Rabu, 26 September 2018

Heboh Crazy Rich dan Impian Orang-Orang Miskin

Heboh Crazy Rich dan Impian Orang-Orang Miskin
Bagong Suyanto ;  Guru Besar, Dosen Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial FISIP Universitas Airlangga
                                          MEDIA INDONESIA, 22 September 2018



                                                           
MENENGOK kehidupan orang-orang yang tajir melintir, dengan jumlah kekayaan yang tidak terbayangkan banyaknya, ternyata tak kalah menarik jika dibandingkan dengan mempergunjingkan kehidupan para selebriti. Setelah sukses pemutaran film drama Crazy Rich Asians di Tanah Air, di dunia maya kini muncul tagar #CrazyRichSurabayan, #CrazyRichBekasians, dan lain-lain yang membahas cerita-cerita lucu, absurd, tetapi menakjubkan pikiran orang-orang kebanyakan.

Di berbagai screenshots yang beredar di media sosial, digambarkan dialog-dialog yang menggambarkan kisah orang-orang kaya di Tanah Air yang tidak masuk di akal. Cerita dan dialog yang menggambarkan orang-orang kaya yang merayakan ulang tahun anaknya di hotel berbintang. Mengundang ribuan orang dan memberi door price sejumlah barang mewah bagi undangan yang datang. Atau cerita orang kaya yang memberi kado anaknya mobil mewah yang harganya miliaran, mengundang artis-artis Ibu Kota di acara pernikahan. Dan cerita-cerita lain yang memperlihatkan betapa uang seolah-olah tidak masalah berapa pun mereka keluarkan.

Bagi orang-orang kebanyakan, jangankan merayakan ulang tahun di hotel bintang lima atau makan makanan yang harganya ratusan ribu rupiah sepiring. Sekadar untuk bisa tidur atau untuk makan dengan menu sederhana saja, mereka acap kali masih kesulitan. Alih-alih membeli baju ratusan juta rupiah atau membeli hadiah mobil anaknya yang ulang tahun yang harganya miliaran rupiah, dalam kenyataan keluarga-keluarga yang secara ekonomi tergolong papa mereka umumnya kerap kali kesulitan untuk membeli permen bagi anaknya. Dan sering pula tidak memiliki tabungan sepeser pun di rumahnya-–apalagi di rekening bank.

Bagi masyarakat yang hidupnya biasa-biasa saja, cerita kehidupan orang-orang kaya yang sulit di nalar akal sehat mereka itu, di satu sisi mungkin menimbulkan kekaguman, bahkan mungkin rasa iri. Akan tetapi, bagi orang-orang dari kelas menengah ke bawah yang sedang mengisi waktu luang, munculnya dialog-dialog yang menceritakan kehidupan orang kaya yang tajir melintir itu, tak jarang menjadi hiburan tersendiri.

Bagi orang-orang yang sehari-hari hidup sederhana, ketika mimpi menjadi kaya tidak juga kesampaian, pelampiasan yang dipilih seringkali ialah dengan cara menertawakan diri sendiri dan orang lain. Menjadikan kehidupan orang kaya sebagai bahan rerasan dan cemoohan, bagi orang-orang yang kurang beruntung ialah hiburan tersendiri.

Daripada frustasi karena taraf kehidupan tak kunjung membaik, menjadikan kehidupan orang kaya yang penuh pesona sebagai bahan bergunjing membuat masyarakat kebanyakan sejenak dapat melupakan kesengsaraan dan tekanan kebutuhan hidup sehari-hari yang mereka harus hadapi. Di masa sulit mencari kerja, menganggur, atau di sela-sela waktu istirahat, ngerumpi ialah subkultur dan bagian dari gaya hidup masyarakat miskin yang populer.

Di sela-sela waktu luang yang dimiliki, membuka sejenak informasi yang bertebaran di media sosial dan membaca kisah-kisah kelakuan orang kaya yang begitu gampang membuang uang untuk hal-hal yang remeh-temeh, bagi orang miskin ialah jeda sejenak meluangkan waktu untuk bermimpi.  

Bagi orang miskin, bermimpi ialah salah satu bentuk kemewahan yang masih mereka miliki. Daripada putus asa menghadapi kehidupan nyata yang acap kali kejam, sejenak membayangkan menjadi orang kaya yang bergelimang harta ialah hiburan tersendiri yang menyenangkan.

Kalau berbicara impian atau cita-cita, sebetulnya masyarakat kelas menengah ke bawah bukan tidak ingin dapat ikut menikmati dan mengembangkan gaya hidup orang kaya yang hanya bisa mereka lihat di layar televisi. Kemewahan yang ditampilkan di berbagai film sinetron, bagi masyarakat miskin ibaratnya ialah surga dunia yang ingin diraih, tetapi disadari hal itu cuma impian belaka. Menyaksikan rumah para artis dengan perabot yang serba wah, kolam renang, dan kamar-kamar yang luas ialah godaan, hiburan, tetapi sekaligus juga bisa memantik kekecewaan.

Bisa dibayangkan, bagaimana perasaan orang-orang yang setiap bulan hanya bergaji 2 atau 3 juta menyaksikan rumah-rumah mewah yang harganya puluhan miliar? Bagaimana perasaan orang-orang yang setiap hari makan nasi bungkus seharga Rp5 ribu membaca sebuah dialog yang menceritakan harga sepiring makanan bisa mencapai ratusan ribu rupiah? Kalau untuk membayar SPP tiap bulan atau uang seragam sekolah saja sering kesulitan. Bagaimana perasaan keluarga-keluarga yang miskin itu menyaksikan sebuah keluarga kaya dengan enteng membeli waralaba sekolah yang bagus hanya untuk kepentingan memasukkan anaknya sendiri agar dapat memperoleh pendidikan yang diinginkan?

Berbagai pertanyaan di atas, saat ini niscaya tengah berkecamuk di benak warganet dan masyarakat umum ketika mereka membaca dialog-dialog dalam tagar #CrazyRichSurabayan, #CrazyRichBekasians, atau berita di media tentang ulah absurd orang-orang yang kaya raya. Perpaduan antara kekaguman, tidak percaya, frustasi, dan mungkin pula kemarahan niscaya akan campur aduk di benak orang-orang yang kehidupannya kurang beruntung. Akan tetapi, di saat yang sama menjadikan kisah-kisah orang-orang kaya sebagai bahan tertawaan ialah cara yang lazim dikembangkan orang-orang miskin agar mereka tidak larut dalam rasa cemburu yang berkepanjangan.

Menjadikan kisah-kisah absurd orang kaya sebagai impian, hiburan sekaligus cara mereka melampiaskan kecemburuan sosialnya ialah bagian dari strategi masyarakat miskin untuk membiasakan diri menerima nasib. Seperti dikatakan Oscar Lewis (1959)-–seorang ahli kemiskinan yang puluhan tahun meneliti kehidupan orang miskin di Mexico--cara orang miskin agar tidak frustasi dalam menjalani kehidupan ialah dengan mengembangkan kultur kemiskinan, yakni bagaimana orang-orang miskin itu membiasakan diri untuk tidak memiliki aspirasi yang terlalu tinggi, menerima nasib, dan menjalani kehidupan apa adanya.

Seperti para pecandu yang selalu berburu barang haram untuk masuk dalam kehidupan simulacra yang memabukkan, mempergunjingkan kehidupan orang-orang kaya sekaligus menertawakan diri sendiri bagi orang-orang miskin ialah bentuk pelarian dan cara mereka melupakan tekanan kebutuhan hidup. Sejenak penderitaan dan beban kehidupannya mungkin terasa hilang. Akan tetapi, ketika mereka bangun kembali dari mimpinya, jangan kaget jika hidup kembali terasa berat dan tidak menyenangkan.

1 komentar:

  1. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    BalasHapus