Penanganan
Komprehensif Rohingya
Arif Havas Oegroseno ; Duta Besar RI untuk Uni Eropa
|
KOMPAS, 27 Mei 2015
Debat nasional di
Indonesia soal pengungsi Rohingya saat ini hanya berkutat pada masalah
penyelamatan manusia yang telantar di laut. Alasannya adalah kemanusiaan,
ratifikasi atau tidak Konvensi Pengungsi 1951, dan masalah penempatan mereka
di negara ketiga.
Hal-hal tersebut
penting, tetapi tidak strategis dan kurang inovatif. Kita tidak boleh
melupakan akar masalah Rohingya, yaitu konflik antara etnik Muslim Rohingya
dan etnik Buddha Rakhine yang mengemuka sejak 1942. Puncaknya adalah konflik
pada 2012 dengan korban 192 orang meninggal, 265 orang cedera, 8.614 bangunan
hancur, 32 masjid dan 22 biara dibakar, serta 100,000 orang mengungsi.
Selama akar masalah
ini tidak diselesaikan, soal-soal penerapan hukum internasional hanyalah
debat akademik, tidak memberikan penyelesaian permanen dan kita tidak bisa
berharap pengungsi Rohingya tidak akan mendarat lagi di perairan dan pulau
dalam wilayah Indonesia.
Indonesia bisa
menunjukkan kepemimpinannya dengan membantu menyelesaikan masalah ini pada
akarnya. Dalam hal ini Indonesia memiliki enam modal kuat.
Kekuatan Indonesia
Satu, Indonesia
memiliki pengalaman sebagai mediator konflik yang rumit, seperti inovasi
Indonesia dalam menyelenggarakan Cocktail Party dan Jakarta Informal Meeting
pada 1980-an yang berhasil menyelesaikan konflik Indochina dan menciptakan
perdamaian di Asia Tenggara. Indonesia juga menjadi mediator antara
Pemerintah Filipina dan MNLF dalam meredakan konflik di Mindanao.
Dua, Indonesia juga
berpengalaman menerima mediator asing dalam penyelesaian konflik internal
Indonesia di Aceh yang berlangsung puluhan tahun. Model penyelesaian Aceh
telah menjadi salah satu model penyelesaian sengketa yang menjadi rujukan
dunia.
Tiga, Indonesia
berpengalaman mengelola konflik bilateral yang sensitif, yakni pembangunan
kembali hubungan dengan Timor Leste pasca kemerdekaan Timor Leste.
Empat, Indonesia
berpengalaman mengelola dan-yang lebih penting lagi-menyelesaikan soal
pengungsi Vietnam dengan jumlah hampir seperempat juta orang di Pulau Galang
melalui mekanisme pertemuan internasional di Geneva.
Lima, Indonesia telah
mematahkan mitos bahwa demokrasi tidak bisa tumbuh di negara Muslim. Islam
Nusantara adalah kiblat peradaban Islam dan jembatan perdamaian dunia.
Kehidupan umat Islam dan umat beragama lain, seperti Buddha, yang sangat baik
dan dapat menjadi rujukan untuk meredakan konflik Rohingya-Rakhine.
Enam, Indonesia
memiliki kemitraan komprehensif dengan Uni Eropa dan AS yang dewasa ini
menjadi tumpuan bantuan ekonomi Myanmar. Kerja sama segitiga atau segiempat
dapat memberikan tekanan kepada Myanmar guna menyelesaikan masalah ini.
Tidak ada satu pun
negara ASEAN yang memiliki credentials ini. Bahkan, tidak ada satu pun negara
Asia yang memiliki modal solid ini sehingga langkah kepemimpinan Indonesia
dalam membantu menyelesaikan masalah Rohingya di akar masalahnya seharusnya
telah dilakukan.
Dalam hal ini,
Indonesia dapat melakukan beberapa langkah strategis, antara lain
menyelenggarakan pertemuan regional masalah Rohingya yang menghadirkan negara
yang terkait, seperti Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Banglades, serta
negara donor, seperti Uni Eropa dan AS, tetapi tidak Australia, karena
kebijakan anti asingnya. Juga, organisasi internasional lain, seperti UNCHR,
IOM, Bank Dunia, dan ADB.
Mediasi
Indonesia juga dapat
menggunakan mekanisme di bawah Bali Democracy Forum, yakni Institute of Peace
and Democracy, guna memulai mediasi antara Rakhine dan Rohingya. Tokoh-tokoh
lintas agama dari NU, Muhammadiyah, dan pimpinan agama Buddha dapat memainkan
peran penting dalam proses ini.
Pertemuan mediasi di
sekitar Borobudur-Prambanan dengan kunjungan ke Masjid Kotagede dapat membuka
wawasan dan hati etnik Rakhine dan Rohingya dalam menyelesaikan sengketa yang
sudah puluhan tahun.
Indonesia perlu segera
mengambil kepemimpinan penyelesaian masalah ini. Apabila tidak, negara lain
yang akan mengambilnya, seperti pertemuan di Malaysia beberapa waktu lalu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar