Selasa, 19 Mei 2015

Masih Diliputi Kerentanan

Laporan Diskusi Panel Ahli Ekonomi Kompas
( "Bagaimana agar Target Pertumbuhan Ekonomi 2015 Tercapai?" )

Masih Diliputi Kerentanan

Dewi Indriastuti   ;  Wartawan Kompas
KOMPAS, 19 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Dalam beberapa waktu terakhir, negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi atau pasar yang bertumbuh bersiap menghadapi risiko akibat membaiknya perekonomian Amerika Serikat. Indonesia, sebagai salah satu pasar yang bertumbuh, turut bersiap menghadapi kemungkinan naiknya suku bunga Bank Sentral AS (The Fed).

Jika suku bunga The Fed, yang saat ini 0,25 persen, naik, hampir dipastikan dana-dana investor yang semula ditanamkan di negara-negara pasar yang bertumbuh akan bergerak ke AS. Risiko pembalikan dana secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar itu bisa memengaruhi pasar keuangan Indonesia. Apalagi, porsi kepemilikan asing di pasar obligasi Indonesia cukup besar.

Berdasarkan catatan Kompas, kepemilikan asing terhadap surat berharga negara per 29 April 2015 adalah Rp 507,6 triliun. Jumlah ini setara dengan 38,6 persen dari posisi saat ini surat berharga negara (SBN).

Data Neraca Pembayaran Indonesia menunjukkan porsi modal asing dalam penanaman modal asing (PMA) dan portofolio di Indonesia cukup besar. Pada 2014 modal asing yang masuk melalui PMA, yang lebih lama investasinya, sebesar 25,686 miliar dollar AS. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yang 23,407 miliar dollar AS. Namun, peningkatan lebih signifikan terjadi pada investasi portofolio, dari 12,148 miliar dollar AS pada 2013 menjadi 23,407 miliar dollar AS pada 2014.

Indonesia memang sudah bersiap-siap menghadapi risiko ini, antara lain dengan menaikkan suku bunga acuan (SBA) Bank Indonesia secara bertahap sejak Juni 2013. Saat ini SBA BI 7,5 persen. Diyakini bahwa dengan suku bunga sebesar itu, Indonesia memiliki daya tahan memadai terhadap risiko pembalikan modal investor asing.

Hingga kini The Fed belum menaikkan suku bunga. Risiko pembalikan modal belum dihadapi hingga saat ini. Namun, tahun ini Indonesia berhadapan dengan faktor global lain, antara lain terus merosotnya harga komoditas, turunnya harga minyak dunia, dan tertahannya perekonomian Tiongkok.

Sebagai negara yang sampai saat ini masih bergantung pada ekspor komoditas, Indonesia harus menghadapi kenyataan merosotnya nilai ekspor. Mengutip data Bloomberg yang dikemukakan pembicara dalam diskusi panel Kompas, harga batubara per 31 Maret 2015 turun 14,9 persen dibandingkan dengan harga pada 31 Desember 2014. Pada periode yang sama harga minyak sawit mentah turun 7,2 persen, harga karet turun 6,5 persen, dan harga timah turun 6,5 persen.

Bisa dapat untung

Harga komoditas yang turun itu antara lain akibat merosotnya permintaan dunia. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok, sebagai salah satu importir komoditas, tahun ini diperkirakan tak sekuat tahun-tahun sebelumnya. Padahal, selama ini Tiongkok merupakan negara tujuan ekspor nirmigas terbesar Indonesia.

Dampak melambatnya perekonomian Tiongkok menjadi "hanya sekitar 7 persen" pada 2015 sudah mulai terlihat pada kinerja ekspor Indonesia triwulan I-2015. Pada Januari-Maret 2014, ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok sebesar 4,933 miliar dollar AS. Namun, pada Januari-Maret 2015, merosot menjadi 3,132 miliar dollar AS, atau anjlok 36,51 persen dalam setahun.

Dari sisi harga minyak dunia yang merosot, Indonesia justru bisa mendapatkan keuntungan. Pada triwulan I-2015, nilai impor minyak dan gas Indonesia mencapai 6,102 miliar dollar AS. Jumlah itu turun 44,53 persen dibandingkan dengan kurun Januari-Maret 2014 yang sebesar 11,002 miliar dollar AS.

Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Meskipun secara umum nilai tukar mata uang dunia cenderung melemah terhadap dollar AS, pelemahan rupiah patut diwaspadai terkait utang luar negeri Indonesia, khususnya utang swasta.

Per Februari 2015 utang luar negeri Indonesia sebesar 298,888 miliar dollar AS. Jumlah itu terdiri dari utang luar negeri pemerintah dan swasta 134,755 miliar dollar AS serta utang swasta 164,133 miliar dollar AS. Utang swasta tersebut sekitar 54,9 persen dari total utang luar negeri Indonesia.

Dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, begitu pula Indonesia, kinerja korporasi tidak akan terlalu cemerlang. Utang bisa menjadi satu ancaman tersendiri. Dengan segala faktor yang disebut tadi, cukuplah kiranya bahwa Indonesia-seperti halnya negara-negara pasar yang bertumbuh lain-akan diliputi kerentanan. Kondisi rentan inilah yang harus diubah agar menjadi lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar