Pencak Silat
Putu Setia ; Pengarang; Wartawan
Senior Tempo
|
TEMPO.CO,
01 Agustus
2018
Kata "pencak" dijelaskan
dalam kamus sebagai: permainan (keahlian) untuk mempertahankan diri dengan
kepandaian menangkis, mengelak, dan sebagainya. Lalu kata "silat"
dijelaskan: olahraga (permainan) yang didasarkan pada ketangkasan menyerang
dan membela diri, baik dengan menggunakan senjata ataupun tidak.
Jadi, pencak silat ada unsur
bertandingnya, menyerang dan membela diri. Arti seperti itulah yang hidup di
tengah masyarakat, sejak dulu. Namun di Asian Games 2018, cabang olahraga ini
ada yang minus pertandingan. Yang dinilai hanya unsur seni. Penonton sulit
tahu siapa pesilat yang menang dan siapa yang kalah karena tanpa ada yang
berlaga. Lantaran itu ada yang menuduh nilai yang diberikan juri bisa jadi
subyektif. Arah tuduhan menghasilkan kesimpulan bahwa 14 medali emas dari
pencak silat belum menunjukkan Indonesia berjaya di dunia olahraga. Apalagi
pencak silat baru pertama kalinya dimainkan di Asian Games.
Bukankah ada lagi cabang olahraga
yang menang-kalahnya tidak karena bertanding? Artinya tidak saling
menjatuhkan dan juga tak ada penilaian kecepatan waktu. Misalnya senam,
loncat indah, dan wushu. Yang dinilai adalah kesempurnaan gerak, dan
kesempurnaan itu jauh lebih luas dari seni.
Kesempurnaan gerak, itu kuncinya,
dan di situ nilai dalam pencak silat. Ada posisi kuda-kuda (posisi tapak kaki
memperkokoh tubuh), ada posisi langkah (cara melangkah), posisi kembangan
(gerak tangan dan sikap tubuh), dan posisi buah (teknik tendangan dan gerak
tangan, siku, dan sebagainya). Ada beberapa posisi lain lagi kalau pencak
silat dimainkan dengan sistem bertanding, misalnya posisi sapuan, guntingan,
dan kuncian. Jadi memang ada pakem yang terukur untuk penilaian, baik sistem
berlaga maupun yang tidak.
Maka tetaplah berbesar hati bahwa
peringkat Indonesia melesat naik melampaui target karena jasa pencak silat
adalah sebuah prestasi yang sah adanya. Dan terus berjuang agar dalam Asian
Games mendatang cabang silat ini tetap dipertandingkan. Jika perlu
dipromosikan di Olimpiade, jangan kendor.
Saat ini nyaris hanya pencak silat
yang membuat kita bangga jika berbicara soal olahraga. Bulu tangkis di mana
dulu kita perkasa, sudah diambil alih negara lain. Janganlah bicara soal
sepak bola, wong negeri berpenduduk 260 juta ini kalah prestasinya dengan
Kroasia yang hanya berpenghuni 5 juta. Tugas berat menanti tak sekadar
membina paguyuban silat yang bertebaran dengan berbagai aliran yang ada di
Nusantara, tapi bagaimana memperkenalkan pencak silat ke berbagai negara.
Ikatan Pencak Silat Indonesia
(IPSI) di era kepemimpinan Eddie Nalapraya bersama Singapura, Malaysia, dan
Brunei Darussalam membentuk Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa(Persilat)
pada 11 Maret 1980. Pada SEA Games 1987, pencak silat pun dipertandingkan
pertama kalinya. Kini banyak negara sudah mengenal pencak silat. Kejuaraan
tingkat dunia pun sudah rutin digelar Persilat yang kini dipimpin oleh Ketua
Umum IPSI Prabowo Subianto. Kejuaraan terakhir yang ke-17 diselenggarakan di
Denpasar pada Desember 2016, diikuti 40 negara. Di situ Prabowo
menganugerahkan gelar The Great Warrior of Pencak Silat kepada Presiden
Jokowi. Gelar ini dalam dunia silat disebut "pendekar utama", gelar
tertinggi setelah pemula, menengah, dan pelatih.
Jadi Prabowo dan Jokowi sudah lama
mempopulerkan pencak silat. Momen keduanya berpelukan yang difasilitasi
pesilat Hanifan bukanlah hal yang istimewa. Kedua tokoh itu sudah pendekar,
pendukungnya saja yang masih pemula dan suka bersilat lidah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar