Siapa
Menghipnotis Anda?
AS Laksana ; Sastrawan, Pengarang, Kritikus Sastra
yang dikenal aktif menulis di berbagai media cetak
nasional di Indonesia
|
JAWA POS, 25 Mei 2015
ADA
cerita lucu dari Richard Feynman (1918–1988), peraih Nobel Fisika pada 1965,
tentang bagaimana kita secara melingkar-lingkar menyampaikan ketidaksanggupan
kita untuk mengerjakan sesuatu. Ia menceritakan hal itu dalam sebuah fragmen
di bukunya, Surely You’re Joking, Mr.
Feynman! dan menggambarkan secara menarik melalui pengalaman sendiri,
proses yang berlangsung di dalam pikiran.
Pada
setiap Rabu di Princeton Graduate College, Amerika, ada kuliah umum dari
pembicara tamu dan suatu saat seorang pembicara memberikan kuliah tentang
puisi. Ia membawakan materi tentang struktur puisi dan emosi-emosi yang
terkandung di dalamnya dan orang ini, tampaknya, gemar mencacah apa saja,
termasuk puisi, ke dalam berbagai macam pengelompokan. ’’Tidak berbeda dengan
matematika,’’ katanya. ’’Bukankah begitu, Dr Eisenhart?’’
Dr
Eisenhart, dekan pascasarjana dan profesor matematika, melemparkan pertanyaan
itu kepada Feynman. ’’Saya justru ingin tahu pendapat Feynman tentang puisi
berkaitan dengan fisika teoretis,’’ ujarnya.
Menyambut
lemparan tersebut, secara spontan Feynman mengatakan, ’’Ya, keduanya sangat
berkaitan. Dalam fisika teoretis, kata sebanding dengan rumus matematika. Dan
perumpamaan yang tepat bagi struktur puisi adalah kesalingterkaitan teoretis
antara bla-bla-bla... dan apa saja.’’ Dan ia menyampaikan sebuah perumpamaan
sempurna yang membuat mata pembicara tamu berbinar-binar bahagia.
Kemudiaan,
ia melanjutkan lagi, ’’Sebenarnya, entah apa pun yang Anda bicarakan tentang
puisi, saya akan bisa membuatkan perumpamaannya dengan sembarang hal. Persis
yang saya sampaikan barusan tentang puisi dan fisika teoretis. Dan saya pikir
perumpamaan semacam itu tidak ada faedahnya.’’
Pembicara
pada Rabu yang lain adalah seorang profesor psikologi yang membawakan kuliah
umum tentang hipnosis. Di aula tempat makan, dua pekan sebelum kuliah umum,
Pak Dekan mengatakan bahwa profesor psikologi itu nanti memperagakan hipnosis
dan ia memerlukan orang-orang yang bersedia menjadi subjek hipnosisnya.
Feynman, dengan rasa ingin tahu yang berkobar-kobar terhadap banyak hal,
mengajukan diri sebagai subjek. Ia ingin merasakan pengalaman dihipnotis.
Ada
beberapa orang yang menyediakan diri dan Feynman mendapat giliran pertama
untuk diuji apakah ia mudah menerima sugesti atau tidak. ’’Mata Anda tak bisa
dibuka,’’ kata profesor itu kepadanya.
Feynman
merasa pandangannya sedikit berkabut, tetapi ia yakin bisa membuka mata
dengan mudah sekali. Meski demikian, ia tidak membuka mata. ’’Jadi,
bagaimanapun, saya tidak bisa melakukan itu,’’ tulisnya. Dalam sesi pengujian
itu, Pak Profesor menyimpulkan bahwa Feynman adalah subjek yang baik dan
mudah dihipnotis.
Saat
peragaan di depan forum, Feynman merasa menyadari semua sugesti yang
diberikan kepadanya dan ia melakukan berbagai hal yang secara normal tidak
bisa ia lakukan. Ketika mengakhiri peragaan itu, Pak Profesor mengatakan,
’’Saat kembali ke tempat duduk, Anda tidak berjalan lurus menuju ke sana,
melainkan berjalan memutari ruangan ini untuk sampai ke kursi Anda.’’
Nah, ini
sudah keterlaluan, pikir Feynman. Sekali itu ia membuat keputusan untuk tidak
mengikuti apa yang disampaikan oleh sang hipnotis. Ia kemudian berjalan lurus
menuju ke kursinya, emoh mengikuti kata-kata orang itu. namun, di tengah
perjalanan ia merasa tidak enak dan kemudian memutuskan untuk mengambil jalan
memutar sebagaimana yang dikatakan Pak Profesor.
Seperti
Feynman dalam sesi hipnosis itu, kita juga sering merasa sanggup melakukan
sesuatu, tetapi kita tidak mau melakukannya. Kita ingin menggeleng, tetapi
kita justru menganggukkan kepala. Kita ingin melakukan satu hal, tetapi
merasa tidak enak kepada orang lain. Apa nanti kata orang jika saya
mengerjakan hal ini? Mungkin Anda juga seperti itu: menjadikan orang lain
sebagai faktor penentu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Kasus-kasus
semacam itu sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Seorang anak
menginginkan sesuatu yang tidak disetujui orang tuanya. Ia kemudian
mengorbankan keinginan sendiri demi mengikuti kemauan orang tua. Atau,
sebaliknya, orang tua menuruti saja kemauan si anak meskipun ia memiliki
keinginan yang berbeda. Ada banyak kasus di seputar kita bahwa orang
melakukan sesuatu bukan karena ia menginginkannya, melainkan karena
orang-orang lain menginginkan ia melakukan hal itu.
Empat
abad sebelum Masehi, Siddharta Gautama menyampaikan hal-hal mendasar mengenai
pikiran. Bagi dia, pikiranlah yang membentuk manusia dengan segala macam
perangainya. ’’Bukan lawan atau musuh yang mendorong manusia ke arah
kejahatan,’’ katanya, ’’melainkan pikirannya sendiri.’’ Dengan memusatkan
perhatian kepada pikiran, Gautama menyampaikan bahwa setiap orang adalah
penentu bagi kesehatan dan rasa sakitnya sendiri.
Sekiranya
Anda sedikit memahami hipnosis, Anda akan tahu bahwa situasi hipnotik bisa
terjadi kapan saja, tidak perlu kita duduk di kursi dan tertidur mendengarkan
seorang hipnotis menyampaikan sugesti-sugestinya kepada kita. Setiap ada satu
pemikiran tertentu yang terus-menerus menguasai benak Anda, maka saat itu
Anda terhipnotis. Dan dalam situasi hipnotik, apa-apa yang ada di dalam benak
Anda, cepat atau lambat, akan mewujudkan diri menjadi kenyataan.
Mengikuti
logika itu dan juga apa yang disampaikan Gautama bahwa manusia adalah apa
yang ia pikirkan terus-menerus mengenai dirinya, maka jika Anda terus-menerus
menyimpan pemikiran bahwa Anda orang yang celaka, cepat atau lambat Anda akan
mewujudkan diri menjadi seperti itu. Jika Anda terus-menerus menyimpan
pemikiran bahwa lingkungan di luar Anda dan kelompok adalah kaum yang sesat
dan perlu diluruskan atau bahkan diberantas, cepat atau lambat Anda akan
menjadikan diri Anda pemberantas kaum-kaum yang Anda anggap sesat.
Dalam
percobaan yang dilakukan Feynman untuk menjadikan dirinya subjek hipnosis,
kita mendapat pengetahuan yang membenarkan asumsi bahwa setiap hipnosis pada
dasarnya adalah self-hypnosis.
Feynman yakin bisa menolak semua sugesti yang disampaikan kepadanya. Tetapi,
ia tetap melakukan apa yang diminta oleh orang yang menghipnotisnya. Dalam
hal itu, Anda tahu, Feynman sendirilah yang mendorong dirinya agar mengikuti
apa-apa yang disampaikan oleh hipnotis. Bahkan, pada sugesti terakhir, ketika
sudah memutuskan secara tegas akan menolak permintaan sang hipnotis, ia
kemudian merasa tidak enak dan akhirnya mengikuti saja permintaan orang itu.
Dalam pengalaman
sehari-hari, orang yang menghipnotis Anda adalah tetangga kiri-kanan,
teman-teman, atasan, kawan sepergaulan, pemimpin kelompok, dan sebagainya.
Anda bisa melakukan apa yang Anda inginkan, tetapi Anda merasa tidak enak.
Anda
bisa membuat perumpamaan tentang pikiran sebagai apa saja dan Feynman tentu
bisa mengaitkan itu dengan fisika teoretis. Namun, ada satu perumpamaan yang
saya selalu ingat, yakni pikiran kita sebagai sebuah lahan kosong. Anda
adalah pemilik lahan itu. Namun, kalau Anda tidak merawat itu, orang-orang
lain akan memanfaatkan lahan tersebut untuk kepentingan mereka. Mereka akan
menggunakan lahan yang terbengkalai itu sebagai tempat pembuangan sampah. Di
antara gundukan sampah, kita akan melihat rumput liar, ilalang, dan
semak-semak tumbuh subur.
Anda
bisa menjadikan lahan itu taman bunga hanya jika Anda menanaminya dengan
benih bunga-bunga dan Anda rajin merawat serta menyirami tetanaman Anda. Anda
harus menyiangi tanaman-tanaman gulma, Anda harus menjaga bunga-bunga dari
hama dan gangguan-gangguan lainnya, dan itu semua memerlukan ketekunan dan
kesabaran untuk merawatnya setiap hari.
Emile
Coue, seorang terapis Prancis, menyodori kita sebuah prosedur yang bisa kita
gunakan untuk merawat pikiran kita setiap hari sehingga ia menjadi taman
bunga sebagaimana yang kita inginkan. Ia menyatakan, prosedurnya itu
otosugesti dan sangat mudah dijalankan. Anda hanya perlu menanamkan
pemikiran-pemikiran yang baik ke dalam kesadaran Anda setiap hari. Kalimat
standar dalam otosugesti Coue adalah ’’setiap hari, aku menjadi makin sehat
dalam segala hal.’’
Jika
Anda tertarik mengerjakan prosedur ini dan mau melakukannya dengan ringan
hati tidak peduli apa pun hasilnya, yang perlu Anda lakukan pada setiap malam
menjelang tidur hanyalah mengingat satu hal, ’’O, saya perlu menanamkan
kesadaran yang baik ke dalam benak saya.’’ Lalu, Anda mengulang-ulang tanpa
bunyi kalimat Emile Coue, ’’Setiap hari aku menjadi semakin sehat dalam
segala hal.’’ Dan Anda terus mengulang-ulang itu hingga Anda tertidur.
Begitupun
saat Anda bangun tidur. Begitu membuka mata, Anda ingat lagi, ’’O, saya perlu
menanamkan kesadaran yang baik ke dalam benak saya.’’ Dan, seperti pada malam
menjelang tidur, Anda mengulang-ulang kalimat standar Emile Coue selama
sepuluh sampai lima belas menit.
Anda
tidak perlu melakukan apa-apa jika Anda tidak tertarik dan, pada
kenyataannya, memang lebih mudah tidak melakukan apa-apa. Namun, jika Anda
tidak menyugesti diri Anda sendiri, orang lain yang akan menyusupkan
sugesti-sugesti mereka ke benak Anda. Mereka akan menjadikan Anda pembenci
kaum lain, atau menjadikan Anda orang yang tidak pedulian, atau mendorong
Anda menjadi orang yang ceriwis dan rajin mengomel, dan sebagainya. Anda
mungkin bisa menolak sugesti-sugesti dari orang lain, tetapi Anda memilih
mengikuti saja –dalam bahasa yang keartis-artisan: ’’Saya mengalir saja.’’
Sekiranya
Anda seperti itu, Richard Feynman membuat kesimpulan yang menarik setelah
pengalamannya dihipnotis. ’’Saya mendapati bahwa hipnosis adalah pengalaman
yang sangat menyenangkan. Saya bisa melakukan sesuatu, tetapi saya tidak mau
melakukannya. Itu adalah cara lain untuk menyampaikan bahwa kita tidak
sanggup mengerjakan apa-apa yang kita inginkan,’’ tulisnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar