Laporan Diskusi
Panel Ahli Ekonomi Kompas
( "Bagaimana agar Target Pertumbuhan Ekonomi 2015 Tercapai?"
)
Membangun
Organisasi Staf yang Solid
Ninuk Mardiana Pambudy ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS, 19 Mei 2015
Hasil
evaluasi terhadap enam bulan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla adalah pelemahan pertumbuhan ekonomi. Indonesia bukan
satu-satunya negara yang mengalami pelambatan di tengah situasi ekonomi
global saat ini yang sedang lesu.
Di
tengah optimisme tinggi yang selalu dimunculkan Presiden melalui
pernyataan-pernyataannya bahwa pemerintah akan segera melaksanakan
janji-janji kampanye dalam menggerakkan roda ekonomi, juga muncul sikap
kritis masyarakat, tecermin dari kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintah.
Survei Kompas akhir April lalu memperlihatkan, masyarakat paling merasa tidak
puas pada capaian bidang ekonomi.
Salah
satu sorotan adalah pada tata kelola pemerintahan, terutama koordinasi dan
komunikasi di dalam Kabinet Kerja. Banyak menteri tampak bekerja keras,
tetapi seolah tanpa bingkai. Belum terlihat jelas arah, tujuan, dan strategi
mencapai tujuan yang oleh Presiden-Wapres disebutkan sebagai pertumbuhan
ekonomi 7 persen pada 2019. Yang sering tampak adalah sikap reaktif
pemerintah.
Saat ini
muncul wacana mengganti sejumlah menteri yang dianggap tidak menunjukkan
kinerja memuaskan. Namun, proses pergantian tersebut tidak mudah meskipun
dalam sistem presidensial Presiden memiliki wewenang penuh.
Para
menteri di Kabinet Kerja sebagian berasal dari partai politik yang mendukung
Presiden-Wapres, sementara Presiden bukan pimpinan parpol atau pimpinan
organisasi kemasyarakatan yang kuat yang dapat meningkatkan daya tawar
politik.
Kalaupun
mendapat dukungan dari partai-partai pengusung, suara di Dewan Perwakilan
Rakyat, partai-partai pendukung tidak mencapai separuh meskipun selama enam
bulan berjalannya pemerintahan nyaris tak ada ketegangan berarti antara
Presiden yang didukung Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih.
Mengganti
para menteri tidak serta-merta menyelesaikan persoalan bila Presiden masih
dibelenggu kepentingan parpol pendukung. Pada sisi lain, selain memilih
orang-orang tepat pada posisi pas, Presiden-Wapres juga perlu menjelaskan
secara gamblang visi dan tujuan Nawacita yang kemudian diterjemahkan ke dalam
program kerja dan strategi mencapai tujuan.
Organisasi utuh dan solid
Seperti
sebuah orkestra, kunci penting sebuah pertunjukan musik yang berhasil
tergantung pada konduktor. Untuk berhasil, konduktor dibantu organisasi
pendukung yang jelas tujuan dan fungsinya. Pilihan orang-orang yang mengisi
organisasi tersebut ditentukan belakangan setelah tujuan dan fungsi
organisasi ditetapkan.
Dalam
menjalankan roda pemerintahan Presiden juga memerlukan organisasi pendukung,
terutama yang berhubungan langsung dengan kegiatan sehari-hari Presiden dan
Wapres. Organisasi staf kepresidenan tersebut berperan seperti leher bagi
Presiden sebagai kepala. Karena itu, perlu ditetapkan fungsi organisasi dan
baru kemudian diisi orang-orang yang kompeten di bidangnya.
Organisasi
ini berperan memberi masukan kepada Presiden mengenai perkembangan situasi
politik, ekonomi, dan sosial-budaya secara rutin termasuk tentang keputusan
yang akan diambil Presiden. Dengan demikian, tidak terulang lagi Presiden
mengatakan tidak mengetahui isi keputusan yang dia tanda tangani.
Fungsi
penting organisasi ini adalah menjaga konsistensi dan sinkronisasi kebijakan
presiden serta mengomunikasikannya dengan para pembantu yang lain, yaitu para
menteri dan kepala lembaga, sehingga semua memiliki pemahaman sama tentang
kebijakan Presiden. Dengan demikian, sinyal yang muncul dari Istana dipercaya
dan meyakinkan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Sayangnya,
saat ini organisasi yang ada justru terlihat bertumpang tindih, saling
berebut peran. Kurang terkoordinasinya dan lemahnya komunikasi dalam Kabinet
Kerja terlihat dari, antara lain, kebijakan riset dan industrialisasi untuk
meningkatkan daya saing industri tekstil dan agribisnis sampai setelah enam
bulan belum terlihat.
Penjelasan
mengenai konsep pembangunan maritim dan tol laut sampai kini belum gamblang.
Bahkan rencana pemerintah membuka investasi di pulau-pulau kecil kepada
investor asing pun menimbulkan tanda tanya besar ketika dikaitkan dengan
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Begitu juga janji menertibkan berbagai
peraturan dan perundangan yang saling bertumpang tindih belum terlihat
programnya dalam enam bulan. Yang muncul justru tuduhan campur tangan
pemerintah dalam urusan internal parpol.
Munculnya
wacana mengocok ulang Kabinet Kerja dan kepala lembaga yang dianggap tidak
cocok di posisi saat ini dapat menjadi momentum untuk juga menyempurnakan
organisasi staf kepresidenan karena perannya yang esensial. Termasuk
pembagian tugas lebih besar kepada Wapres untuk membantu Presiden
menggerakkan lebih kencang roda perekonomian. Untuk ini harus ada rasa saling
percaya.
Kebutuhan
adanya organisasi staf kepresidenan yang tidak bertumpang tindih serta
pembagian kerja antara Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh dikalahkan
oleh kepentingan orang per orang atau kelompok. Presiden memerlukan pembantu
yang utuh, solid, yang dari waktu ke waktu secara cepat memberi pandangan,
koreksi, dan pertimbangan komprehensif guna mencegah timbul atau berlarutnya
masalah. Hal ini menyangkut daya saing Indonesia di dunia internasional.
Presidenlah
pengendali tertinggi dan penanggung jawab gerak pembangunan nasional. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar