Pembubaran
Petral
Marwan Batubara ; Direktur Eksekutif IRESS
|
KORAN SINDO, 28 Mei 2015
Direktur Utama
Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan bulan Mei 2015 ini Pertamina memulai
proses penghentian kegiatan dan likuidasi Pertamina Energy Trading Ltd.
(Petral) dan perusahaan yang ada dalam grup Petral (13/5/2015). Dwi
mengatakan, pembubaran grup Petral akan didahului dengan uji tuntas keuangan
dan legal serta audit investigasi yang segera dilakukan. Dengan pembubaran
Petral maka kegiatan bisnis Petral menyangkut ekspor-impor minyak mentah dan
produk kilang akan sepenuhnya dijalankan Pertamina melalui integrated supply
chain (ISC).
Sejak Januari 2015 ISC
sudah mulai menggantikan peran Petral. Karena itu, bersamaan dengan program
efisiensi lainnya, Pertamina berhasil melakukan efisiensi hingga USD22 juta.
“Kami melihat bahwa peran Petral sudah tidak lagi signifikan dalam proses
bisnis di Pertamina,” kata Dwi. Terkait proses likuidasi Petral, Dwi
mengatakan sudah berkomunikasi dengan Dewan Komisaris (Dekom) Pertamina, dan
telah mendapat dukungan. Sebelum pembubaran, Direksi Pertamina pun telah
melapor dan mendapat dukungan kuasa pemegang saham, Menteri BUMN, Rini
Mariani Soemarno.
Rini mengatakan
pembubaran Petral diharapkan membuat kinerja perusahaan makin efisien dan
bisnisnya makin besar. Rini mengaku mendapat pesan dari Presiden Joko Widodo
agar audit investigasi dilakukan sebelum likuidasi, dengan target April 2016.
Rini meminta transparansi proses audit atas Petral, Pertamina Energy Services
Pte Ltd (PES) yang berkedudukan di Singapura, dan Zambesi Investments Limited
(ZIL) yang bermarkas di Hong Kong.
Semula pembubaran grup
Petral merupakan salah satu alternatif yang diusulkan Tim Reformasi Tata
Kelola Migas, di samping alternatif lain berupa pembubaran Petral dan ZIL,
dan mempertahankan PES. PES perlu dipertahankan karena dibutuhkan Pertamina
sebagai trading arm untuk memasok kebutuhan minyak dan BBM Indonesia maupun
bagi kebutuhan negara lain. Ternyata langkah yang diambil adalah membubarkan
seluruh grup Petral, karena ingin mengakhiri berbagai persepsi negatif yang
selama ini melekatpada Petral. Padahal, saat ini pun telah berkembang
persepsi bahwa mafia minyak dapat berpindah ke perusahaan (trading arm) baru
yang akan segera didirikan oleh Pertamina.
Selama ini Petral/PES
disebut-sebut merupakan tempat bercokolnya mafia minyak yang berburu rente
melalui KKN dalam bisnis minyak di Indonesia.
Pada saat kampanye
Pilpres 2014-2019 tahun lalu tim sukses dan Jokowi-JK sendiri menyatakan akan
membubarkan Petral jika menang pilpres. Pada akhir 2014 rencana pembubaran
surut, terutama setelah adanya penjelasan manajemen Pertamina tentang peran
positif yang dijalankan PES dalam perdagangan minyak dan BBM bagi Pertamina.
Itulah sebabnya mengapa muncul alternatif kedua berupa pembubaran Petral dan
penerusan operasi PES.
Manfaat PES
Dalam buku Transformasi Menuju World Class Energy
Company Komisaris Utama (Komut) Pertamina Sugiharto menyatakan Petral
memang banyak dicurigai sebagai sarang mafia, tetapi sekaligus dibutuhkan.
Sejak 2012 hingga 2014, di samping sukses menjalankan fungsi memenuhi kebutuhan
minyak mentah dan BBM Pertamina, PES berhasil meraih penghargaan “Top 1000
Companies Ranked by Sales” di Singapura pada urutan ke-15 pada 2011, ke-8
(2012), ke-6 (2013) dan ke-7 (2014). Pada 2013 Petral/PES berhasil
mempertahankan status Global Trade Program, sehingga memperoleh insentif
tarif corporate income tax sebesar 5% dibanding tarif yang berlaku sebesar
17%.
Dalam kondisi negara
yang sudah menjadi negara net importir sejak 2004, kebutuhan minyak mentah
dan BBM terus meningkat. Hal ini membuat Pertamina perlu mendekatkan diri
dengan pasar guna memenuhi kebutuhan minyak nasional. Untuk itu Pertamina
sangat tepat memanfaatkan PES sebagai trading arm yang berada di Singapura
sebagai salah satu pusat perdagangan minyak dunia. Dengan kedudukan tersebut
PES mampu mengakses sumber informasi, berperan sebagai trader dengan selain
Pertamina, sekaligus berfungsi mencari sumber minyak dan BBM di pasar global
sesuai konfigurasi kilang Pertamina.
Singapura dipilih
sebagai basis lokasi PES karena merupakan pusat perdagangan barang dan jasa
di Asia-Pasifik. Singapura tempat berkumpul para pemasok minyak mentah dan
BBM, yang ditunjang lembaga keuangan, sarana penyimpanan, pelabuhan, legal
system dan trustee yang andal dan kondusif. Tingkat suku bunga Singapura juga
cukup rendah. Selain itu, Singapura menyediakan akses informasi harga secara
online melalui “Platt Windows”, kemudahan menjalin jaringan dengan national
oil companies (NOC), international oil companies (IOC), global trader,
international blender, dll.
Dalam hal permodalan
dan kebutuhan dana, Singapura berada pada posisi keempat terbaik di dunia
sehingga mendukung kebutuhan pendanaan PES dalam membeli minyak periode
harian, mingguan, enam bulanan atau tahunan. Singapura pun merupakan pasar
terbesar untuk paper trading dalam rangka lindung nilai komoditas maupun mata
uang. Adapun biaya LC per transaksi 1/36%, hanya setengah biaya LC Jakarta
yang besarnya 1/18%. Dana yang dapat diutilisasiPESdari 18perbankan mencapai
USD5,13 miliar.
Bubar Saja Tidak Cukup
Memperhatikan berbagai
keuggulan yang dimiliki Singapura, sulit bagi Indonesia menyaingi Singapura
dalam perdagangan minyak dan BBM. Sejalan dengan itu PES pun tampaknya layak
dipertahankan. Namun, karena pemerintah menganggap masalah persepsi negatif
tentang mafia dalam Petral dan PES perlu dihilangkan, serta kuatnya keinginan
memberantas mafia tersebut, maka PES pun tetap akan dibubarkan. Meskipun
untuk itu ada beberapa kerugian yang akan ditanggung seperti naiknya pajak
perusahaan menjadi 17%, biaya pembubaran Petral sekitar USD70 juta,
berkurangnya dukungan pendanaan, dll.
Kuatnya keinginan
pemerintah untuk memberantas dan menghukum mafia minyak melalui audit
investigatif dan due diligence aspek finansial dan legal grup Petral tentu
pantas diapresiasi. Namun, proses tersebut harus dilakukan dengan transparan
oleh lembaga terkait dan relevan, seperti BPK, BPKP dan auditor independen.
Agar tidak seperti banyak hasil audit BPK yang dipetieskan selama ini, DPR
dan publik perlu memantau dan menjamin agar seluruh temuan hasil audit berupa
pelanggaran hukum maupun potensi kerugian negara harus benar-benar
ditindaklanjuti. DPR, lembaga penegak hukum dan publik harus mengamankan agar
temuan audit tidak menjadi alat barter kasus.
Sambil menunggu proses
investigasi dan audit Petral, sudah seharusnya pemerintah menerapkan prinsip
good corporate governance (GCG) di ISC dan Pertamina secara menyeluruh. Jika
ingin memberantas mafia, langkah yang diambil tidak cukup hanya dengan membubarkan
Petral tanpa penegakan GCG. Buktinya, ISC toh masih sempat membeli minyak
Sonangol yang bermasalah.
Bahkan lebih dari itu,
pemerintah pun perlu segera menjadikan Pertamina sebagai non listed public
company sebagaimana pernah digagas oleh Menteri BUMN 2004-2009 Sofyan Djalil
dan Wapres 2004-2009 Jusuf Kalla. Guna perbaikan yang menyeluruh di Pertamina
sebagai NOC Indonesia, maka sekaranglah saatnya gagasan tersebut diwujudkan.
Selain menumpas para
koruptor yang bersarang di Petral, pemerintah pun seharusnya mengusut KKN
yang terjadi di SKK Migas dan sektor hilir migas.
Berbagai kasus telah
terungkap baik oleh BPK maupun dari persidangan Kepala SKK Migas Rudi
Rubiandini.
Sebenarnya dapat
dikatakan dugaan korupsi dan adanya mafia tidak hanya terjadi di Petral,
tetapi hampir di seluruh lini sektor migas nasional. Oleh sebab itu, sudah
selayaknya pemerintah tidak membatasi diri hanya mengusut kasus Petral,
tetapi juga kasus-kasus lain yang terjadi di KESDM, BP/SKK Migas, BPH Migas,
dll. Bukti-bukti awal untuk itu pun telah tersedia. Untuk itu pemerintah
perlu melakukan investigasi menyeluruh dengan mengerahkan aparat penegak
hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung, serta bekerja sama pula dengan KPK,
BPK, dll. Sejalan dengan itu, perlu dilakukan perbaikan tata kelola dengan
segera menegakkan prinsip GCG di BUMN, SKK Migas dan KESDM. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar