Kamis, 07 Mei 2015

Museum Surabaya dan Institut Penelitian Kerajaan Belanda

Museum Surabaya

dan Institut Penelitian Kerajaan Belanda

Nanang Purwono  ;  Wakil Pemimpin Redaksi JTV
JAWA POS, 06 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

HORE... hore…! Begitulah sorak gembira warga Surabaya setelah Pemerintah Kota Surabaya meresmikan museum baru yang diberi nama Museum Surabaya. Museum yang beralamat di Jalan Tunjungan 1 tersebut menambah jumlah museum sebelumnya seperti Museum 10 November, Museum Maritim, Museum Kesehatan, House of Sampoerna, Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia. Museum Surabaya diresmikan pada 3 Mei 2015 dalam rangkaian peringatan HUT Ke-722 Kota Surabaya.

Meskipun Museum Surabaya terhitung baru, Kota Surabaya sebenarnya pernah memiliki museum kota yang dibuka pada 1933 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Namanya Stedelijk Historisch Museum atau Museum Sejarah Kota. Museum yang lokasinya sempat berpindah-pindah tersebut akhirnya menjelma menjadi Museum Mpu Tantular yang kini berstatus museum negeri Provinsi Jawa Timur dan berlokasi di Sidoarjo.

Seperti apakah Museum Surabaya yang menempati lantai 2 gedung cagar budaya Siola itu? Benda-benda yang dipajang di ruangan yang pernah dipakai sebagai pusat perbelanjaan tersebut umumnya adalah benda-benda lama dari dinas-dinas di lingkungan SKPD Kota Surabaya.

Misalnya, dinas pemadam kebakaran menyumbangkan beberapa alat dan baju petugas pemadam kebakaran. Dispendukcapil menyumbangkan buku besar yang mencatat akta kelahiran warga pada era pemerintahan Belanda. Juga, beberapa mebel dari gedung bali kota. Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, sambil berjalan, Museum Surabaya akan dilengkapi dengan benda-benda bersejarah yang menjadi saksi sejarah perkembangan Kota Surabaya.

Koleksi Pilihan

Museum Surabaya sudah dibuka. Isinya sementara masih terkesan sekadar memindahkan barang-barang lama di masing-masing kantor SKPD. Kelak, jika akan mengisi museum itu dengan serius, benda-benda yang akan di-display hendaknya diseleksi dengan baik dan cermat sesuai dengan konsep Museum Surabaya. Tentu, Museum Surabaya harus berbeda dengan museum yang sudah ada, khususnya Museum 10 November.

Misalnya, jika mendapatkan benda-benda yang terkait dengan sejarah kepahlawanan 10 November 1945, kiranya akan lebih pas kalau benda tersebut ditempatkan di Museum 10 November. Hal itu ditujukan untuk membedakan positioning Museum Surabaya dengan Museum 10 November atau Tugu Pahlawan.

Museum Tugu Pahlawan yang dibuka pada 2000 sebenarnya masih perlu mendapat perhatian untuk pengayaan isi benda-benda koleksinya. Sejak dibuka, koleksinya relatif tetap itu-itu saja, meski pernah ada tambahan benda koleksi seperti mobil Opel dari keluarga Bung Tomo dan koleksi lain dari keluarga Mayjen Sungkono. Ruang relief di bagian dalam tembok yang mengelilingi taman dan halaman Tugu Pahlawan juga masih kosong. Belum ada pengerjaan relief. Padahal, dulu pada awal-awal pembukaan museum, tembok yang sudah dibingkai akan dibuat relief perjuangan arek-arek Suroboyo. Namun, hingga kini, sudah 15 tahun, space relief masih kosong.

Kekhawatiran melesetnya realisasi sebuah rencana bisa jadi terulang pada proyek Museum Surabaya. Karena itu, pengelolaan Museum Surabaya yang diharapkan menjadi etalase sejarah perjalanan Kota Surabaya yang panjang ini bisa tersaji dengan baik. Pilihan benda-benda yang dipajang hendaknya bisa mewakili perjalanan sejarah. Benda-benda koleksi harus ditata dan ditempatkan secara sistematis dan kronologis sehingga memudahkan pengunjung memahami sejarah Kota Surabaya. Museum Surabaya adalah representasi sejarah Kota Surabaya.

KITLV: Recording The Future

Recording The Future adalah proyek pendokumentasian oleh Institut Penelitian Kerajaan Belanda, KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde), mengenai kehidupan sehari-hari di Indonesia, termasuk di Surabaya. Mengacu pada namanya, proyek tersebut merekam masa depan Surabaya hingga 2100 dan dimulai sejak 2003.

Menurut peneliti KITLV Fridus Steijlen yang datang ke Surabaya pada 2011 dan bertemu dengan penulis, peneliti KITLV yang terlibat dalam proyek tersebut akan datang ke lokasi yang sama setiap empat tahun sekali. Kepada penulis, Fridus mengaku pernah merekam Kota Surabaya pada 2003 dan 2007. Rencananya, KITLV datang tahun ini (2015) di lokasi yang sama seperti pada 2003, 2007 dan 2011. Demikian seterusnya pada kurun waktu empat tahunan hingga 2100 (abad ke-22) peneliti KITLV akan datang ke Kota Surabaya untuk melakukan perekaman di lokasi yang sama.

Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi ketika kita memasuki abad ke-22. KITLV akan memiliki dokumen visual Kota Surabaya kembali ke awal abad ke-21. Mereka akan memiliki dokumen tentang Surabaya sepanjang abad ke-21. Proyek tersebut menunjukkan bahwa KITLV memiliki blueprint yang dapat dijadikan panduan bagi siapa pun penelitinya, meski peneliti KITLV dalam proyek tersebut berganti-ganti.

Apakah kita secara kelembagaan sudah memikirkan proyek untuk anak cucu kita, meski pemimpin kota berganti-ganti? Jangan-jangan pada abad ke-22 nanti anak cucu kita masih tetap akan menengok Belanda untuk mencari sumber-sumber sejarah seperti yang sudah kita lakukan selama ini. Alangkah sayangnya!

Karena itu, Museum Surabaya hendaknya punya visi jauh ke depan sebagai lembaga yang bisa merajut sejarah perjalanan kota, setidaknya seperti yang dilakukan KITLV. Museum Surabaya harus selektif terhadap benda-benda koleksinya. Museum Surabaya tidak boleh pasif, hanya menunggu datangnya hibah dari warga. Museum Surabaya harus aktif dan visioner agar bermanfaat sebagai sumber penelitian, pendidikan, dan tentu saja pariwisata. Akhirnya, Museum Surabaya turut memarakkan HUT Ke-722 Kota Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar