Mereka
Tak Pernah Menyesal
Khaerudin dkk. ; Wartawan
Kompas
|
KOMPAS, 26 Mei 2015
"Saat kami mendaftar sebagai calon pimpinan,
sudah dilakukan penelusuran rekam jejak oleh para panitia seleksi. Pak
Patrialis saat itu menjadi salah satu anggota pansel, melihat sendiri berkas
kami. Kemudian pansel memberikan berkas itu ke kepolisian dan kejaksaan. Kami
dinyatakan bersih. Kami terpilih. Lalu tiap ada masalah yang berkaitan dengan
penegak hukum yang kami tangani, selalu berakhir seperti ini." (Ketua KPK nonaktif Abraham Samad)
Pernyataan
di atas disampaikan Ketua KPK nonaktif Abraham Samad saat bersaksi dalam
sidang uji materi terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi yang diajukan Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang
Widjojanto di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (25/5). Uji materi ini
bagian dari ikhtiar mereka untuk terus berjuang memberantas korupsi.
Mereka
harus menghadapi persoalan hukum begitu mengusut kasus-kasus dugaan korupsi
yang melibatkan pejabat tinggi. Hal ini bukan yang pertama kali dialami
pimpinan KPK.
Sejumlah
unsur pimpinan KPK periode kedua (2007-2011), yaitu Antasari Azhar, Bibit
Samad Rianto, dan Chandra Hamzah, juga sempat mengalami hal serupa pada 2009.
Ketika itu, mereka tengah mengusut kasus aliran dana Yayasan Pengembangan
Perbankan Indonesia dan sejumlah kasus lain.
"Saya
tidak pernah menyesal menjadi Ketua KPK walau akhirnya tidak baik. Sebab,
tidak ada yang salah saya kerjakan ketika menjadi Ketua KPK," kata
Antasari Azhar seperti ditirukan pengacaranya, Boyamin Saiman, di Jakarta,
baru-baru ini.
Antasari
divonis 18 tahun penjara karena dinyatakan terlibat pembunuhan berencana
terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen pada 2009.
Sampai saat ini, perkara itu masih menyimpan sejumlah pertanyaan.
Antasari
sebenarnya sudah sejak Oktober 2008 mendapat firasat bakal dikerjai terkait
dengan kiprahnya sejak menjabat Ketua KPK. Dia merasakan, setiap dirinya
berjalan-jalan ke mal pun selalu ada yang mengikuti. Bahkan, teror mulai
masuk ke telepon genggamnya secara bertubi-tubi.
"Misalnya, jangan sok jago lu berantas korupsi. Terus, kita tahu
di mana semua anak lu sekolah. Tapi, saya pikir ini hanya gertak saja," kata
Antasari seperti dituturkan Boyamin.
Ikut
terlibat langsung memberantas korupsi di negeri ini bisa jadi menjadi jalan
kebenaran bagi siapa pun di KPK yang pernah merasakan risiko pahitnya
dikriminalisasi. Itu pula yang diyakini mantan Wakil Ketua KPK Chandra
Hamzah. Chandra juga sempat menjalani penahanan pada 2009.
Chandra
bersama mantan Wakil Ketua KPK periode kedua, Bibit Samad Rianto, pernah
ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang. Ketika itu, KPK tengah
menyelidiki kasus korupsi terkait skandal Bank Century. Saat menyelidiki
kasus tersebut, rekaman pembicaraan telepon mantan Kepala Bareskrim Polri
Komisaris Jenderal Susno Duadji tersadap KPK.
"Tidak
boleh ada kata-kata menyesal atas hal-hal yang menurut kita baik, yang kita
telah lakukan. Menyesal hanya boleh untuk hal yang tidak kita lakukan,"
kata Chandra.
Satu hal
yang membuat Chandra belajar banyak dari pengalamannya dikriminalisasi adalah
elite kekuasaan masih belum siap jika korupsi dikikis habis dari bumi
Indonesia. Pengalaman dikriminalisasi menjadi hal terberat selama dirinya
menjadi komisioner KPK. "Hal terberat selama saya memimpin KPK. Praktis
hampir dua tahun tersita banyak energi untuk mengatasi hal tersebut. Yang
saya rasakan adalah kami disuruh negara untuk memberantas korupsi, sementara
ditembaki dari garis belakang," katanya.
Mempertanyakan niat
Dugaan
kriminalisasi yang terus menjadi ancaman bagi pegawai dan pimpinan KPK
sebagai risiko mengusut kasus korupsi ini semestinya menjadi renungan siapa
pun yang menjadi penguasa negeri ini. Apabila kriminalisasi terhadap pegawai dan
pimpinan KPK terus terjadi karena mereka mengusut korupsi elite kekuasaan,
sudah layak dipertanyakan niat mereka menjadikan Indonesia negeri yang bebas
dari korupsi. "Apakah kita memang sepakat KPK perlu ada atau tidak.
Janganlah kita berpura-pura punya niat memberantas korupsi," kata
Chandra.
Mereka
yang yakin akan jalan kebenaran tak pernah takut terhadap risiko
dikriminalisasi. Bambang Widjojanto sampai sekarang tetap tegar menghadapi
usaha melemahkan upayanya memberantas korupsi di negeri ini. Keluarganya pun
telah siap dengan risiko yang dia hadapi.
Sehari
sebelum Bambang ditangkap, Januari lalu, dia dan istrinya mengumpulkan
anak-anak di kamarnya. Mereka sengaja berbincang bersama di atas tempat
tidur. Kepada anak istrinya, Bambang menuturkan, ada kemungkinan dirinya
bakal ditangkap polisi setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan
sebagai tersangka. Dia sempat menyampaikan apa saja yang mungkin disasar
polisi untuk dijadikan tersangka.
Istri
dan anak-anaknya pun lalu memahami firasat tersebut sebelum akhirnya
merelakan bahwa itu mungkin bagian dari risiko perjuangan Bambang dalam upaya
pemberantasan korupsi. Bambang sempat diperiksa sampai tengah malam di
Bareskrim Polri. Namun, polisi tidak menahannya setelah sejumlah unsur
pimpinan KPK menjaminkan diri kepada penyidik.
Namun,
upaya tersebut tidak berhenti begitu saja. Tiba-tiba, penyidik Polri
menangkap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, di rumahnya pada suatu malam.
Novel meyakini, pengusutan kembali kasus penganiayaan tersangka pencuri
sarang burung walet saat dirinya menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal
Kepolisian Resor Bengkulu pada 2004 berkait erat dengan kasus yang
ditanganinya. Novel merupakan kepala satuan tugas penyidikan kasus dugaan
korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri dengan
tersangka mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Mereka
semua tak menyesal mengabdikan diri kepada negeri melalui KPK. Sampai kini,
mereka masih terus berjuang. ●
(Khaerudin/Riana
Ibrahim/Adi Prinantyo)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar