemimpin teladan. Adakah kata sejalan tindakan?
Para pemimpin umat dan
bangsa bukan hanya jiwa dan pikirannya yang menjadi teladan terbaik, bahkan
ujaran atau lisan dan tindakannya pun niscaya memancarkan keteladanan utama.
Dari lisannya lahir ujaran damai, halus kata, menenteramkan, dan memancarkan
pencerahan bagi umat dan sesama; bukan sebaliknya, mengirim ujaran-ujaran
yang meresahkan semesta.
Para pemimpin umat dan
bangsa juga bertindak yang jujur, amanat, tablig, dan fatanah sebagaimana
akhlak utama Muhammad sang teladan. Dari perbuatan para pemimpin umat dan
bangsa dibuat bajik lahir dan batin, aman sentosa, makmur, dan segala
martabat kemuliaan hidup. Lebih-lebih dalam masyarakat partrimonial yang
menempatkan figur pemimpin segala-galanya, maka hadirkan perangai para
pemimpin nan mencerahkan.
Para pemimpin tidak
memperbodoh dan membiarkan umat serta bangsanya terus bodoh dengan cara
memimpin menara gading yang bersinggasana di atas takhta tinggi tanpa
menginjak bumi. Tidak pula bak burung merak yang mengepak-ngepakkan sayap dan
bulunya yang indah hanya untuk meninabobokan dan bangsanya dalam segala mimpi
millenari yang membuat umat dan bangsa terbuai tak kenal henti oleh keagungan
semu para pemimpinnya.
Para pemimpin ketika hadir
di tengah-tengah umat dan bangsa niscaya tulus dan tepercaya, tidak semu
bermain citra dan umbar janji palsu. Ketika itu dilakukan maka aura dan
respons alamiah yang akan berbalik pun lama kelamaan akan palsu dan sarat
topeng dari umat dan bangsa. Aura kepemimpinan seperti itu layaknya buih di
lautan, yang menggumpal seketika tetapi rapuh dan tak bermakna. Pemimpin
citra hanya menjual pesona.
Para pemimpin pun tak
patut ugal-ugalan dalam ujaran dan tindakan. Segala yang dilakukan para
pemimpin akan memantul pada umat dan bangsa yang dipimpinnya. Ketika umat dan
rakyat garang, keras, dan pemarah, maka boleh jadi pantulan dari gestur dan
tampilan para pemimpinnya. Maka, betapa penting posisi dan peran pemimpin
dalam meneladankan dan memandu umat serta bangsanya. Hadirlah sebagai para
pemimpin yang mencerahkan umat dan bangsanya sejalan fitrah dan autentik.
Memajukan
Kehidupan
Umat dan bangsa di negeri
mana pun memerlukan teladan para pemimpin yang menjadikan kehidupannya makin
baik, aman, damai, adil, makmur, bermartabat, berdaulat, dan berkemajuan
utama. Cita-cita kehidupan umat dan bangsa yang selalu menjadi dambaan utama
itu harus diwujudkan oleh para pemimpinnya bersama seluruh warga umat dan
bangsa agar tidak berhenti dalam ranah ideal dan menjadi komodiasi lima
tahunan para pengejar kursi kuasa.
Umat dan bangsa di negeri
yang alamnya subur makmur ini masih diimpit banyak beban berat di
punggungnya. Ratusan ribu hingga jutaan anak-anak negeri harus mengais nasib
di luar negeri dengan segala beban dan derita hatta harus merenggang nyawa,
meski banyak yang sukses tetaplah rindu rumah kampungnya sendiri.
Jika di negerinya sendiri
terbuka lapangan kerja yang leluasa maka mereka tidaklah akan pergi mengadu
nasib di negeri orang. Sementara anak-anak bangsa di Tanah Air harus mulai
bersaing dengan tenaga asing yang berbondong-bondong membanjiri negeri ini
dengan segala kemudahannya.
Umat dan bangsa ini masih
tertinggal secara ekonomi, dari yang di bawah garis kemiskinan hingga ambang
batas hidup yang pas-pasan. Jumlah mereka mayoritas tetapi rentan dalam
kedhuafaan, dikalahkan oleh segelintir penduduk yang menguasai mayoritas aset
dan kekayaan negeri nyaris tak terbatas tanpa kehadiran negara. Memang, umat
dan rakyat di negeri ini pandai hidup prihatin dan tahan menderita, tetapi
bukan berarti mereka nyaman dalam derita kemiskinannya.
Umat dan bangsa ini
marginal secara sosial dan politik. Mereka memang mayoritas dan menjadi
pendulang suara elite untuk takhta sosial dan politik yang menggiurkan. Akses
mereka sebatas tangan sejengkal yang pendek, dikalahkan oleh tangan-tangan
rakus yang berdiaspora ke seluruh sudut negeri dengan dukungan elite kuasa
dan pemegang takhta yang tak memihak nasib rakyat dan negerinya kecuali diri
dan kepentingannya.
Umat dan bangsa ini pun
masih jauh tertinggal dalam banyak hal dari negeri-negeri jiran. Potensi
anak-anak umat dan bangsa ini sungguh luar biasa, bahkan banyak yang berkarya
kreatif luar biasa dan menang segala lomba di mancanegara.
Namun, negara dan para
elitenya seolah tidak hadir secara nyata dan optimal untuk memotong mata
rantai ketertinggalan menuju keunggulan karena disibukkan oleh segala ritual
sosial dan politik yang tak berkesudahan. Demokrasi dan kontestanku politik
hanya menjadi ajang paling atraktif bagi para petualang politik dan pemilik
modal yang rakus dan nirkenegarawanan.
Lalu, bagaimana umat dan
bangsa ini terbebas dari kedhuafaan, marginal, dan ketertinggalan guna meraih
kemajuan dan keunggulan mengejar tetangganya yang bersebelahan manakala para
elite dan pemimpinnya asyik-masyuk dalam pesona dan hiruk pikuk ritual sosial
politik yang sarat beban berat? Apakah para elite dan pemimpin negeri itu
sedang mempertaruhkan nasib umat dan bangsanya atau nasib dirinya? Hati
jernih para pemimpin layak menjawab pertanyaan elementer ini, bukan lewat
kata-kata dan retorika indah.
Para pemimpin itu
sejatinya memiliki kemuliaan posisi dan peran dalam membawa nasib umat dan
bangsanya menuju tangga kemajuan. Jangan biarkan nasib umat dan rakyat
menjadi pertaruhan tak berguna dan tak bermakna di tengah kegaduhan politik
yang disebar oleh para aktor yang haus kuasa dan takhta minus
pertanggungjawaban moral politik nurani yang luhur.
Ketika kontestasi politik
makin memanas dengan segala hasrat dan kepentingan para elite serta pemimpin
yang tumpah ke segala arah, sesungguhnya umat dan bangsa ini tengah menanti
jaminan ubahan nasib hidupnya ke tangga terbaik di pundak para pemimpinnya.
Jangan biarkan mereka seolah menunggu godot! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar