Jokowi
dan Suara Pengusaha
Ahmad Erani Yustika ; Staf Khusus Presiden;
Guru Besar FEB Universitas
Brawijaya
|
DETIKNEWS,
05 September
2018
"Tidak ada saran dan
semua tak ada yang bisa memastikan apa yang akan terjadi ke depan." Itu
jawaban Presiden Cina Xi Jinping ketika Presiden Joko Widodo menanyakan resep
untuk menghadapi turbulensi ekonomi sekarang. Kisah itu disampaikan oleh
Presiden sebagai pengantar diskusi dengan Ketua Kadin Rosan Roeslani dan 25
pengusaha generasi kedua dan ketiga dari para pengusaha besar nasional
(27/8). Pembuka dialog itu dipilih oleh Presiden untuk mendeskripsikan bahwa
situasi ekonomi sekarang cukup terjal, bahkan negara semacam Cina yang amat
tangguh juga kelimpungan dan belum punya resep mapan untuk menyikapi situasi
yang terus bergerak. Segalanya belum pasti, kecuali ketidakpastian itu
sendiri.
Setelah narasi pembuka
itu, Presiden menguraikan ragam kebijakan ekonomi pemerintah yang telah
dibuat agar kondisinya makin bugar dan kuat. Kebijakan fiskal didesain sangat
hati-hati, tidak ambisius mengejar pertumbuhan ekonomi apabila risiko di
baliknya dirasa besar. Defisit fiskal terus diturunkan dari semula 2,6% pada
2015 menjadi 1,8% pada 2019 mendatang. Defisit keseimbangan primer terus
turun dari Rp 142 triliun pada 2015 menjadi tinggal Rp 21 triliun pada 2019,
bahkan dimungkinkan akan seimbang atau surplus tahun depan. Seluruhnya itu
dilakukan untuk membangun kepercayaan publik dan pasar, yang hasilnya sebagian
besar telah dirasakan saat ini.
Di luar itu, Presiden juga
menceritakan upayanya untuk memperkuat basis produksi agar Indonesia menjadi
negara produsen yang tangguh. Sejak lama Indonesia dijerat oleh defisit
neraca perdagangan (dan transaksi berjalan), yang sebagian bersumber dari
keringkihan produksi. Komoditas yang seharusnya bisa diproduksi di dalam
negeri mesti diimpor. Banyak bahan baku atau produk penolong yang potensial
diproduksi di pasar domestik, tetapi sampai sekarang sebagian belum dieksekusi.
Beberapa produk memang sudah dibikin, namun Presiden belum merasa puas. Ia
menginginkan persoalan defisit neraca transaksi berjalan ini dapat
diselesaikan secepatnya. Tak boleh lagi ditunda-tunda.
Setelah pengantar singkat
tersebut, kurang dari 10 menit, pembicaraan setelahnya menjadi panggung para
tamu. Sekurangnya tiga hal besar yang disampaikan. Pertama, Ketum Kadin
menyampaikan apresiasi kepada pemerintah atas pembangunan infrastruktur yang
dilakukan. Manfaat itu langsung dirasakan oleh pengusaha. Logistik menjadi
lebih mudah dan murah, daya dukung investasi menjadi lebih lengkap, dan
kemudahan usaha mengalami peningkatan. Bahkan, John Riady --yang juga hadir
dalam pertemuan-- menyatakan para pengusaha sekarang memiliki optimisme yang
tinggi untuk menapaki hari-hari mendatang. Tentu saja tantangan selalu akan
muncul, namun dengan perbaikan yang dilakukan perkara itu bakal bisa
ditangani.
Kedua, mereka mengharapkan
pemerintah bisa memapankan regulasi terkait perizinan, kesempatan yang lebih
besar kepada pelaku ekonomi swasta, stabilitas nilai tukar, dan hilirisasi
yang lebih intensif. Perizinan sudah ada kemajuan, namun belum merata ke
semua daerah, sehingga diharapkan terdapat standar pelayanan dan kecepatan
yang seragam. Anindya Bakrie dalam kesempatan itu menyampaikan, para
pengusaha ini tidak cengeng karena sudah pernah melalui ragam persoalan dalam
20 tahun terakhir, yang paling penting pemerintah membangun lingkungan
ekonomi yang bagus dan mendesain kebijakan secara konsisten. Bila ini dikerjakan
dengan sistematis, maka pembangunan ekonomi akan kian gesit.
Ketiga, kebutuhan
menyelenggarakan kepastian hukum dan menyiapkan tenaga kerja yang
berkualitas. Di lapangan masih dijumpai praktik perlakuan hukum yang
berlainan, sehingga membingungkan pelaku bisnis. Regulasi yang ada tidak
selamanya ditegakkan dengan standar yang seragam. Demikian pula cukup kerap
terjadi aturan berubah sehingga menyulitkan dunia usaha melakukan perencanaan
bisnis. Sementara itu, di tengah kenaikan prospek ekonomi yang makin bagus,
pengusaha mengeluhkan terbatasnya tenaga kerja terampil. Diperlukan kerja
sama antara dunia usaha, kampus, dan pemerintah (pusat dan daerah) untuk
membangun peta kebutuhan tenaga kerja yang utuh demi kepentingan di masa
depan.
Menanggapi persoalan,
pernyataan, dan masukan dari para pengusaha tersebut, Presiden secara runtut
menyampaikan ide dasar perubahan ekonomi yang telah dan akan terus
dijalankan. Sumber daya fiskal akan senantiasa disusun dengan penajaman dan
kredibilitas yang makin tinggi. Infrastruktur selama 4 tahun terakhir
dialokasikan dengan sangat besar untuk mendorong pertumbuhan dalam jangka
panjang. Di luar itu, mulai 2019 pembangunan manusia ditambah alokasinya agar
kualitas tenaga kerja makin meningkat. Kompleksitas ekonomi yang kian tinggi
mesti diimbangi dengan mutu manusia yang makin baik pula. Politik anggaran
harus menuju ke arah sana.
Regulasi mesti
disederhanakan, tak boleh lagi melampaui kebutuhan sehingga disinsentif bagi
pembangunan ekonomi/investasi. Pemerintah terus menyisir aneka regulasi yang
berpotensi menghambat pembangunan. Birokrasi bekerja berdasarkan target dan
capaian yang terukur, bukan berbasis kegiatan dan prosedur yang telah
ditunaikan. Kecepatan menjadi ideologi kerja. Tiap persoalan yang muncul ditangani
dengan sigap, tidak boleh dibiarkan dan menjadi beban pembangunan. Banyak
program yang sebelumnya tidak berjalan karena adanya pengabaian persoalan
tersebut, seperti yang kerap terjadi pada pembebasan lahan untuk pembangunan
infrastruktur.
Satu lagi topik favorit
yang selalu disampaikan Presiden adalah isu keadilan ekonomi. Indonesia
adalah negara yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Tidak mungkin yang
dibangun hanya Jawa dan Sumatera. Seluruh wilayah mesti disantuni dengan
pembangunan, dari mulai pelayanan sosial dasar, aktivitas ekonomi sampai
kebutuhan hidup tersier lainnya. Presiden amat senang dengan data yang
menunjukkan indeks ketimpangan yang makin turun. Pencapaian ini mesti terus
berlanjut karena merupakan mandat konstitusi. Para pengusaha diharapkan turut
terlibat dalam usaha membangun keadilan ekonomi ini, khususnya membangun
wilayah Indonesia Bagian Timur, memajukan desa-desa, dan mendongkrak
pendapatan golongan ekonomi lemah.
Dialog tersebut begitu
produktif dan rileks karena dibangun dengan pondasi kepercayaan. Seluruh
persoalan diungkap secara terbuka dan ditanggapi dengan kesungguhan hati,
sesekali dengan ekspresi jenaka. Para pengusaha menceritakan apresiasi dan
tantangan yang dihadapi, sedangkan Presiden memberikan komitmen untuk terus
melakukan perbaikan demi mengawal kemajuan negeri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar