Senin, 11 Mei 2015

Ancaman Anggaran Pertahanan Tiongkok

Ancaman Anggaran Pertahanan Tiongkok

Darma Agung  ;  Pemerhati Isu Pertahanan;
Alumnus Universitas Pertahanan Indonesia
KOMPAS, 11 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Perbandingan anggaran pertahanan Tiongkok dengan negara lainnya dilihat dari berbagai aspek menunjukkan bahwa anggaran pertahanan Tiongkok memang cukup besar.

Meskipun hal tersebut merupakan konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan penguatan sektor anggaran pertahanan merupakan kebijakan Tiongkok terkait stabilitas kawasan dan integritas teritorial. Akan tetapi, pengaruhnya terhadap negara lain merupakan ancaman tersendiri terhadap stabilitas kawasan.

Menilik data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), anggaran pertahanan Tiongkok mengalami peningkatan secara signifikan yang pertumbuhannya melesat sejak 2005 hingga sekarang. Peningkatan tersebut telah melampaui anggaran pertahanan Jepang yang selama ini mendominasi anggaran pertahanan terbesar di kawasan sejak pasca-Perang Dingin (1989).

Kesenjangan antara anggaran pertahanan Tiongkok dengan negara lain di kawasan terlihat sangat lebar. Bahkan, sejak 2011, baik secara nominal maupun konstan, anggaran pertahanan Tiongkok merupakan anggaran terbesar jika dibandingkan dengan total gabungan anggaran pertahanan Jepang, Korea Selatan, India, dan Vietnam, negara-negara yang selama ini menjadi rival tradisional Tiongkok. Namun, secara rasio persentase terhadap PDB, anggaran belanja pemerintah, dan per kapita, anggaran pertahanan Tiongkok masih kalah apabila dibandingkan dengan negara lainnya.

Rata-rata persentase anggaran pertahanan Tiongkok terhadap PDB sejak pasca-Perang Dingin cenderung stabil, yaitu 1,97 persen. Rata-rata persentase tersebut lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata persentase anggaran pertahanan Brunei, Pakistan, Singapura, Korea Selatan, India, Vietnam, terhadap PDB setiap negara, dan hanya sedikit lebih besar dibandingkan dengan Australia (1.93 persen). Jika diubah tahun dasarnya ke 2000, posisi Tiongkok hanya kalah dari Singapura, Pakistan, Brunei, India, dan Korea Selatan.

Hanya, jika menggunakan acuan rata-rata persentase anggaran pertahanan terhadap anggaran belanja pemerintah sejak 1989, persentase anggaran pertahanan Tiongkok (11 persen) hanya lebih rendah dari Singapura (24 persen) dan Pakistan (18 persen). Sementara India memiliki rata-rata persentase yang sama dengan Tiongkok.

Tiongkok sering kali menggunakan luas wilayahnya sebagai dalih besaran anggaran pertahanannya dan menggunakan rasio anggaran pertahanan per kapita untuk menunjukkan bahwa anggaran pertahanan mereka relatif kecil dan tidak pantas dianggap sebagai ancaman oleh negara lainnya. Penyangkalan juga didasari atas ketiadaan hubungan sebab-akibat jika dikaitkan pengadaan senjata oleh Tiongkok dengan pengadaan senjata yang dilakukan negara lain. Di lain sisi, banyak yang menyoroti perubahan anggaran pertahanan Tiongkok yang menaikkan anggaran untuk kepentingan riset dan kesejahteraan prajuritnya.

Sejarah konflik

Pendekatan rivalitas berdasarkan pola sejarah sengketa militer antarnegara sejak 1945 menunjukkan Tiongkok merupakan negara dengan jumlah konflik terbesar dengan negara tetangga di kawasan.

Jika pola rivalitas antarnegara ini kemudian diasumsikan sebagai pola musuh potensial sebuah negara, secara jejaring anggaran pertahanan di kawasan, Tiongkok merupakan ancaman bersama.

Anggaran pertahanan Tiongkok dipersepsikan sebagai ancaman karena hubungan antarnegara di Asia cenderung dipengaruhi oleh pola permusuhan, rivalitas, dan sejarah konflik pada masa lalu, yang kemudian diinterpretasi sebagai persepsi ancaman dan ketakutan. Pada negara yang memiliki hubungan anggaran pertahanan, sengketa wilayah dan hubungan tidak harmonis pada masa lalu yang belum terselesaikan turut memperburuk persepsi suatu negara terhadap negara lain sehingga setiap upaya memperkuat negara di sektor militer dapat diartikan sebagai sebuah upaya yang mengancam.

Dari hasil riset pribadi, anggaran pertahanan Tiongkok diketahui memengaruhi anggaran pertahanan Korea Selatan, India, Pakistan, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, Indonesia, Australia, sekaligus menempatkan Tiongkok sebagai sentralitas jejaring anggaran pertahanan di kawasan. Hubungan sebab-akibat ditunjukkan pada anggaran pertahanan Tiongkok dengan Australia, Tiongkok dengan Pakistan, Tiongkok dengan Korea Selatan, dan Tiongkok dengan Vietnam. Hubungan anggaran pertahanan Tiongkok dan Pakistan merupakan pengecualian karena kedua negara terlibat dalam berbagai kerja sama di bidang pertahanan.

Ketidakpastian dari intensi dibalik peningkatan anggaran pertahanan, diikuti kemajuan teknologi militer, penguatan pertahanan maritim, dan berbagai aksi Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan merupakan sorotan terhadap Tiongkok sebagai ancaman di kawasan atau bukan.

Pakar hubungan internasional, Profesor Amitav Acharya, menyatakan bahwa kekhawatiran terhadap Tiongkok didasari atas ketidakpastian arah perkembangan Tiongkok sebagai kekuatan besar regional dan global "... uncertainty in the form of Tiongkok's behaviour once she attained her great power status. Will she conform to international or regional rules or will she be a new military power which acts in whatever ways she sees fit."

Proses sekuritisasi isu anggaran pertahanan kemudian melahirkan pemahaman kolektif terkait negara yang menjadi ancaman bersama di kawasan. Hal ini kemudian ditunjukkan dalam hubungan anggaran pertahanan antarnegara, di mana anggaran pertahanan suatu negara dimaknai sebagai ancaman eksternal, seperti yang terjadi pada Tiongkok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar