Heboh
Crazy Rich dan Impian Orang-Orang Miskin
Bagong Suyanto ; Guru Besar, Dosen Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial FISIP
Universitas Airlangga
|
MEDIA
INDONESIA, 22 September 2018
MENENGOK
kehidupan orang-orang yang tajir melintir, dengan jumlah kekayaan yang tidak
terbayangkan banyaknya, ternyata tak kalah menarik jika dibandingkan dengan
mempergunjingkan kehidupan para selebriti. Setelah sukses pemutaran film
drama Crazy Rich Asians di Tanah Air, di dunia maya kini muncul tagar
#CrazyRichSurabayan, #CrazyRichBekasians, dan lain-lain yang membahas
cerita-cerita lucu, absurd, tetapi menakjubkan pikiran orang-orang
kebanyakan.
Di
berbagai screenshots yang beredar di media sosial, digambarkan dialog-dialog
yang menggambarkan kisah orang-orang kaya di Tanah Air yang tidak masuk di
akal. Cerita dan dialog yang menggambarkan orang-orang kaya yang merayakan
ulang tahun anaknya di hotel berbintang. Mengundang ribuan orang dan memberi
door price sejumlah barang mewah bagi undangan yang datang. Atau cerita orang
kaya yang memberi kado anaknya mobil mewah yang harganya miliaran, mengundang
artis-artis Ibu Kota di acara pernikahan. Dan cerita-cerita lain yang
memperlihatkan betapa uang seolah-olah tidak masalah berapa pun mereka
keluarkan.
Bagi
orang-orang kebanyakan, jangankan merayakan ulang tahun di hotel bintang lima
atau makan makanan yang harganya ratusan ribu rupiah sepiring. Sekadar untuk
bisa tidur atau untuk makan dengan menu sederhana saja, mereka acap kali
masih kesulitan. Alih-alih membeli baju ratusan juta rupiah atau membeli
hadiah mobil anaknya yang ulang tahun yang harganya miliaran rupiah, dalam
kenyataan keluarga-keluarga yang secara ekonomi tergolong papa mereka umumnya
kerap kali kesulitan untuk membeli permen bagi anaknya. Dan sering pula tidak
memiliki tabungan sepeser pun di rumahnya-–apalagi di rekening bank.
Bagi
masyarakat yang hidupnya biasa-biasa saja, cerita kehidupan orang-orang kaya
yang sulit di nalar akal sehat mereka itu, di satu sisi mungkin menimbulkan
kekaguman, bahkan mungkin rasa iri. Akan tetapi, bagi orang-orang dari kelas
menengah ke bawah yang sedang mengisi waktu luang, munculnya dialog-dialog
yang menceritakan kehidupan orang kaya yang tajir melintir itu, tak jarang
menjadi hiburan tersendiri.
Bagi
orang-orang yang sehari-hari hidup sederhana, ketika mimpi menjadi kaya tidak
juga kesampaian, pelampiasan yang dipilih seringkali ialah dengan cara
menertawakan diri sendiri dan orang lain. Menjadikan kehidupan orang kaya
sebagai bahan rerasan dan cemoohan, bagi orang-orang yang kurang beruntung
ialah hiburan tersendiri.
Daripada
frustasi karena taraf kehidupan tak kunjung membaik, menjadikan kehidupan
orang kaya yang penuh pesona sebagai bahan bergunjing membuat masyarakat
kebanyakan sejenak dapat melupakan kesengsaraan dan tekanan kebutuhan hidup
sehari-hari yang mereka harus hadapi. Di masa sulit mencari kerja,
menganggur, atau di sela-sela waktu istirahat, ngerumpi ialah subkultur dan
bagian dari gaya hidup masyarakat miskin yang populer.
Di
sela-sela waktu luang yang dimiliki, membuka sejenak informasi yang
bertebaran di media sosial dan membaca kisah-kisah kelakuan orang kaya yang
begitu gampang membuang uang untuk hal-hal yang remeh-temeh, bagi orang miskin
ialah jeda sejenak meluangkan waktu untuk bermimpi.
Bagi
orang miskin, bermimpi ialah salah satu bentuk kemewahan yang masih mereka
miliki. Daripada putus asa menghadapi kehidupan nyata yang acap kali kejam,
sejenak membayangkan menjadi orang kaya yang bergelimang harta ialah hiburan
tersendiri yang menyenangkan.
Kalau
berbicara impian atau cita-cita, sebetulnya masyarakat kelas menengah ke
bawah bukan tidak ingin dapat ikut menikmati dan mengembangkan gaya hidup
orang kaya yang hanya bisa mereka lihat di layar televisi. Kemewahan yang
ditampilkan di berbagai film sinetron, bagi masyarakat miskin ibaratnya ialah
surga dunia yang ingin diraih, tetapi disadari hal itu cuma impian belaka.
Menyaksikan rumah para artis dengan perabot yang serba wah, kolam renang, dan
kamar-kamar yang luas ialah godaan, hiburan, tetapi sekaligus juga bisa
memantik kekecewaan.
Bisa
dibayangkan, bagaimana perasaan orang-orang yang setiap bulan hanya bergaji 2
atau 3 juta menyaksikan rumah-rumah mewah yang harganya puluhan miliar?
Bagaimana perasaan orang-orang yang setiap hari makan nasi bungkus seharga
Rp5 ribu membaca sebuah dialog yang menceritakan harga sepiring makanan bisa
mencapai ratusan ribu rupiah? Kalau untuk membayar SPP tiap bulan atau uang
seragam sekolah saja sering kesulitan. Bagaimana perasaan keluarga-keluarga
yang miskin itu menyaksikan sebuah keluarga kaya dengan enteng membeli
waralaba sekolah yang bagus hanya untuk kepentingan memasukkan anaknya
sendiri agar dapat memperoleh pendidikan yang diinginkan?
Berbagai
pertanyaan di atas, saat ini niscaya tengah berkecamuk di benak warganet dan
masyarakat umum ketika mereka membaca dialog-dialog dalam tagar
#CrazyRichSurabayan, #CrazyRichBekasians, atau berita di media tentang ulah
absurd orang-orang yang kaya raya. Perpaduan antara kekaguman, tidak percaya,
frustasi, dan mungkin pula kemarahan niscaya akan campur aduk di benak
orang-orang yang kehidupannya kurang beruntung. Akan tetapi, di saat yang
sama menjadikan kisah-kisah orang-orang kaya sebagai bahan tertawaan ialah
cara yang lazim dikembangkan orang-orang miskin agar mereka tidak larut dalam
rasa cemburu yang berkepanjangan.
Menjadikan
kisah-kisah absurd orang kaya sebagai impian, hiburan sekaligus cara mereka
melampiaskan kecemburuan sosialnya ialah bagian dari strategi masyarakat
miskin untuk membiasakan diri menerima nasib. Seperti dikatakan Oscar Lewis
(1959)-–seorang ahli kemiskinan yang puluhan tahun meneliti kehidupan orang
miskin di Mexico--cara orang miskin agar tidak frustasi dalam menjalani
kehidupan ialah dengan mengembangkan kultur kemiskinan, yakni bagaimana
orang-orang miskin itu membiasakan diri untuk tidak memiliki aspirasi yang
terlalu tinggi, menerima nasib, dan menjalani kehidupan apa adanya.
Seperti
para pecandu yang selalu berburu barang haram untuk masuk dalam kehidupan
simulacra yang memabukkan, mempergunjingkan kehidupan orang-orang kaya
sekaligus menertawakan diri sendiri bagi orang-orang miskin ialah bentuk
pelarian dan cara mereka melupakan tekanan kebutuhan hidup. Sejenak
penderitaan dan beban kehidupannya mungkin terasa hilang. Akan tetapi, ketika
mereka bangun kembali dari mimpinya, jangan kaget jika hidup kembali terasa
berat dan tidak menyenangkan. ●
|
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
BalasHapusPromo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^