Kedaulatan
dalam Perjanjian Investasi
Abdulkadir Jailani ; Direktur Perjanjian Ekonomi, Kementerian
Luar Negeri
|
KOMPAS, 27 Mei 2015
Artikel AJ ini telah dimuat di KORAN SINDO 26 Mei 2015
http://budisansblog.blogspot.com/2015/05/kedaulatan-dalam-perjanjian-investasi.html
Peninjauan kembali
semua perjanjian investasi internasional yang sedang dilakukan pemerintah
sebenarnya merupakan suatu upaya untuk menyeimbangkan kepentingan
perlindungan hak investor asing dengan kepentingan negara dalam menegakkan
kedaulatannya.
Menteri Luar Negeri
dalam pembukaan Regional Interactive
Meeting on Investment Treaty di Jakarta pada 20 Januari 2015 menegaskan
bahwa tujuan utama peninjauan kembali tersebut adalah menjamin agar
kewenangan negara dalam menjalankan kebijakan pembangunan nasional tidak
terganggu ketentuan-ketentuan perjanjian investasi internasional (PII).
PII adalah suatu
perjanjian antarnegara yang mengatur tentang perlindungan terhadap investor
asing di suatu negara. Elemen-elemen perlindungan yang diberikan dalam
perjanjian investasi antara lain mencakup prinsip nondiskriminasi, standar
minimum perlakuan terhadap investasi asing, kewajiban untuk tidak melakukan
nasionalisasi dan juga mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dengan
negara melalui arbitrase internasional.
Langkah peninjauan
kembali tersebut diambil karena akhirakhir ini gugatan investor asing
terhadap negara ke arbitrase internasional, termasuk terhadap Pemerintah
Indonesia, cenderung semakin meningkat. Gugatan tersebut umumnya ditujukan
terhadap kebijakan pembangunan nasional diambil oleh suatu negara, misalnya
gugatan Newmont terhadap penerapan undang-undang minerba.
Selain itu, sebagian
besar ketentuan-ketentuan dalam PII yang dibuat pada 1970-1990-an tersebut
sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini yang lebih memerlukan
investasi asing dan memberikan kontribusi kepada pembangunan nasional
(misalnya Indonesia saat ini lebih memerlukan investasi di bidang
infrastruktur daripada investasi di bidang eksploitasi sumber daya alam).
Perlindungan dalam PII yang ada saat ini sangat luas dan mencakup semua jenis
investasi baik yang bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi tujuan pembangunan
nasional.
Hak berlebihan
Untuk itu, pemerintah
perlu secara mendalam melihat kembali setiap ketentuan dalam PII yang telah
memberikan hak yang terlampau luas dan berlebihan. Hak-hak investor asing
dalam PII selama ini dapat membatasi kedaulatan dan kemandirian negara dalam
menentukan kebijakan pembangunannya.
Pemerintah perlu
mengupayakan agar PII juga memuat kewajiban-kewajiban tertentu yang harus
dipenuhi investor asing. Selain memuat kewajiban untuk mematuhi semua
peraturan perundangan nasional, investor asing juga perlu diwajibkan
untuk bertindak sesuai prinsip tata
kelola perusahaan yang baik, pembangunan berkelanjutan serta memenuhi semua
tanggung jawab sosial bersama lingkungannya.
PII generasi baru
seyogianya juga memuat aturan yang mendukung upaya pemerintah dalam
mengembangkan ekonomi kerakyatan. Hak negara untuk memberikan perlakuan
khusus terhadap investor lokal sesuai amanat konstitusi atau peraturan
perundangan nasional lainnya (misalnya penerapan UU hortikultura) perlu
dinyatakan secara tegas. Di samping itu, PII juga harus menegaskan hak negara
untuk mengambil kebijakan khusus guna melindungi moralitas, ketertiban umum,
kesehatan, lingkungan hidup, dan mencegah praktik bisnis yang curang.
Langkah terpenting
yang perlu dilakukan dalam proses peninjauan kembali adalah mengubah
ketentuan mengenai penyelesaian sengketa antara investor asing dengan
pemerintah. Investor asing seyogianya tidak diberi hak untuk secara langsung
mengajukan gugatan di arbitrase internasional tanpa memerlukan persetujuan
sebelumnya dari pemerintah.
Mekanisme penyelesaian
sengketa tersebut perlu disesuaikan kembali dengan Pasal 32 Ayat 4 UU
Penanaman Modal. Sesuai dengan ketentuan tersebut, suatu sengketa akan
diselesaikan melalui mekanisme arbitrase internasional apabila investor asing
dan Pemerintah Indonesia membuat suatu persetujuan khusus secara tertulis
guna menyerahkan sengketa dimaksud ke arbitrase internasional. Ketentuan
seperti ini diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan mekanisme penyelesaian
sengketa melalui arbitrase internasional oleh investor nakal.
Pemerintah tidak perlu
mengkhawatirkan kemungkinan dampak negatif proses peninjauan kembali tersebut
terhadap arus modal asing ke Indonesia. Sepanjang peraturan perundangan
nasional masih terus memberikan perlindungan yang memadai dan iklim investasi
masih tetap kondusif. Arus modal asing tidak terpengaruh oleh proses
tersebut. Berbagai kajian ilmiah dan pengalaman beberapa negara menunjukkan
bahwa keberadaan suatu PII tidak memiliki korelasi langsung dengan penanaman
modal asing di Indonesia.
Faktor penentu
Kenyataan menunjukkan
bahwa keputusan investor asing untuk melakukan investasi lebih banyak
ditentukan oleh stabilitas politik, potensi pertumbuhan ekonomi, ketersediaan
infrastruktur dan pertimbangan-pertimbangan komersial lainnya. Jadi,
keberadaan rezim PII bukan yang utama.
Tidak adanya hubungan
antara keberadaan PII dengan masuknya modal asing didasarkan pada fakta yang
terjadi di beberapa negara. Meskipun sejauh ini Brasil sama sekali tidak
terikat oleh PII, angka investasi asing di negara tersebut jauh malampaui
Indonesia yang memiliki 69 PII.
Jumlah investasi asing
di Singapura juga jauh lebih tinggi dibanding Indonesia meskipun negara
tersebut hanya memiliki 44 PII. Walaupun saat ini Afrika Selatan juga telah
meninjau kembali semua PII, angka investasi asing ke Afrika Selatan juga
tidak terpengaruh kebijakan baru Afrika Selatan di bidang investasi.
Dengan demikian,
Pemerintah Indonesia perlu segera menuntaskan proses peninjauan kembali PII
dan menerapkannya secara konsisten. Ketentuan-ketentuan PII yang memberikan
hak yang terlampau luas kepada investor perlu diseimbangkan dengan
kewajibannya.
Di samping memuat
secara tegas semua kewajiban investor, PII generasi baru seyogianya juga
mengatur secara jelas mengenai kedaulatan negara dalam mengambil kebijakan
sesuai strategi pembangunan nasional. Selain itu, proses peninjauan kembali
perlu menyesuaikan mekanisme penyelesaian sengketa antara investor asing
dengan pemerintah dengan ketentuan UU No 25/ 2007 tentang Penanaman Modal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar