Hijrah,
Hijriyah, dan Ingatan Bulan September
Hilmi Amin Sobari ; Esais;
Alumni Ponpes MWI Kebarongan,
Banyumas, Jawa Tengah
|
DETIKNEWS,
10 September
2018
September 622 M. Setelah
kurang lebih berdakwah selama 13 tahun di Makkah, Nabi Muhammad memutuskan
untuk berhijrah setelah menerima perintah langsung dari Tuhan. Selama tinggal
di kota kelahirannya itu, ia berkali-kali menerima tekanan baik fisik maupun
mental dari kaumnya, Quraisy. Tekanan yang sama dirasakan oleh para
sahabatnya yang memutuskan menerima ajakan beliau untuk bertauhid. Beberapa
di antaranya bahkan harus merelakan nyawanya seperti kedua orangtua Ammar bin
Yassir, Sumayyah dan Yasir.
Beratnya tekanan demi
tekanan itu dicatat di dalam Alquran QS Al-Anfal (8):30. "Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya
terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu.
Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya."
Dan, pada puncaknya adalah
upaya pembunuhan kepada beliau pada bulan itu. Nabi Muhammad sebelumnya sudah
memerintahkan para sahabat berhijrah terlebih dahulu. Di Makkah hanya tersisa
beliau, sahabat Abu Bakar dan saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib. Tempat
yang ditujunya terletak di sebelah utara kota Makkah, berjarak sekitar 600
km. Kota itu dulunya dikenal sebagai sebuah oasis di tengah padang pasir yang
lebih akrab disebut dengan nama Yatsrib. Yang kemudian diganti namanya
menjadi Madinatun Nabi, kotanya Nabi. Lebih populer dengan sebutan Kota
Madinah.
Terdapat kisah bahwa para
tetua suku di Makkah berkumpul merencanakan pembunuhan itu. Karena adat
tuntut-balas yang berlaku, maka setiap suku memutuskan untuk mengirimkan
pemuda terbaiknya sebagai algojo. Dengan begitu jika keluarga Nabi hendak
menuntut balas atas darah yang tertumpah maka mereka harus berhadapan dengan
semua suku. Yang tentu saja hal itu sulit dilakukan.
Mereka merencanakan tapi
Tuhan sebaik-baiknya pembuat rencana. Tuhan menyelamatkan Nabi dari upaya
pembunuhan itu. Bersama dengan Abu Bakar, sahabatnya yang paling jujur dan
setia dan kelak selalu menjadi wakilnya hingga menggantikannya sebagai
khalifah pertama umat Islam, mereka berjalan kaki menembus gelapnya malam.
Pengejaran pun dilakukan oleh para eksekutor itu. Namun, keduanya selamat
sampai ke Madinah dan disambut meriah oleh para sahabat yang lebih dulu
berhijrah dan juga penduduk Madinah yang telah berikrar menjadi pelindung dan
pendukung Nabi.
Bertahun-tahun kemudian.
Nabi telah wafat meninggalkan kegemilangan sejarah Islam. Khalifah Abu Bakar
pun telah wafat dan digantikan oleh sahabat utama yang lain, Umar bin
Khattab. Khalifah kedua dalam sejarah Islam dari 4 khalifah yang termasuk
khulafa-ul-rasyidin itu dikenal sebagai pemimpin yang meletakkan fondasi
administrasi modern. Salah satunya adalah pembuatan kalender Islam atau yang
saat ini dikenal dengan kalender hijriyah.
Suatu kali Khalifah Umar
bin Khattab mengirimkan surat kepada Abu Musa Al-As'ari, gubernur Basrah,
bawahannya. Sang gubernur mengeluh kepada Umar karena surat-surat itu tidak
bertanggal. "Telah sampai kepada kami surat-surat dari Anda, tanpa
tanggal." Abu Musa kebingungan karena tanpa adanya penanggalan ia
kesulitan mengadministrasi surat-surat itu sekaligus memverifikasi waktunya.
Mendengar hal itu Umar bin
Khattab segera mengumpulkan para sahabat Nabi yang masih hidup dan meminta
saran. Berbagai usul mengemuka. Paling tidak dicatat ada 4, yaitu penanggalan
dimulai sejak kelahiran atau kematian Nabi, pengangkatan kenabian yaitu
ketika Nabi berusia 40 tahun, menggunakan kalender yang saat itu sudah ada
yaitu kalender Romawi, atau berpatokan pada hijrah Nabi. Akhirnya, musyawarah
itu menghasilkan kesepakatan bahwa awal mula kalender Islam dimulai sejak
Nabi hijrah dan awal tahun ditetapkan setiap 1 Muharram.
1 Muharram Tahun 1 H
bertepatan dengan 16 Juli 622 M. Peristiwa penetapan kalender hijriyah ini
terjadi pada tahun 638 M atau tahun ke 17 H.
***
Ada yang menarik pada 1
Muharram 1440 H tahun ini. Tanggal 1 bertepatan dengan bulan September. Bulan
yang sama ketika Nabi berhijrah. Sebagaimana diketahui, 1 Muharram tahun 1 H
bertepatan dengan 16 Juli 662 M, atau maju sekitar 2 bulan di kalender masehi
karena Nabi berhijrah di bulan September 662 M. Maka menyelami apa yang
terjadi pada bulan September pun menjadi hal menarik lainnya. Terutama
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada umat Islam.
Tapi, sebelum itu mari
kita tengok dulu sejarah bulan September itu sendiri. September adalah bulan
ketujuh dalam penanggalan Romawi awal. Namun, karena terjadi perubahan awal
tahun dari bulan Maret ke Januari maka September menjadi bulan kesembilan
meskipun arti dari September itu sendiri adalah ketujuh.
Beberapa peristiwa menarik
yang menghiasi ingatan umat di bulan September di antaranya adalah Peristiwa
G 30 S/1965 dan pemboman menara kembar WTC pada 11 September 2001 yang
dampaknya mengubah peta politik dunia Islam hingga hari ini.
Kembali ke masa saya
sekolah dasar di medio 90-an. Saya mendapati doktrin sejarah bahwa G 30 S
adalah pengkhianatan. Masa itu Soeharto masih menjadi presiden. Narasi yang
dijejalkan ke ingatan publik dapat dinikmati setiap 30 September dengan
adanya kewajiban pemutaran film Pengkhianatan Gerakan G30S/PKI di televisi.
Ingatan publik diindoktrinasi bahwa Soeharto adalah pahlawan yang menumpas
para pengkhianat. Film yang diproduksi pada 1984 dan disutradari Arifin C.
Noer itu adalah satu-satunya narasi yang ada saat itu, hingga muncul narasi
lain saat Soeharto memutuskan berhenti dari jabatannya sebagai presiden
setelah berkuasa selama 32 tahun, pada 1998.
Saya juga mendapati di
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) yang diajarkan di madrasah-madrasah
saat itu bahwa komunisme adalah musuh Islam. Salah satu kehebatan umat Islam
Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam pelajaran SKI, adalah kemampuan
menumpas gerakan komunisme. Kita tidak diajari berpikir kritis bagaimana membaca
peristiwa sejarah. Tentang korban-korban yang kemudian berjatuhan di banyak
tempat sebagai akibat dari propaganda pengkhianatan "G30S/PKI" yang
dilancarkan pemerintah saat itu. Tentang peran pemuda-pemuda Islam yang
dijadikan senjata menumpas saudaranya sesama anak bangsa karena perbedaan
ideologi yang itu diulang dan terus diulang menjadi kebenaran yang sulit
dibantah.
Saat itu tidak pernah ada
narasi-narasi lain yang berani menyelisihi versi resmi pemerintah Orde Baru
bikinan Soeharto. Tidak pernah misalnya saya mendapati cerita tentang seorang
ajudan Sukarno yang ditangkap, dipenjarakan tanpa proses pengadilan yang
layak, dan berbagai kisah serupa. Yang kemudian setelah dibebaskan ia
bertrafnsformasi menjadi tokoh pendidikan yang sangat berkontribusi bagi
sekolah-sekolah Islam. Bahwa banyak hal yang dulunya dicap hitam-putih
ternyata tidak sepenuhnya benar karena ternyata masih ada warna-warna lain
yang bisa digunakan untuk mengisi lembar kehidupan seseorang.
Atau, tentang peristiwa 11
September 2001. Peristiwa yang kemudian dijadikan alasan bagi proyek
"Perang Melawan Teror" yang ternyata dimaksudkan untuk melegitimasi
kebijakan Amerika Serikat untuk menyerang negara-negara berpenduduk Islam
seperti Irak dan Afghanistan. Sampai saat ini bahkan kita tidak pernah yakin
bahwa senjata pemusnah massal yang dituduhkan kepada Irak benar-benar ada.
Yang tersisa kemudian adalah kehancuran total wilayah itu yang kemudian
konfliknya menyebar ke negara di sekitarnya seperti Libia, Mesir, Syria, dan
lain-lain. Iran dan Turki bahkan saat ini sedang mengalami gejolak ekonomi
yang luar biasa. Tentunya semua itu tidak bisa dilepaskan dari peristiwa 11
September 2001 sebagai pemicunya.
***
Hijrah sejatinya adalah
berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Bisa diartikan tempat atau
perilaku, atau keyakinan. Hijrah sangat bergantung kepada niat atau tujuan di
baliknya. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad menjelaskan tentang hubungan
antara amal dan hijrah. Bahwa setiap amal perbuatan ditentukan dari niatnya.
Barangsiapa berhijrah secara ikhlas karena Allah maka baginya pahala.
Sebaliknya, jika hijrahnya karena tujuan dunia maka ia akan mendapatkan apa
yang diinginkannya di dunia sedangkan di akhirat tidak akan mendapatkan
apapun.
Belakangan ini kata hijrah
mengalami penyempitan makna. Hijrah kini diasosiasikan dengan perubahan
penampilan. Para artis yang semula hidup glamor dan membuka aurat tiba-tiba
mengubah gaya hidupnya menjadi lebih islami dan menutup auratnya. Mereka
mengaku telah berhijrah. Hijrah direduksi menjadi tampilan jasadiyah semata.
Tentu saja ini bukan hal buruk. Hijrah maknawiyah seringkali didahului oleh
perubahan-perubahan fisik. Tentu perlu waktu bagi seseorang yang mengaku
berhijrah agar bisa sampai ke tahapan hijrah maknawiyah.
Yang selanjutnya perlu
dilakukan adalah istiqamah atau konsisten di atas nilai-nilai hijrah
sebagaimana diperjuangkan oleh Nabi saat memutuskan menetap di Madinah 14
abad yang lalu. Niat hijrah hanyalah mengharap keridaan Tuhan semata, bukan
karena dipicu oleh kepentingan duniawi.
Selamat Tahun Baru Islam 1
Muharram 1440 H. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar