KPK
Itu Aset Reformasi
Mohamad Sobary ; Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga
Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi
|
KORAN SINDO, 27 Mei 2015
Tiap kali menoleh ke
masa pemerintahan Orde Baru, kita berhadapan dengan suatu masa yang
didominasi kegelapan. Di berbagai sektor kehidupan, kegelapan itu berarti
ketakutan. Gelap dan takut itu warna dominan di zaman itu.
Tata kehidupan politik
memang stabil karena pemerintah sendiri serbapenuh ketakutan kalau stabilitas
tak terjaga. Stabilitas menjadi ukuran pencapaian target pemerintah yang
nilainya tinggi sekali. Tapi kita tidak lupa, untuk mencapai stabilitas
politik itu banyak warga negara, terutama para politisi, kaum intelektual,
ulama, orang-orang media massa, dan siapa saja yang bersuara lain, dan berani
menyimpang dari garis yang ditetapkan pemerintah, dia musuh pemerintah.
Tuduhan PKI efektif sekali untuk membungkam suara bebas yang berani berseberangan
dengan rezim militeristik itu.
Pada titik akhir masa
pemerintahan itu, bahkan ketika Pak Harto masih cukup kuat, suasana jenuh,
perasaan bosan, kemarahan, dan tuntutan perubahan, mulai merayap dari hati ke
hati, dari pemikiran ke pemikiran untuk mencari ruang kebebasan. Orang mulai
bicara mengenai public sphere,
ruang publik yang bisa menampung aspirasi bersama. Tuntutan ini bergerak
pelan. Tapi tiap saat, dari hari ke hari, hidup kita diwarnai gerak ini.
Pemerintah yang
didukung militer yang kuat lama-lama tak berdaya menghadapi gerakan tersebut.
Mula-mula mereka tak percaya bahwa ada yang berani melakukan gerakan menuntut
perubahan. Itu tidak mungkin. Siapa yang berani menghadapi risiko tindakannya
sendiri? Dia bakal mati konyol.
Dalam masa reformasi
itu memang banyak warga negara yang mati. Dan kelihatannya kematian mereka
itu konyol. Tapi karena mereka ikut arus perubahan zaman yang sedang mencari
dunia baru yang menyenangkan bagi masa depan bangsa, semoga mereka mati
sahid. Dalam perjuangan seperti itu tidak ada yang hanya berakhir konyol.
Gerakan itu tampak
bukan hanya pada wujud lahiriah ketika suatu kerumunan menguasai jalanan, dan
membikin kemacetan. Gerak menuju dunia baru yang menyenangkan itu juga bukan
hanya tampak ketika mahasiswa memanjat dan menduduki atap gedung DPR di
Senayan. Juga bukan hanya barisan yang mendekati Istana, atau tempat-tempat
strategis yang merupakan simbol pemerintahan.
Semua itu penting dan
masing-masing turut menentukan ke mana gelombang baru yang menuntut perubahan
itu harus bergerak dan berhenti. Sekecil apa pun suara tuntutan, bahkan
andaikata diungkapkan hanya melalui sebait pendek puisi, dia tetap penting.
Ringkas cerita, semua kekuatan, besar atau kecil, berhasil mengakhiri
pemerintahan Pak Harto. Tetapi gelombang yang menuntut perubahan itu bergerak
terus -menerus. Sampai beberapa tahun sesudah zaman Orde Baru berakhir, gerak
menuntut perubahan itu terus berlanjut.
Sesudah ”goro-goro”
yang mengguncangkan bumi dan langit, dan dewa-dewa pun kebingungan,
pelan-pelan kehidupan ditata ulang. Tidak ada yang kelihatan sangat
berpengalaman menata kembali kehidupan seperti itu. Banyak pihak hanya
bermodal hati baik, niat baik dan aspirasi untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik. Niat baik yang memandu aspirasi bersama itu modal utama kita.
Kemudian muncul
gagasan mengenai perlunya KPK dibikin. Saat itu, antara tahun 2001- 2002,
semangat kita menjulang tinggi ke langit. Gagasan membentuk KPK mendapat
sambutan hangat dari semua kalangan di dalam masyarakat. Lalu disusun langkah
dan strategi pemilihan komisioner dan ketuanya.
Berbagai persyaratan
menuju pemilihan yang bersih dan transparan disusun. Panitia seleksi pun
dipilih dengan cara sangat terbuka. Di sana tidak ada semangat demi kawan.
Cita-cita besar kita demi bangsa dan negara. Kawan, saudara, sahabat, tidak
relevan sama sekali. Di dunia yang kotor ini, anehnya, kita bersih.
Mungkin karena
kesadaran bahwa dunia di sekitar sudah terlalu kotor maka kita tidak boleh
ikut kotor. Kita sudah terbiasa pula menjaga diri dari debu, dari comberan
dan segenap najis yang tak boleh menodai tubuh kita. Jadi dalam momentum
pendek ketika kita memilih panitia seleksi, dan kemudian ketika panitia
seleksi memilih para komisioner, kita harus membuat diri kita bersih.
Dan itu ternyata
dimungkinkan. Bersih di tengah kekotoran itu bukan perkara mustahil.
Semangat kita sama
hebatnya dengan jiwa dan semangat para pendahulu yang mendirikan negara ini.
Kita memiliki tokoh-tokoh yang bagus di negeri kita ini. Mereka mengabdi dan
membantu mencapai tujuan reformasi. Kita yakin seyakin yakinnya bahwa bila
urusan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi diserahkan pada
lembaga-lembaga yang sudah ada, reformasi tak mungkin mencapai apa yang
hendak dicapai.
KPK dibentuk. Dan
terbentuklah sudah. Kita lalu memiliki lembaga terhormat, hasil keputusan
bangsa kita sendiri, dipimpin bangsa kita sendiri. Para pimpinan itu dipilih
dengan cermat dan demokratis oleh wakil-wakil bangsa kita sendiri pula.
KPK bukan gagasan satu
kelompok elite, kecil, terbatas, yang kesepian. KPK merupakan aset reformasi,
dan memanggul mandat reformasi. Artinya KPK memanggul mandat yang
dipercayakan seluruh bangsa.
Jika ditarik garis
lurus, dengan warna tebal yang jelas, kelihatan oleh kita bahwa KPK itu
sambungan aspirasi rakyat yang bergerak mencari ruang publik demi kebebasan
sejak zaman Orde Baru dulu. Gerak perubahan itu berlanjut ke zaman reformasi,
yang kemudian membentuk KPK. Jika ditanya, siapa yang merasa aspirasinya
diwakili KPK, niscaya mayoritas, di atas 99%, angkat tangan dan mengatakan
tanpa keraguan bahwa diri mereka diwakili KPK.
Mungkin, maaf, maling,
garong, kecu , berandal, begal, dan kawan-kawannya, golongan kecil di dalam
masyarakat kita, bukan hanya menyatakan KPK tak mewakili kepentingan mereka,
melainkan jelas, KPK musuh utama mereka.
Di seluruh dunia, di
mana ada warna putih, di situ selalu ada warna hitam, di mana ada orang baik
di situ ada orang jahat. Orang baik selalu berhadapan dengan orang jahat.
Orang baik suka lengah dan wataknya memang mudah lengah. Orang jahat selalu
waspada.
Kelengahan berhadapan
dengan kewaspadaan saja sudah berat urusannya. Apalagi orang jahat yang
waspada itu juga punya watak licik, culas, siap menipu, dan siap menelikung
kaki lawan. Siapa saja yang menghalangi mereka dianggap lawan. Dan lawan juga
harus dibunuh. Dibunuh itu tidak hanya berarti secara harfiah orang
dihilangkan nyawanya. Orang baik yang tiba-tiba diborgol juga berarti
dibunuh.
Harga dirinya dibunuh.
Kejujurannya dibunuh. Integritas moralnya dibunuh. Keberaniannya dibunuh.
Jadi, kita tidak bisa hanya menjadi sekadar orang baik. Orang baik itu sudah
baik di dalam dirinya sendiri. Tetapi belum baik untuk menjadi pansel KPK,
komisioner KPK, staf umum dan juru bicara KPK. Di sana orang harus baik,
harus berpikir taktis, harus bertindak strategis dan tak mudah ditipu oleh
keculasan para bandit, kecu, maling, garong, perampok, begal, dan sejenisnya.
KPK itu aset reformasi
dan memanggul mandat suci reformasi. Kesucian di dalam diri mereka, dan dalam
misi mereka, membuat mereka tak mudah tertipu. Bekerja dalam kesucian itu
kemuliaan yang tak usah diragukan. Koruptor yang dilawan KPK memang banyak.
Tapi rakyat yang mendukungnya jauh lebih banyak.
Sebagai aset
reformasi, KPK kuat dan agung. Terkutuklah mereka yang memusuhinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar