Single
Pay System bagi Anggota Polri
Lukman Cahyono ; Komisaris Polisi, Pasis Sespimmen Polri
Dikreg 55
|
JAWA POS, 27 Mei 2015
PASCA berlakunya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), wacana
untuk mewujudkan single pay system bagi ASN yang terdiri
atas pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian
kerja (PPPK) begitu kuat. Walaupun dalam UU ASN masih menyebutkan adanya
tunjangan yang dibatasi menjadi dua jenis saja bagi PNS, yaitu tunjangan
kinerja dan tunjangan kemahalan, semangat untuk menyatukan gaji, tunjangan
kinerja, dan tunjangan kemahalan menjadi satu penghasilan PNS yang
terintegrasi masih diperjuangkan Kementerian PAN dan RB. Apalagi, selama ini
indikator pemotongan tunjangan kinerja masih didominasi tingkat kehadiran
ketimbang kinerja itu sendiri.
Single pay system yang digunakan
di beberapa negara seperti Amerika Serikat bahwa penghasilan seorang PNS
diberikan dalam bentuk produk tunggal, yaitu gaji saja. Tidak
ada gaji pokok dan tunjangan-tunjangan seperti yang berlaku di sini. Sistem tersebut memang
ideal dilihat dari sisi kacamata manajemen SDM bahwa gaji benar-benar
mencerminkan seluruh bobot jabatan yang diemban oleh seorang pegawai,
termasuk risiko jabatan yang dihadapi.
Wacana tersebut merupakan reaksi atas sistem
gaji PNS yang selama ini menggunakan pendekatan masa kerja dan
pangkat-golongan/ruang. Kenaikan gaji pokok berkala setiap tahun ditetapkan
berdasar inflasi walaupun tidak seluruhnya demikian. Persoalan
inti dari sistem yang berlaku selama ini adalah PGPS (pinter goblok [maaf]
penghasilan sama). Istilah PGPS itu sebenarnya merupakan pelesetan dari
istilah PGPS yang asli, yaitu peraturan gaji pegawai negeri sipil. Kata kunci
gaji dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah
’’adil dan layak’’ bahwa kata kunci tersebut ternyata juga termaktub dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri).
Lalu, bagaimana sistem
gaji yang berlaku bagi anggota Polri selama ini? Persis dengan PNS, sistem
gaji pokok anggota Polri juga menggunakan pendekatan masa kerja dan pangkat
sebagaimana terlihat pada Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2001
yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2014 tentang Peraturan Gaji Anggota Polri. Terdapat kenaikan gaji pokok
setiap tahun yang dikaitkan dengan inflasi, meskipun tidak selalu demikian.
Terdapat pula berbagai tunjangan, misalnya tunjangan keluarga, tunjangan
jabatan, dan tunjangan kinerja, yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2010 tentang Hak-Hak Anggota Polri. Sama dengan
jenis-jenis tunjangan yang diberikan kepada PNS selama ini. Dengan demikian,
PNS maupun anggota Polri memiliki masalah yang sama dalam sistem penggajian.
Dengan mengacu kepada wacana yang akan
diterapkan pada sistem penggajian PNS, bisakah hal itu diterapkan kepada
sistem penggajian anggota Polri? Jika mengacu kepada perundang-undangan yang
berlaku, jawabannya bisa, namun dengan merevisi 2
PP. Yaitu, PP No 42 Tahun 2010 dan PP No 29 Tahun 2001 jo PP
No 36 Tahun 2014 sebagaimana telah dijelaskan di atas.UU Polri sendiri hanya
mengamanatkan prinsip utama/filosofinya, yaitu harus ’’adil dan
layak’’. Dari perbandingan antara multipay system dan single
pay system, single pay system lebih kuat dalam memenuhi
syarat tersebut. Di manakah letak kuatnya?
Dalam single pay system,
organisasi dituntut untuk menyelaraskan visi-misi, program kerja, struktur
organisasi, analisis jabatan, dan evaluasi jabatan yang dimiliki. Ketika
analisis jabatan sudah dilakukan, didapat uraian jabatan dan syarat jabatan.
Kemudian, dalam rangka melaksanakan single pay system, perlu
dilakukan evaluasi jabatan yang merupakan kelanjutan dari analisis jabatan.
Pada evaluasi jabatan, tahapan yang dilalui
ialah melakukan pembobotan jabatan, pemeringkatan jabatan, dan penghitungan
untuk mendapatkan harga jabatan. Terdapat banyak metode dalam mengevaluasi
jabatan. Misalnya, menggunakan competency based human resources
management (CBHRM), factor evaluation system (FES),
dan HAY system. Meski demikian, secara keseluruhan, semua
menggunakan pendekatan point system. Yaitu, sistem
penghitungan gaji yang berdasar atas perkalian antara skor bobot jabatan dan
indeks. Indeks didapat dari pembagian antara upah minimum di suatu wilayah
dan bobot jabatan terendah di organisasi. Dengan begitu, jabatan yang sama di
wilayah yang berbeda dapat memiliki harga jabatan yang berbeda.
Mengacu kepada penjelasan tersebut, single
pay system memiliki keunggulan dalam hal efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas sebagaimana dimaksud ialah menjawab kebutuhan organisasi secara
efektif karena tingkat integrasi yang tinggi dengan unsur-unsur organisasi.
Efisiensi sebagaimana dimaksud adalah tidak diperlukan lagi
tunjangan-tunjangan yang tidak jelas ukuran penetapannya yang hanya akan
menjadi biaya bagi negara semata. Selain efektif dan efisien, prinsip
keadilan didapat dengan single pay system. Yaitu, equal
pay for equal work, sesuai dengan Konvensi ILO Nomor 100. Sementara itu,
prinsip kelayakan didapat dari perbedaan gaji pada jabatan yang sama di
wilayah yang berbeda berdasarkan inflasi (terkait dengan upah minimum setiap
wilayah).
Kesimpulannya adalah single pay system sejalan
dengan prinsip gaji yang ’’adil dan layak’’ sebagaimana diamanatkan UU Polri.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar