Kinerja
Menteri Susi dalam Angka
Kadir Ruslan ; Bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS)
|
KORAN TEMPO, 25 Mei 2015
Belakangan
ini, isu perombakan kabinet (reshuffle) bertiup semakin kencang. Kinerja
sejumlah menteri Kabinet Kerja dinilai tidak memuaskan. Meski lumrah,
reshuffle galibnya tidak hanya didasarkan pada pertimbangan politik, apalagi
semangat bagi-bagi kekuasaan. Dalam masalah ini, evaluasi secara obyektif
terhadap kinerja menteri harus dikedepankan.
Berembus
kabar bahwa salah satu menteri yang bakal diganti adalah Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti. Jika isu tersebut menjadi kenyataan, tentu amat
disayangkan. Pasalnya, secara obyektif, Menteri Susi merupakan salah satu
menteri dengan kinerja terbaik.
Data
statistik merupakan instrumen paling ampuh untuk melakukan evaluasi dan
penilaian secara obyektif. Secara statistik, kinerja apik Menteri Susi
sedikitnya dapat ditunjukkan melalui tiga hal: pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) subsektor perikanan, peningkatan ekspor komoditas perikanan, dan
penurunan harga ikan segar.
Data
Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, pertumbuhan PDB subsektor
perikanan (year-on-year) sepanjang kuartal IV 2014 dan kuartal I 2015 paling
moncer dibanding subsektor lain yang tercakup dalam sektor pertanian—yang
meliputi subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan,
kehutanan, dan perikanan. BPS mencatat, pada kuartal IV tahun lalu,
pertumbuhan subsektor perikanan mencapai 8,91 persen dibanding kuartal yang
sama pada 2013. Padahal, pada saat yang sama, sektor pertanian hanya tumbuh
2,77 persen.
Sementara
itu, pada kuartal I 2015, PDB perikanan kembali tumbuh mengesankan—di tengah
perlambatan ekonomi nasional—dengan angka pertumbuhan mencapai 8,64 persen
dibanding kuartal yang sama pada 2014. Angka tersebut jauh di atas
pertumbuhan sektor pertanian yang hanya 3,80 persen.
Kinerja
pertumbuhan subsektor perikanan yang mengesankan tersebut sejatinya secara
tidak langsung memberi konfirmasi bahwa hasil tangkapan para nelayan terus
mengalami peningkatan secara signifikan, dan suplai ikan segar di pasar cukup
melimpah dalam enam bulan terakhir.
Tidak
mengherankan jika ikan segar termasuk komoditas kelompok bahan makanan yang
menyumbang deflasi (penurunan harga) cukup signifikan dalam dua bulan
terakhir. BPS melaporkan, pada Maret dan April 2015, komoditas ikan segar
menyumbang deflasi masing-masing sebesar 0,04 persen dan 0,02 persen.
Setali
tiga uang. Kinerja ekspor komoditas perikanan juga sangat mengesankan.
Bayangkan, BPS mencatat, pada kuartal I 2015 nilai ekspor perikanan sudah
menembus US$ 906,77 juta. Itu artinya, nilai ekspor perikanan pada 2014 yang
mencapai US$ 3,1 miliar kemungkinan besar bakal terlampaui.
Faktanya,
kinerja mengesankan Menteri Susi yang ditunjukkan oleh angka-angka statistik
juga sejalan dengan penilaian yang diberikan oleh publik. Hasil Survei Indo
Barometer yang dirilis pada April lalu, misalnya, menempatkan Menteri Susi
sebagai menteri berkinerja terbaik menurut persepsi publik dengan poin
sebesar 24,1 persen (CNN Indonesia, 6 April). Karena itu, jika memang
pemerintah benar-benar serius dan punya komitmen yang kuat meningkatkan
kinerja sektor kelautan dan perikanan, Menteri Susi semestinya tetap
dipertahankan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar