Komunitas
Batu Akik
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
|
KORAN SINDO, 29 Mei 2015
Saya tidak ahli dan
tidak pula hobi mengumpulkan batu akik, tetapi senang mendengar cerita dan
obrolan seputar batu akik mulai dari kalangan sopir-sopir sampai artis dan
politisi. Bahkan juga teman dosen. Faktor pertama yang saya nilai positif
adalah menciptakan lapangan kerja, melahirkan pusaran ekonomi baru, serta
menambah pengetahuan betapa kayanya ragam bebatuan di bumi Nusantara ini.
Tampaknya terjadi
pergeseran sikap masyarakat terhadap batu akik. Dulu batu akik sering
diasosiasikan dengan pandangan mistis. Batu akik mengandung kekuatan gaib,
misalnya saja kesaktian atau pengasihan. Orang berburu batu akik yang bisa
mendatangkan aura agar orang lain terpikat atau takluk pada pemakainya.
Makanya batu akik dikategorikan sebagai jimat.
Sampai sekarang pun
masih banyak orang memitoskan batu akik khususnya jenis batu yang dianggap
memiliki khasiat mendatangkan keberuntungan. Meski begitu yang saat ini
mengemuka dan heboh di masyarakat cenderung sekadar mode.
Artinya batu akik
sebagai perhiasan dan koleksi. Harganya pun berkisar mulai puluhan ribu,
ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Beberapa daerah asal yang diperebutkan
misalnya saja dari Ambon, Garut, Aceh, Bengkulu, Kalimantan.
Pusat-pusat perajin
batu akik bermunculan. Bahkan dijual juga gerinda alat pemotongan dan
penghalusan batu untuk dijadikan mata cincin dengan ukuran yang dikehendaki.
Tak pelak lagi maraknya jual beli batu akik ini telah menciptakan karya seni
dan ekonomi kreatif bagi rakyat. Saya sendiri sering mendengar cerita jual
beli akik yang dilakukan sopir saya, Toni. Keuntungan tidak seberapa, tetapi
lumayan untuk menambah penghasilan dan punya topik obrolan baru, katanya.
Daripada ngegosip.
Kita tidak tahu sampai
kapan batu akik naik daun dan meramaikan pasar. Semoga saja berlangsung
terus. Kalau saja kalangan selebritas ikut mempromosikan dengan mengenakan
cincin berbatu akik secara berganti-ganti, pasti rakyat akan ikut-ikutan.
Adanya batu akik yang
bisa menyembuhkan penyakit, secara rasional, mudah dijelaskan. Mungkin sekali
ada bebatuan yang mengandung zat kimia tertentu dan punya daya medis yang
menyembuhkan bagi pemakainya. Kebetulan saja cocok dengan penyakit yang
diderita. Jadi itu semata interaksi alami, tak ada faktor magisnya. Berbagai
obat itu pun asalnya dari bumi. Bebatuan itu juga dari bumi. Sangat mungkin
terdapat jenis bebatuan yang mengandung obat melalui sentuhan kulit manusia.
Atau mengeluarkan energi penyembuh ketika memperoleh cahaya matahari.
Naiknya posisi batu
akik ini konon ceritanya bermula dari hadiah Pak Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama berupa batu akik jenis
bacan berwarna hijau berasal dari Maluku dan ketika dipakai telah mengundang
perhatian para wartawan foto. Sejak itu batu akik menjadi booming. Bahkan ketika diselenggarakan
Konferensi Asia Afrika (KAA) belum lama ini, para delegasi KKA masingmasing
diberi cendera mata berupa batu akik Indonesia.
Yang pasti sekarang
bermunculan perajin dan pedagang batu akik karbitan sekalipun dalam batas
skala ekonomi kecil. Meski begitu denyutnya telah meramaikan wacana dalam
komunitas pencinta batu akik berkat dukungan media massa.
Orang bilang, kita
kembali ke zaman batu, tapi tidak sembarang batu karena batu akik yang heboh
sekarang ini telah mendapat sentuhan seni dan teknologi modern. Namun ada
juga suara lain, mencuatnya batu akik ini merupakan sindiran alam bahwa hati
kita telah membatu. Tak lagi memiliki getaran kepekaan terhadap berbagai
penyimpangan dan kerusakan moral yang terjadi di sekeliling kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar