Rabu, 13 Mei 2015

Lelucon Menteri Pemuda dan Olahraga

Lelucon Menteri Pemuda dan Olahraga

Katamsi Ginano  ;  Pembaca dan Penikmat Buku
KORAN TEMPO, 12 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Menteri Pemuda dan Olahraga, Iman Nahrawi, Jumat, 8 April 2015, mengumumkan nama 17 anggota tim transisi yang akan mengambil alih kewenangan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Pengambilalihan ini dilakukan menyusul pembekuan PSSI pada April lalu. Tim itu bertugas membenahi tata kelola sepak bola nasional.

Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional dengan tegas mengatur bagaimana pengelolaan olahraga nasional, bahwa pembinaan dan pengembangan olahraga dilakukan melalui organisasi yang tidak bertentangan dengan UU, yang dijabarkan lagi lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan.

Untuk cabang sepak bola, organisasi pembinaan dan pengembangan yang diakui adalah PSSI yang didirikan di Yogyakarta pada 19 April 1930. Sebagaimana amanat UU Nomor 3/2015, PSSI, yang berinduk ke Federation Internationale De Football Association (FIFA) serta menjadi anggota Asian Football Confederation (AFC) dan ASEAN Football Federation (AFF), bersifat mandiri dan independen. Kemandirian dan independensi ini dituangkan dalam statuta PSSI dengan mengacu pada statuta FIFA, AFC, dan AFF.

Peringatan Kemenpora, yang berujung pada pembekuan terhadap PSSI, berkenaan dengan pengelolaan sepak bola nasional adalah bagian dari amanat UU Nomor 3/2005 dan turunannya, berkenaan dengan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan keolahragaan nasional. Dasarnya adalah Pasal 122 ayat (2) huruf g PP Nomor 16/2007.

Tapi, berkenaan dengan pembekuan, yang dapat diartikan terjadi sengketa antara pemerintah dan PSSI, semestinya Kemenpora merujuk pada tiga ayat dalam Pasal 88 UU Nomor 3/2005. Penyelesaiannya didahului dengan musyawarah dan mufakat, kemudian arbitrase atau alternatif sejenis, dan pilihan terakhir pengadilan. Langkah ini sejalan dengan jaminan UU, bahwa terhadap olahraga nasional, pemerintah wajib memberi pelayanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya kegiatan keolahragaan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

Dalam implementasinya, pemerintah harus merujuk pada statuta PSSI dan organisasi payung di atasnya. Dengan demikian, bahkan sekali pun alasannya PSSI telah melakukan pelanggaran sangat berat terhadap standar pembinaan dan pengembangan olahraga sepak bola nasional, Kemenpora tidak berhak mengambil alih kewenangan organisasi ini.

Terlebih, pemilihan anggota tim transisi tampaknya lebih didasarkan pada motif politik ketimbang pembenahan tata kelola yang dianggap sebagai biang masalah di PSSI. Tak kurang penting, pemilihan anggota tim transisi jelas melanggar Pasal 54, ayat (3) hingga (4) PP Nomor 16/2007, yang melarang pengurus komite olahraga memegang suatu jabatan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri dan militer; atau jabatan publik yang diperoleh melalui proses pemilihan langsung oleh rakyat atau DPR RI.

Apa boleh buat, pembekuan, pembentukan tim transisi, dan pengambilalihan kewenangan PSSI oleh Menpora memang sekadar lucu-lucuan periuh nirprestasi sepak bola nasional. Atau, barangkali ini adalah ikhtiar Menpora menunjukkan prestasi di tengah panasnya wacana reshuffle kabinet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar