Ijazah
Palsu dan Pembajakan UUD 1945
Siti Muyassarotul Hafidzoh ; Peneliti pada Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
|
MEDIA INDONESIA, 28 Mei 2015
KASUS ijazah palsu masih menjadi batu
sandungan dalam proses kemajuan pendidikan di Indonesia. Kasus terbaru
terungkap dari razia Menristek Dikti, M Nasir. Ia yang menemukan kasus ijazah
abal-abal dalam suatu perguruan tinggi baru-baru ini. Tragedi ijazah palsu
sebenarnya bukan `lagu' baru dan sudah menjadi bisnis dalam dunia pendidikan.
Ternyata, kasus ijazah palsu sudah banyak beredar dengan gamblang di berbagai
situs di internet. Sebuah situs yang bermain dalam bisnis itu mengaku bisa
membuat ijazah palsu untuk level S-1, S-2, Akta IV, dan Toefl. Iklannya pun
sangat bombastis.
Banderol harga yang diberikan pelaku
bergantung pada tingkat pendidikan yang di minta. Semakin tinggi level gelar,
makin banyak pula si pemesan ijazah abal-abal itu dalam mengorek isi
kantongnya. Level S-1, misalnya, dipatok harga Rp12,5 juta-Rp17,5 juta, bergantung
pada nama universitas dan jurusan yang diinginkan. Sementara itu, untuk S-2
berkisar Rp18 jutaRp27,5 juta.
Berbagai situs di internet juga menyajikan
banyak pilihan, sesuai dengan selera pemesan. Semua disajikan secara gamblang
tanpa ditutuptutupi sedikit pun.
Pendidikan bukan pasar
Ijazah abal-abal sudah diperjualbelikan untuk
memenuhi selera nafsu dan mencederai hakikat pendidikan kita. Itu merupakan
bentuk nyata pembajakan UUD 1945. Pendidikan menjadi ajang `jual beli' persis
seperti di pasar. Yang ditawarkan di situ sesuai dengan selera setiap orang,
bukan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional kita. Karena terjebak dalam
proses `jual beli', pendidikan menjadi pasar yang menghalalkan segala cara
untuk menyukseskan hal yang diinginkan.
Pendidikan kita bukanlah pasar. Tragedi jual
beli ijazah saja sudah terlarang, apalagi itu ijazah palsu alias
abal-abal.Komersialisasi atau praktik jual beli ijazah palsu benarbenar telah
merusak tatanan pendidikan kita. Bukan itu saja, jual beli ijazah palsu juga merusak
mental masyarakat Indonesia. Praktik demikian itulah yang merusak karakter
bangsa sehingga bangsa ini selalu dihinggapi berbagai keraguan dan kepalsuan
dalam tingkah laku berbangsa dan bernegara.
Menurut Prof Irwan Prayitno (2010), prinsip
pendidikan kita ialah prinsip nirlaba. Prinsip nirlaba mestinya menjadi ruh
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional sehingga diharapkan bisa mencegah
terjadinya praktik komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan. Prinsip
nirlaba dalam penyelenggaraan pendidikan menekankan bahwa kegiatan pendidikan
tujuan utamanya tidak mencari laba, tetapi sepenuhnya untuk kegiatan
meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.
Peraturan perundang-undangan dalam sistem
pendidikan nasional mestinya dapat mengatur bahwa segala kekayaan dan
pendapatan dalam pengelolaan pendidikan lembaga pendidikan dan satuan
pendidikan dilakukan secara mandiri, transparan, dan akuntabel, serta
digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kepentingan peserta didik
dalam proses pembelajaran, pelaksanaan pendidikan, penelitian, pengabdian
kepada masyarakat bagi satuan pendidikan tinggi, dan peningkatan pelayanan
pendidikan.
Menegakkan UUD 1945
Jelas sekali bahwa praktik jual beli ijazah
mencederai UUD 1945. Simak saja ketegasan UUD 1945 (versi amendemen), Pasal
31 Ayat 3 yang menyebutkan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang.“ Pasal 31 Ayat 5 UUD 1945 juga menyebutkan “Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.“
Penjabaran UUD 1945 tentang pendidikan
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Pasal 3 UU itu
menyebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.“
Saatnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) melakukan koordinasi yang tepat dengan kepolisian RI untuk
mengusut tuntas berbagai tragedi jual beli ijazah palsu. Pemerintah butuh
terobosan-terobosan spektakuler sehingga kasuskasus yang mencederai spirit
UUD 1945 itu segera berakhir dan pendidikan nasional kita bersegera mencetak
kaderkader unggul yang akan membawa perubahan mendasar untuk Indonesia.
Penegakan tujuan pendidikan dalam UUD 1945
menjadi agenda serius bagi Kemendikbud. Hal itu disebabkan bukan kasus jual
beli ijazah palsu saja yang merusak pendidikan kita, melainkan banyak kasus
lain yang juga sangat serius, misalnya, banyaknya korupsi yang dilakukan kaum
berdasi. Penegakan pendidikan karakter harus segera dijadikan kampanye besar-besaran
di semua lembaga pendidikan dan perguruan tinggi. Pendidikan karakter akan
menjadikan bangsa ini kembali bermartabat sesuai dengan spirit Pancasila dan
UUD 1945. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar