Reformasi
Kabinet
Miftah Thoha ; Guru Besar UGM;
Anggota Dewan Pakar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia
(MIPI)
|
KOMPAS, 26 Mei 2015
Berita
perombakan kabinet mulai berembus. Walau belum ada kabar pasti, tetapi dalam
susunan kabinet presidensial di negara kita, berita semacam itu merupakan isu
politik yang digemari.
Beberapa
tahun lalu isu perombakan kabinet selalu banyak diembuskan dari partai
politik, baik yang mendukung kabinet apalagi yang ada di luar kabinet. Bagi
partai pendukung, mereka merasa jatahnya di kabinet kurang, maka ada
kesempatan untuk menambah jatah menteri. Bagi partai di luar kabinet, mereka
senang karena siapa tahu diajak mendukung kabinet. Apalagi di dalam kabinet
presidensial tak dikenal kelompok oposisi, tetapi disebut kelompok
penyeimbang.
Kali ini
di kabinet Presiden Joko Widodo isu perombakan kabinet tampaknya tak hanya
kegemaran partai-partai politik, tetapi juga mulai menarik perhatian
masyarakat pada umumnya. Di dalam sistem pemerintahan yang demokratis dimungkinkan
perhatian rakyat yang tidak puas terhadap kinerja parpol dan berada di luar
parpol menyuarakan kepentingannya sendiri. Rakyat mulai ikut menyuarakan
perlunya upaya melakukan perombakan kabinet.
Rakyat
menilai kabinet Jokowi ini menunjukkan kinerja yang tidak efektif. Enam bulan
berjalan belum ada upaya yang bisa dirasakan dampaknya terhadap perbaikan
kehidupan rakyat. Para menteri banyak memberikan komentar yang saling tak
sepadan. Komunikasi kerja di antara mereka tidak harmonis dan tidak saling
sinergi. Satu menteri tiba-tiba menyatakan Indonesia masih mempunyai utang di
Dana Moneter Internasional, menteri yang merasa mempunyai kompetensi
mengetahuinya menyatakan tidak lagi mempunyai utang. Ada pula menteri yang
membuat peraturan memberikan anggaran bagi para menteri masing-masing untuk
fasilitas dua mobil baru, menteri yang lain memberi penjelasan tidak untuk
membeli mobil baru. Lalu rakyat bertanya untuk apa membuat peraturan
kebijakan kalau tidak untuk membeli?
Kinerja
menteri-menteri perekonomian juga tak menunjukkan kemajuan, bahkan
memperlihatkan kinerja perekonomian yang lambat. Harga bahan pokok, terutama
beras, melambung tinggi sementara musim panen mulai bersemi. Diperparah lagi
mata uang rupiah merosot terhadap dollar AS dan penganggguran menumpuk parah.
Oleh
karena itu, desakan perombakan kabinet perlu disadari oleh Jokowi bahwa ini
bukan semata-mata masalahpolitik. Akan tetapi, rakyat menginginkan
terselenggaranya suatu pemerintahan yang baik, akuntabel, dan bisa
menyejahterakan kehidupan rakyat. Bahwa, banyak di antara rakyat kita yang
masih hidup miskin, bahkan ada anak-anak disuruh meninggalkan sekolah oleh
orangtuanya dan diminta menjadi pengemis karena kemiskinan.
Kepentingan rakyat
Upaya
untuk mengatur kepentingan rakyat dalam wujud pemerintahan yang baik itu
makin hari semakin mengalami perubahan wujud dan bentuknya. Dahulu ketika
manusia ini masih sedikit, sulit kita temukan pemerintahan itu.
Pembagian
fungsi antara penguasa dan yang dikuasai hanya terjadi di dalam keluarga.
Kelompok organisasi yang lebih besar dari famili terjadi pada suku dan atau
desa yang memiki hubungan agak longgar di
antara famili-famili tersebut. Dalam kelompok besar ini, baik di suku maupun
di desa, setiap orang yang lebih dewasa dalam keluarga mempunyai suara yang
sama. Dari masyarakat yang agak luas ini memerlukan suatu pengaturan terhadap
kebutuhan-kebutuhan bersama, maka diperlukan tatanan dan aturan agar
kebutuhan bersama itu terpenuhi.
Di
sinilah awal mula timbulnya pemerintahan karena kebutuhan dari anggota
masyarakat untuk mengatur danmenata atau mengurus agar kebutuhan bersama itu
tercapai. Pemerintahan dibutuhkan karena adanya kepentingan dan kebutuhan
bersama. Ia dibutuhkan karena diharapkan bisa mengatur kehidupan bersama.
Maka, kemudian timbul kebutuhan akan suatu sistem pengaturan yang mengikat (The New Encyclopaedia Britannica, 1995,
Vol 20).
Dari
ungkapan ini dapat dipahami, adanya suatu pemerintahan pada awalnya dari
bawah, yakni dari kebutuhan bersama dari rakyat yang ada dalam suatu wilayah
tertentu. Jadi, suatu pemerintahan ada bukan karena hasratatau kebutuhan dari
penguasa atau elite atau segolongan kecil orang yang memimpin. Bung Hatta
dulu mengatakan bukan oleh dan untuk ”tuanku” melainkan untuk rakyat. Dari
awal mulanya inilah di kemudian hari timbul istilah pemerintahan yang
demokratis, yakni suatu pemerintahan yang dijalankan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.
Susunan kabinet
Dengan
demikian, kata kunci dari suatu kabinet sebagai wujud dari pemerintahan dan
tata kepemerintahan yang baik harus dikembalikan kepada kepentingan seluruh rakyat.
Syukur kalau parpol yang sangat berperan dalam pemerintahan yang demokratis
dan yang mendorong terjadinya perombakan itu karena didorong pula atas
pemahaman kepentingan rakyat yang diwakilinya, bukan semata-mata memahami
kepentingan elite atau orang-orang yang memimpin partainya.
Sususnan
kabinet kita mulai dari kabinet Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun
memerintah, dan kabinet Jokowi yang baru enam bulan berjalan, termasuk
kabinet yang besar. Jumlah kementeriannya lebih dari 30. Belum lagi ditambah
organisasi unit-unit kerja baru yang sering menunjukkan doblurus.
Jumlah
organisasi yang besar selain menyulitkan kinerja kontrol dan koordinasi juga
butuh anggaran yang tak sedikit dan kinerjanya lambat. Kabinet kita kalau
dibanding negara-negara ASEAN termasuk yang terbesar. Malaysia, Brunei, dan
Singapura kurang dari 20 kementerian. Jepang dan Korea kurang lebih 13
kementerian. Amerika Serikat yang besar dan demokratis itu hanya 15
kementerian. Dahulunya AS hanya punya 13 kementerian. Presiden Bush senior
menambah satu Departemen Veteran dan Presiden Bush yunior —setelah Peristiwa
11 September—menambah satu kementerian baru yang disebut Department of Homeland Security.
Jumlah
kementerian yang besar itu dalam pemerintahan kita, kalau diamatisecara
saksama karena didorong pemenuhan kepentingan partai politik, bukan
semata-mata pemenuhan kepentingan rakyat yang masih banyak menderita
kemiskinan. Sesuai uraian di muka bahwa suatu pemerintahan yang baik itu
selalu memperhatikan kepentingan seluruh rakyat, maka kesempatan perombakan
kabinet kali ini yang diperbaiki atau diganti itu bukan saja menteri-menteri
yang kinerjanya kurang baik, tetapi hendaknya juga memperbaiki susunan
organisasi kabinetnya: dirampingkan! Dengan demikian, perombakan kabinet
tidak sekadar mengganti orang-orang atau para menteri, tetapi juga
memperbaiki tata kepemerintahan yang baik, yang memenuhi kepentingan dan
kesejahteran kehidupan rakyat. Perombakan kabinet mestinya sekaligus
melakukan reformasi susunan organisasi birokrasi pemerintahan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar