Ganjar
dan Revolusi Mental Polisi
Herie Purwanto ; Kandidat Doktor Ilmu Hukum Unissula;
Kasat Reskrim Polres Magelang Kota
|
SUARA MERDEKA, 26 Mei 2015
”POLISI Jawa Tengah
akan melakukan revolusi mental”? Luar biasa! Kaya kesamber bledheg, ketika
saya mendapat undangan dari Polda Jateng untuk mengisi acara pembekalan
kepada penyidik.” Demikian prolog Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada
kegiatan Rakernis Reskrim, yang dilaksanakan di Semarang pada 20-21 Mei 2015.
Masih menurut Gubernur, revolusi mental sangat dibutuhkan dalam penegakan
hukum sehingga pihaknya sangat mendorong adanya tranformasi berkait tugas
polisi.
Di sisi lain, Gubernur
yang pada kegiatan tersebut melontar banyak sentilan terkait kinerja Polri,
juga menyebutkan polisi seharusnya berpikir dalam paradigma lateral. Yaitu
dengan selalu menjaga koordinasi dengan adanya perubahan di masyarakat.
Polisi harus menempatkan diri sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakatnya. Polisi juga harus mengurangi pendekatan kekuasaan dan kekuatan
dalam mendekati masyarakat.
Masyarakat harus
dianggap sebagai mitra dalam arti positif. Substansi dari pencerahan yang
disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah tersebut, menjadi hal yang signifikan
dengan kegiatan tersebut, yang mengusung tema utama tentang revolusi mental
bagi penyidik. Mengapa demikian? Pertama; bukan lagi menjadi rahasia, bila
dalam penegakan hukum dalam konteks ini adalah penegakan hukum oleh penyidik
polisi, masih banyak terjadi komplain.
Komplain ini terkait
dengan proses penyidikan itu sendiri, perilaku penyidik yang dinilai
masyarakat masih arogan, yaitu dengan pola-pola kekerasan untuk mengejar
pengakuan dari tersangka. Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan
semangat model scientification investigation yang lebih mengutamakan
pembuktian ilmiah. Kedua; tugas pelayanan polisi dalam hal-hal penerbitan
surat izin mengemudi (SIM), surat keterangan catatan kepolisian (SKCK),
perizinan, pengurusan STNK dan BPKB yang merupakan jasa layanan pada
masyarakat, ditempatkan pada posisi bebas dari KKN.
Masyarakat sangat
berharap akan hal ini sehingga ketika berbicara tentang revolusi mental,
tidak lepas dari permasalahan ini. Sangat bias bila revolusi mental hanya
dikaitkan pada sikap, perilaku polisi pada bidang lain yang sejatinya menjadi
ranah dalam bidang pembinaan disiplin. Jadi, wajar bila pada prolog
pembekalan, Gubernur menganggap, tekad jajaran polisi di Jawa Tengah yang
akan merevolusi mental, sebagai sebuah hal yang seharusnya didukung.
Penjabaran atas konsep
bahwa polisi harus dalam paradigma lateral tiada lain harus disadari oleh
semua polisi, adanya pergerakan dan dinamika zaman yang mengharuskan ada
perubahan. Bila tidak menghendaki perubahan dan tetap bertahan, ia akan
tergilas olehnya. Ia akan menanggung risiko, tertelan oleh dinamika tadi.
Dengan bahasa lain, mau tidak mau, suka atau tidak suka, polisi harus
mentransformasi diri, bila ingin dicintai masyarakat sebagai bagian integral
dari reformasi publik.
Reformasi Publik
Konsep reformasi
publik, sebagaimana disebutkan oleh Lawrence M Friedman dalam buku The Legal
System a Social Science Perspective (2013:246) telah menjadi hal yang sama
pentingnya dengan reformasi pribadi.
Yang dimaksudkan oleh
Friedman dengan reformasi publik adalah aktivitas-aktivitas reformasi
pemerintah, tindakan-tindakan yang tidak hanya merupakan respons terhadap
tekanan kelompok-kelompok kepentingan dan yang tidak bisa dijelaskan oleh
dinamika internal birokrasi.
Dalam masa modern dan
dalam tempo yang makin cepat, mesin pemerintah membuat dan memproduksi secara
massal program perubahan dan reformasi.
Pada sisi inilah,
Polri sebagai bagian dari pemerintahan, tidak bisa lepas dari bagian
reformasi publik yang memang sedang berjalan dan dipertegas serta
diakselerasikan kembali oleh Presiden Jokowi sebagai revolusi mental.
Untuk lebih
mengaktualkan serta memberikan pencerahan bahwa polisi sejatinya bisa
bertindak sesuai harapan masyarakat, Gubernur menunjuk figur Jenderal
Hoegeng, mantan kapolri yang fenomenal, sebagai sosok yang layak dan bisa
menginspirasi jajaran polisi dalam melaksanakan revolusi mental. Kata-kata
bijak Hoegeng,” selesaikan tugas dengan kejujuran, karena kita masih bisa
makan dengan garam.” Atau kata bijak lainnya, untuk kita renungkan bersama,
”baik menjadi orang penting, tetapi jauh lebih penting menjadi orang baik.”
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Gubernur Ganjar Pranowo, yang telah memberikan pencerahan
sehingga bisa lebih membuka cakrawala dan lebih menguatkan semangat bahwa
memang seharusnya, polisi khususnya para penyidik di Jawa Tengah meresapi dan
mereduksi diri dalam konsep revolusi mental dan mengimplementasikan dalam
pelaksanaan tugas saat melayani masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar