Kamis, 07 Mei 2015

Meningkatkan Nilai Tawar Pekerja Indonesia

Meningkatkan Nilai Tawar Pekerja Indonesia

Dimas Aryo Wicaksono  ;  Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi)
JAWA POS, 04 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

HARI Buruh 1 Mei lalu terasa spesial karena sudah diperingati sebagai hari libur nasional. Itu berarti di mata pemerintah buruh sudah mulai dianggap sebagai mitra strategis yang perlu dirangkul. Suasana spesial tersebut seharusnya juga diikuti dengan semangat mengangkat isu yang lebih spesial bila dibandingkan dengan isu musiman tentang hari buruh seperti kenaikan upah dan jaminan-jaminan kerja yang lain. Misalnya, mengangkat isu yang lebih strategis tentang bagaimana meningkatkan posisi tawar buruh itu sendiri serta menjadikan buruh atau pekerja sebagai mitra strategis perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan nilai tambah bagi perusahaan.

Sebagaimana negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang besar, Indonesia masih dianggap surga bagi investasi, terutama yang bersifat padat karya, karena jumlah tenaga kerja yang banyak sehingga biayanya menjadi murah. Naomi Klein (2001) dalam bukunya, No Logo, menjelaskan bagaimana industri-industri maju mengalihkan proses produksi dari negara asalnya ke negara-negara berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak guna membayar upah tenaga kerja murah dengan berdalih alih teknologi dan investasi.

Sementara itu, tidak meratanya kualitas dan kesempatan pendidikan serta anggapan bahwa buruh adalah objek bukan subjek masih tidak bisa dilepaskan, bahkan dari diri buruh itu sendiri. Kenyataan tersebut justru semakin membuat posisi tawar menjadi lemah. Sebab, pada akhirnya, buruh menjadi pihak yang selalu bergantung demi memenuhi kebutuhan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Hal itu tampak di setiap peringatan hari buruh dari tahun ke tahun bahwa yang disuarakan selalu sama, yaitu tuntutan upah buruh meningkat, penghapusan sistem outsourcing, jaminan pensiun dan kesehatan, serta isu-isu general seperti turunnya harga bahan pokok, tarif sasar listrik (TDL), dan bahan bakar minyak (BBM).

David Guest (1987) menegaskan, salah satu tujuan mengelola sumber daya manusia (SDM) di perusahaan ialah meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan. Hal itu lebih didasarkan kepada keyakinan bahwa karyawan yang punya komitmen akan melakukan apa pun dan memikirkan yang terbaik demi perusahaannya. Itu menguntungkan organisasi. Terlebih lagi diyakini bahwa salah satu sumber keunggulan kompetitif perusahaan terletak pada manusianya, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang menjadikan pembeda pada perusahaan tersebut. Konsekuensinya, untuk mendapatkan pekerja yang berkomitmen, perusahaan harus menunjukkan komitmen kepada pekerjanya.

Lebih substantif adalah paradigma yang menempatkan SDM sebagai aset yang paling berharga, bukan biaya yang membebani. Menempatkan SDM sebagai aset yang berharga dan mampu memberikan nilai tambah bagi organisasi berarti lebih memahami pekerja secara personal, sebagai subjek. Lebih lanjut, pergeseran dalam paradigma pengelolaan SDM juga menggambarkan bahwa individu seharusnya menonjolkan apa yang menjadi kontrak psikologisnya dengan perusahaan ketimbang menggalang kekuatan melalui serikat buruh sambil berharap suaranya akan terwakili di sana. Kontrak psikologis itu pula yang hendaknya dapat ditangkap perusahaan guna memahami pekerjanya sebagai individu yang utuh.

Rosseau (dalam Brinner dan Conway, 2005) menjelaskan bahwa kontrak psikologis adalah keyakinan individu akan adanya hubungan timbal balik antara dirinya dan perusahaan tempat dia bekerja bahwa hal tersebut memengaruhi sikap, perilaku, dan pikiran individu ketika bekerja. Kontrak psikologis mengandung pengharapan atas apa yang akan dia berikan (pemikiran, keterampilan, usaha, dan kemampuan) dengan timbal balik yang akan diperoleh.

Dalam implementasinya, penempatan pekerja sebagai mitra strategis perusahaan masih menimbulkan kekhawatiran. Meningkatnya posisi tawar dapat mengarah kepada tuntutan yang semakin kompleks dari pekerja kepada perusahaannya. Terdapat beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan untuk menunjukkan bahwa pekerja adalah mitra strategis, pertama dengan memahami apa yang menjadi kontrak psikologis mereka.

Perusahaan tidak perlu berfokus bahwa pekerja hanya mengharapkan imbalan ’’materi’’ semata, tetapi melalui upaya menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Misalnya, memberikan apresiasi kepada pekerja, komunikasi yang lebih terbuka, otonomi dan dukungan perusahaan yang bertujuan agar individu lebih nyaman dalam bekerja.

Kedua, pekerja sendirilah yang harus meningkatkan posisi tawar. Jika pekerja masih meyakini dirinya sebagai objek, itu justru semakin melemahkan posisinya. Untuk meningkatkan posisi tawar di hubungan kerja, pekerja perlu menyadari bahwa mereka juga memiliki kontrak psikologis. Mereka harus yakin bahwa dengan memberikan sesuatu kepada perusahaan, posisi tawar akan meningkat.

Keahlian, keterampilan, dan pengetahuan adalah modal yang berharga dan unik yang dimiliki oleh setiap pekerja adalah nilai tambah bagi perusahaan.

Pekerja harus yakin atas modal-modal yang dimiliki diikuti dengan kemauan yang tinggi untuk meningkatkan kapasitasnya.

Jika pekerja terus berupaya meningkatkan kemampuannya, isu outsourcing tidak perlu dikhawatirkan. Pekerja-pekerja portofolio dengan modal yang terus ditingkatkan memungkinkan posisi tawarnya juga meningkat tidak secara vertikal pada satu perusahaan saja akan tetapi sangat mungkin untuk naik diagonal lintas perusahaan.

Pada akhirnya, upaya meningkatkan posisi tawar pekerja justru merupakan upaya strategis dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Dari sisi pekerja, meningkatkan nilai tawar merupakan misi pribadi sekaligus memiliki nilai kontribusi dalam meningkatnya martabat bangsa menjadi bangsa yang lebih dihargai oleh negara lain. Buruh menjadi mitra strategis adalah pilihan yang sangat mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar