Meiliana
dan
55
Kultwit Investigasi Rusuh Tanjung Balai
Iswandi Syahputra ; Dosen UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta
|
REPUBLIKA,
27 Agustus
2018
Seperti mendadak--kasus Meiliana
yang divonis 1,5 tahun oleh PN Medan karena diputuskan melakukan penistaan
terhadap agama (Islam)--tiba-tiba menjadi viral. Telisik singkat menunjukkan
viralitas tersebut berasal dari satu cluster netizen.
Saya kemudian diminta banyak pihak
untuk menyampaikan pandangan soal itu karena, seminggu setelah kerusuhan
pembakaran delapan vihara di Tanjung Balai karena tersulut oleh sikap
Meiliana, saya langsung terjun ke lokasi untuk riset lapangan. Hasilnya
berupa artikel, Insya Allah minggu depan publish di jurnal terakreditasi
nasional.
Mengingat cepat dan liarnya laju
isu Meiliana ini, kemarin (25/8) saya membuat kuliah twitter (kultwit) untuk
menyampaikan apa yang saya lakukan dan temukan dalam riset lapangan tersebut.
Semoga berkenan membacanya:
1) Bismillahirrohmanirrohim:
Banyak pihak yang japri dan mention saya di media sosial. Mereka bertanya
soal bagaimana sebenarnya kasus Meiliana dalam kerusuhan di Tanjung Balai?
Mereka ingin tau hasil riset yang saya lakukan terkait kerusuhan tersebut
#TanjungBalai #Meiliana
2) Saya memang melakukan riset
lapangan terkait kerusuhan yang terjadi tanggal 29 Juli 2016 tersebut.
Seminggu setelah kerusuhan, saya tiba di Tanjung Balai, Sumatera Utara untuk
melakukan riset lapangan. #TanjungBalai #Meiliana
3). Sebagai peneliti media dengan minat Media
Sosial dan Gerakan Sosial, saya tertarik meneliti kerusuhan tersebut karena
Kapolri @DivHumas_Polri Bpk. Tito langsung turun ke lapangan dan menyatakan
kerusuhan dipicu oleh media sosial. Lihat https://t.co/fsBLY3L4dI
#TanjungBalai
4). Sebelum terjun ke lapangan
untuk meneliti, saya lakukan tahap pra-riset dengan mencari calon narasumber
yang kompeten dan mendisain rumusan awal masalah yang akan diteliti sbb:
Bagaimana penggunaan medsos dapat memicu kerusuhan rasial di Tanjung Balai?
lihat: #Meiliana
5). Untuk menyegarkan ingatan,
sedikit dan ringkas saya review kerusuhan di Tanjung Balai tersebut:
a. Meiliana keberatan dengan suara
azan di mesjid depan rumahnya.
b.Takmir mesjid meminta
klarifikasi.
c. Aparat memediasi.
d. Warga berkerumun
e. Mediasi buntu.
f. Warga marah.
g. Rusuh.
6). Saya termasuk yang tidak mudah
percaya hanya karena #Meiliana keberatan dengan suara azan kemudian ratusan
atau ribuan warga berkerumun marah dan meluapkan kemarahannya dengan membakar
8 vihara di #TanjungBalai Apa yang sebenarnya sedang terjadi hingga warga
mudah tersulut?
7). Seminggu setelah kerusuhan di
#TanjungBalai saya tiba di lokasi dan mencari akses untuk dapat mewawancarai
#Meiliana Tapi gagal karena menurut informan saya di kepolisian, selain masih
shock, Meiliana sementara diamankan di tempat yang dirahasiakan.
8). Di lapangan, data penelitian
saya peroleh dengan wawancara mendalam terhadap sejumlah narasumber yang
memiliki kompetensi. Di antarnya adalah Kapolres #TanjungBalai saat itu Bpk.
AKBP Ayep Wahyu G https://t.co/uFTVEpobvo
9). Selain Kapolres #TanjungBalai
saya juga melakukan wawancara dengan Ketua MUI Tanjung Balai, aktivis,
pemuda, seniman, dosen, politisi dan
penggiat media sosial di Tanjung Balai. Secara umum informasi yang saya
peroleh dari informan tersebut sangat mengagetkan. ADA KONFLIK LATEN.
10). Karena wawancara terpisah,
satu informasi dari informan akan saya konfrontir dengan informan lain. Itu
dimaksudkan untuk mendapatkan data lapangan yang otentik. Data otentik
kembali saya cek silang dengan sejumlah literatur terkait. Misalnya, seorang
informan menyebut #TanjungBalai
11). TanjungBalai sebagai kota
religius. Saya cek data BPS 2015 terdapat 54 mesjid, 98 musholla, 26 gereja
& 9 vihara di Tanjung Balai. Berbagai literatur yang saya rujuk juga
menjelaskan posisi #TanjungBalai sebagai kota Kesultanan Melayu, Asahan yang
sejak lama dikelola dengan nuansa religi.
12). Dari semua proses tersebut
saya menemukan benang merah sebagai petunjuk awal untuk dianalisis, kerusuhan
terkait dengan:
a. Politik Pilkada karena
keberpihakan kekuasaan pada kelompok etnik tertentu.
b. Kontroversi penggunaan lahan
kompleks vihara hasil reklamasi sungai.
13). c. Keberadaan patung Buddha
di atas vihara, secara imajiner segaris dengan arah kiblat. Ada perasaan
warga muslim saat sholat seperti menyembah patung.
d. Sikap arogansi #Meiliana saat
dikonfirmasi soal keberatanya terhadap suara azan.
e. Ada dukungan moril karena
sebelumnya Wapres @Pak_JK
14). .... pernah keberatan dengan
suara dari speaker mesjid
https://t.co/91W2fCgFbT
e. Sebagai etnis Tionghoa,
#Meiliana dinilai warga bersikap arogan karena adanya pengaruh Ahok
@basuki_btp yang saat itu sudah mulai menjadi kontroversi.
15). Dari informasi sebagai
petunjuk awal tersebut, sejak awal saya menduga 'ada sesuatu' dibalik kasus
#Meiliana yang menimbulkan kerusuhan di #TanjungBalai Sementara aktivitas di
media sosial hanya medium untuk mencurahkan 'sesuatu' tersebut.
16). Saya akan ulas sedikit beberapa hal
laten yang saya sebut sebagai 'sesuatu'. Informasi saya olah dari informan
saya.
Pertama, terkait lahan komplek
vihara tempat patung Buddha berdiri. Lahan tersebut hasil reklamasi sungai
Asahan yang awalnya untuk tempat wisata. Tapi...
17). .... dijadikan kompleks
ibadah. Padahal tidak jauh dari situ ada situs 'Balai' semacam rumah panggung
besar sebagai titik kumpul warga saat Sultan sejumlah Kerajaan Melayu
melintasi sungai pada masa lalu. Ada nilai historis, religi dan budaya di
titik tsb.
18). Warga #TanjungBalai menilai
pembangunan kompleks vihara tersebut bermasalah tapi dapat berjalan karena
mendapat dukungan dari incumbent yang akan maju dan terpilih kembali sebagai
Walikota.
19). Namun demikian, awalnya warga
#TanjungBalai juga tidak perduli dengan pembangunana vihara tersebut hingga
berdiri patung Buddha yang secara imajiner segaris dengan arah kiblat. Posisi
patung ini meresahkan karena dianggap mengganggu ibadah warga muslim.
20). Menurut riset Irwansyah
(2013) yang saya rujuk, sedikitnya ada 12 kali masyarakat berkirim surat pada
Pemda yang meminta agar patung Buddha tersebut diubah posisinya (bukan
diturunkan apalagi dirobohkan). Pada sisi lain baik Pemda atau pemuka agama
Buddha mungkin...
21). .... kurang dapat menjelaskan
atau tidak dapat menjelaskan mengapa patung Buddha tersebut berada pada
posisi tersebut. Sikap ini menjadi masalah laten bagi warga yang seharusnya
tidak terjadi jika dari awal antar umat beragama diajak kordinasi oleh
pemerintah setempat.
22). Demikian seterusnya kekecewaan
warga tersimpan jauh di dalam dasar perasaan terdalam, semua diam. Hingga
beberapa tahun kemudian muncul kasus #Meiliana yang keberatan dengan suara
#azan dari mesjid yang berada di depan rumahnya @lukmansaifuddin
23). Semua informan saya dalam
riset ini menjelaskan hal yang sama tentang sikap arogan #Meiliana saat
Takmir Mesjid mendatangi baik-baik rumahnya untuk meminta penjelasan mengapa
dirinya keberatan dengan suara azan. Langkah itu dilakukan karema Takmir
Mesjid memahami dengan... https://t.co/vmHj5u8ErM
24). .... dengan baik suasana
kebatinan umat muslim di #TanjungBalai sebagai umat mayoritas yang dalam
kasus pembangunan vihara dan patung Buddha memilih banyak diam saat
berhadapan dengan #Meiliana yang dinilai dari kelompok minoritas tapi arogan.
25). Bagaimana bentuk sikap arogan
#Meiliana tersebut? Dari sejumlah informan yang saya wawancarai menjelaskan
mulai bahasa tubuh hingga lisan yang tidak mungkin saya sampaikan disini.
Suami Meiliana termasuk yang ikut meredakan sikap arogan isterinya.
26). Saat itu saya sempat
terlintas fikiran, apakah #Meiliana lagi stress, depresi atau mengalami
gangguan jiwa/psikis lainnya hingga berani sekali melakukan hal itu di depan
kerumunan massa? Hingga saat ini saya tidak dapat mengkonfirmasi dugaan
tersebut karena....
27). ..... saya tidak diberi akses
oleh aparat untuk mewawancarainya. Padahal saat itu saya sudah meyakinkan
aparat bahwa saya peneliti. Hasil penelitian kasus ini akan sangat membantu
@Kemenag_RI @lukmansaifuddin dalam mendisain hubungan antar umat beragama
yang harmonis/toleran.
28). Karena itu saya perlu
perspektif dari #Meiliana Sebab pada posisi berbeda, saya pribadi juga merasa
terganggu dengan suara keras apa saja di ruang publik di luar aturan. Seperti
suara:
1. Orkes tunggal
2. Knalpot bising
3. Mercon
4. Sirine pengawal
5. Mercon
6. Pentas musik
dll
29). Mengapa #Meiliana keberatan
dengan suara #Azan dari pengeras suara mesjid? Bagaimana aturan pengeras
suara saat azan di sejumlah negara? Inilah yang saya sebut sebagai antropologi
azan, cultural sound, acoustic artefact, atau soundscape.
30). Bagaimana menjelaskan
antropologi azan tersebut? Simak kulwit saya selanjutnya siang jelang sore
nanti. Saya harus berhenti dulu mau pergi kondangan mantenan anak almarhum
maha guru saya Prof. Kuntowijoyo di Prambanan, Yogya. @muhammadiyah
31). Saya lanjutkan kultwit
tenyang Azan dan #Meiliana dalam kerusuhan #TanjungBalai Saat itu, beberapa
temuan awal tersebut tidak sabar ingin saya ungkap agar publik memahami apa
yang sebenarnya terjadi. Saya tulis artikel tentang kerusuhan itu dan dimuat
oleh @MNCkoranSINDO https://t.co/3vtxbO62dZ
32). Dari perspektif penggunaan
media sosial, harusnya kasus kerusuhan #TanjungBalai menjadi pelajaran betapa
mudahnya netizen saling menstimulasi untuk aksi dan berbuat anarki karena
simptum religius dan rasa kehormatan mereka sebagai warga asli terusik.
33). Dari perspektif ini, semua
pihak terutama pemerintah harus tunduk pada hukum umum toleransi:
"Mayoritas melindungi minoritas. Minoritas menghormati mayoritas."
Jangan bermain politik pada isu toleransi. Dalam kasus #TanjungBalai saya
melihatnya seperti itu.
34). Dengan alasan toleransi,
menjelang Pilkada ijin mendirikan kompleks vihara mengabaikan aspirasi umat
muslim mayoritas di #TanjungBalai Beberapa aksi masyarakat tentang legalitas
lahan dan agar patung Buddha dipindah, diabaikan Pemda. Ini berlangsung cukup
lama...
35). Dalam suasana kebatinan
sosial demikian, muncul protes #Meiliana terhadap suara azan yang sudah
berabad lamanya berkumandang di #TanjungBalai Sebagai masyarakat pesisir,
warga #TanjungBalai sebenarnya sangat terbuka dan toleran terhadap semua
etnis pendatang.
36). Informan saya menyebutkan,
bukan soal menolak suara azan tetapi faktor cara #Meiliana melakukan protes
terhadap suara azan itu yang menyakiti batin umat muslim #TanjungBalai Tanpa
jawaban lisan, saya merasakan sendiri kegeraman mereka juga dipengaruhi
oleh...
37). ... berbagai kondisi umat
muslim Indonesia yang agak terpojok terutama di media sosial oleh narasi yang
dimainkan netizen misalnya:
- Narasi tentang bulan Ramadan
orang yang berpuasa hormati yang tidak berpuasa.
- Larangan takbir keliling.
- Tekanan larangan berpoltik di
mesjid.
- dll
38). Narasi itu tersimpan dalam
memori dan kognisi sosial masyarakat di #TanjungBalai Berkat media sosial,
mereka juga tidak terlalu sulit memahami siapa aktor atau pada siapa atau
pada etnis apa arah narasi tersebut dapat dipersonifikasi. Sampai sini
persoalan semakin pelik.
39). Jadi mohon jangan
disimplifikasi atau disederhanakan ini hanya persoalan linier: Ada azan--ada
minoritas yang protes--mayoritas marah--minoritas dihukum=Tegakkan Toleransi.
Akar masalahnya bukan soal
toleransi tapi praktik politik kepentingan yang menyimpang.
40). Kalau hanya suara azan, dengan
jumlah tercatat 54 mesjid 98 musholla di #TanjungBalai sudah dikepung suara
azan 5 waktu sehari/semalam selama ratusan tahun tidak pernah ada masalah.
Saya kemudian mencari literatur untuk temukan bagaimana antropologi azan di
sejumlah negara.
41). Pertama, artikel Fannes
(2012) berjudul Sounds in Changing Context The Muslim Call to Prayer in
Vienna. Fannes menilai azan sebagai cultural sounds, sama dengan lonceng
gereja di Wina. Karena itu suara azan memiliki kehormatan dan harus
dilindungi.
42). Azan juga miliki konteks sosial religius.
Riset Schafer (2003) sebut istilah soundscape. Dengan mendengar suara lonceng
gereja, bahkan dengan mata tertutup, kita segera tau secara sosial ada
saudara kita dari umat Kristiani di sana. Seharusnya dengan suara saja sudah
cukup alasan bikin kita bersaudara dalam perbedaan.
43). Oleh sebab itu, menurut
Bender (2006), Howes (2006), dan Thomas (1996), azan (seperti halnya lonceng
gereja) bersifat PUBLIK bukam PRIVAT. Maaf Pak @lukmansaifuddin ini sangat
penting untuk diketahui. Karen itu dalam pandangan saya...
44) Azan sebagai soundscape atau
acoustic artefact (sama halnya dengan lonceng gereja) yang bersifat PUBLIK
tidak boleh dihentikan karena alasan PRIVAT. @Kemenag_RI @detikcom @kompascom
@hariankompas @RILISonline @tribunnews @merdekadotcom @SINDOnews
45). Namun karena itu pula
kedudukan azan menjadi sangat antropologis. Mengacu pada Watt (1992) pada
abad 7-8 saat Andalusia (Spanyol) dikuasi Islam azan beraifat PUBLIK. Namun
saat ini azan menjadi urusan PRIVAT.
46). Bull (2000) berpendapat lain,
dikatakannya suara tidak mengenal sifat. Asal suara terdengar di ruang
publik, dia menjadi urusan publik. Suara azan dalam pandangan ini sama dengan
suara:
- Sirene
- Knalpot
- Mercon
- Orkes tunggal
- dll.
47). Mungkin karena menggunakan
pandangan Bull tersebut, pemerintah Jerman membolehkan azan menggunakan
pengeras suara (Allievi, 2010). Hanya saja Pengawas Gereja Protestan di
Jerman berpendapat panggilan azan bertentangan dengan keimanan Trinitas.
Menarik didiskusikan ya...
48). Karena keberatan tersebut,
umat muslim di Jerman sebagai minoritas memilih menghormati umat Kristiani
yang mayoritas dengan kumandang #Azan tanpa pengeras suara. Hal serupa
terjadi di Belanda. Walau umat muslim punya hak hukum sama dengam gereja
untuk...
49). .... kumandangkan azan
gunakan pengeras suara, namun memilih tidak menggunakan pengeras suara karena
alasan menghormati umat Kristiani yang mayoritas. Sementara umat Kriatiani
melalui sistem pemerintah memberi keleluasaan penggunaan pengeras suara saat
#Azan
50). Dalam konteks azan, umat
muslim minoritas di Eropa sangat toleran. Mereka paham dengan baik kapan FIQH
MAYORITAS dipakai, dimana FIQH MINORITAS diterapkan. Relasi penganut agama
mayoritas dan minoritas itu yang saya sebut hukum umum toleransi:
51). MAYORITAS LINDUNGI MINORITAS,
MINORITAS HORMATI MAYORITAS. Jadi hukum toleransi tidak buta dan membabibuta,
sama rasa sama rata. Di sinilah seharusnya kaum cerdik pandai memberi
pencerahan dan pemerintah berpihak pada keadilan dan kebenaran pengetahuan,
bukan kekuasaan.
52). Sementara di Swedia
pemerintah membolehkan #Azan dengan pengeras suara tapi dibatasi hanya 2 KM.
Sedangkan di Malaysia, kendati azan dibolehkan gunakan pengeras suara namun,
mengacu pada riser Mohad, dkk (2015), ada sebanyak 5,1% umat Kristiani yang
terganggu dengan suara #Azan
53). Di Indonesia sendiri
penolakan suara #Azan sudah lama terjadi. Menurut catatan Buya Hamka (1982)
pemberontakan terhadap penjajahan Belanda oleh Haji Wasith di Cilegon, Banten
tahun 1888 bukan karena penjajahan tapi karena larangan sholawat dan
kamamdang #Azan
54). Jauh sebelum itu, pada abad
15 Kesultanan Demak pernah keberatan
dengan suara #Azan yang muncul secara aneh dari mesjid Gala, di Bukit
Jabalkat, Bayat, Klaten (Imansyah, 2013). Mesjid kramat itu kemudian dipindah
55). Jadi sebelum kasus #Meiliana
sudah sejak lama ada kasus terkait #Azan Di Aceh seorang warga juga nyaris
dikroyok massa karena keberatan dengan suara azan dari pengeras suara.
Keberatan, protes, dan menghina #Azan menjadi hal penting lain yang harus
dipahami.
56). Dalam kasus #Meiliana
berdasarkan informasi dari narasumber yang saya wawancarai awalnya memang
keberatan dengan suara #Azan tapi saat dikonfirmasi justru menunjukkan
arogansi. Arogansi ini yang dinilai warga merupakan 'penghinaan' terhadap
#Azan https://t.co/wo3NigFX6K
57). Aparat kepolisian
@HumasTjBalai sendiri sangat sigap dalam mengantisipasi situasi saat itu.
Karena lokasi rumah #Meiliana dan mesjid tidak jauh dari pusat keramaian kota
#TanjungBalai warga dengan sangat
mudah berkerumun. Seandainya saat itu ketika aparat berinisiatif...
58). memediasi antara Takmir
Mesjid dan #Meiliana bersikap sedikit lembut, saya yakin aparat mampu
meyakinkan takmir agar dapat menyesuaikan suara #Azan Sikap arogan dalam
sekam terpendam warga mayoritas yang suaranya diabaikan dalam pembangunam
rumah ibadah dan patung Budhha....
59). pada kultur siber di media
sosial yang liar tak terkendali berakumulasi saling menstimulasi menjadi
kerusuhan rasial. Saya bersyukur Kapolri @DivHumas_Polri cepat bertindak
langsung ke TKP dan mengerahkan pengamanan hingga situasi dapat cepat
dikendalikan.
60). Saat ini setelah 2 tahun
berlalu, #Meiliana sudah divonis hukuman 1,5 tahun. Kehidupan masyarakat
#TanjungBalai juga sudah normal dan membaik. Adil atau tidak hukuman tsb,
saya berharap, jika #Meiliana merasa tidak adil tempuhlah jalur hukum.
61). Sementara bagi warga lainnya
yang merasa hukuman itu tidak adil dan ancaman bagi toleransi, jangan
memperjuangkan tegaknya toleransi dengan cara intoleran. Caranya: Pahami
situasi dan konteksnya dengan meneliti dan kembangkan dengan membandingkannya
pada literatur. Setiap kasus pasti spesifik sesuai konteks.
62). Dengan demikian kehidupan
sosial religius kita dapat berjalan normal dalam bingkai NKRI yang saling
menghormati dan menghargai. Pemerintah juga sebaiknya bertindak bijak sebagai
regulator kerukunan kehidupan keagamaan kita. Sudah #Azan Maghrib.
SELESAI. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar