Israel
dan Negara Yahudi
Zuhairi Misrawi ; Intelektual Muda Nahdlatul Ulama;
Analis Pemikiran dan Politik
Timur-Tengah di The Middle East Institute
|
DETIKNEWS,
23 Agustus
2018
Di tengah hiruk-pikuk
konflik antara Palestina dan Israel yang tidak pernah surut, kini Israel
terus melakukan manuver untuk meneguhkan dirinya sebagai negara Yahudi.
Setelah melalui pembahasan yang cukup alot dan berkepanjangan, kurang lebih 5
tahun, akhirnya Benyamin Netanyahu berhasil meloloskan undang-undang yang
secara eksplisit menegaskan Israel sebagai negara bagi umat Yahudi (nation
state of the Jewish people).
Undang-undang tersebut
mendapatkan suara mayoritas dalam voting di parlemen. Koalisi sayap kanan
pemerintahan Netanyahu berhasil mengalahkan sayap tengah dan sayap kiri di
parlemen. Dari 120 kursi di parlemen, 62 suara setuju, 55 suara menolak, 2
suara abstain, dan 1 suara absen.
Ada dua dampak yang dapat
dilihat dari keputusan penting yang diambil oleh Netanyahu dengan dukungan
mayoritas parlemen tersebut. Pertama, Israel semakin mengukuhkan dirinya
sebagai negara Yahudi. Hal tersebut sesuai dengan cita-cita kaum Zionis yang
sejak awal mempunyai mimpi mendirikan negara Yahudi di Palestina.
Sejak merdeka pada 1948,
Israel belum bisa memenuhi mimpi kaum Zionis yang ingin menjadikan Israel
sebagai negara Yahudi. Ketika merdeka, Israel justru menjadi negara yang
menganut demokrasi yang menjamin sepenuhnya kesetaraan dan hak-hak politik
bagi setiap warganya. Seluruh warga Israel mempunyai kedudukan hukum yang
sama.
Namun, setelah 70 tahun
merdeka sayap kanan Israel berhasil mewujudkan impiannya. Israel secara
eksplisit memberikan keistimewaan bagi orang-orang Yahudi, karena secara
eksplisit menegaskan dirinya sebagai negara bagi orang-orang Yahudi.
Sikap yang diambil
Netanyahu bersama partai koalisinya bukan tanpa protes. Kelompok minoritas,
khususnya Arab dan Druz, sayap tengah dan sayap kiri menentang keras langkah
yang diambil oleh Netanyahu. Langkah yang diambil merupakan sebuah kemunduran
dan pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yang menjamin kesetaraan bagi
seluruh kelompok.
Kemenangan sayap kanan
Israel tidak lain berkat kampanye populis dan menguatnya sayap
ultra-nasionalis dalam beberapa tahun terakhir. Israel selalu memainkan kartu
politik konservatif, yang menjadikan demokrasi semakin kehilangan
substansinya.
Di sisi lain, Netanyahu
sedang berjudi untuk memperluas pendudukan Israel di Tepi Barat, yang sedang
merencanakan pembangunan ilegal. Kebijakan menjadikan Israel sebagai negara
bagi orang-orang Yahudi secara implisit sebagai karpet merah bagi Israel
untuk terus melakukan aneksasi terhadap wilayah-wilayah Palestina dengan
menggunakan payung Israel sebagai negara Yahudi. Israel juga mengundang
orang-orang Yahudi yang berada di Eropa dan Amerika Serikat untuk kembali ke
Israel, karena saat ini Israel sudah resmi menjadi negara bagi orang-orang
Yahudi.
Di samping itu, ada yang
menyatakan langkah yang diambil Netanyahu dalam rangka menutupi dua kasus
korupsi yang menimpa dirinya dan keluarganya. Netanyahu sedang mencari
simpati dari mayoritas warga Israel dengan mengambil keputusan yang
kontroversial tersebut.
Kedua, langkah yang
diambil Netanyahu merupakan sinyal kuat bagi Palestina, bahwa di masa
mendatang langkah yang akan diambil Israel terkait Palestina akan semakin
keras. Israel tidak hanya mempunyai legitimasi politik untuk menjajah
Palestina, tetapi sekarang sudah mempunyai legitimasi religius.
Apalagi Israel dalam undang-undang
tersebut semakin menegaskan seluruh wilayah Jerusalem sebagai ibu kota
Israel. Maknanya, Israel akan melakukan berbagai caranya untuk terus
mempersempit wilayah Palestina, bahkan jika dimungkinkan ingin dihapus dari
peta Palestina. Perluasan pendudukan Israel di Tepi Barat merupakan bukti
nyata, Israel terus berusaha untuk menguasai Palestina dan menjadikan mimpi
Palestina merdeka jauh dari kenyataan.
Maka dari itu,
kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh Israel terkait Palestina akan
semakin merugikan Palestina. Israel akan terus menekan Palestina, termasuk
menggunakan kekerasan dalam menghadapi Palestina. Beberapa perkembangan
mutakhir di Tepi Gaza dan Tepi Barat semakin mengukuhkan, bahwa Israel sedang
menggunakan kebijakan politik fundamentalis terhadap Palestina.
Di satu sisi Israel ke
dalam membangun kebijakan yang menguntungkan kelompok mayoritas Yahudi,
sementara ke luar Israel cenderung menggunakan kekerasan terhadap Palestina.
Dua kebijakan tersebut saling berkait-kelindan dengan tujuan mengukuhkan
eksistensi kaum kanan yang saat ini merupakan kelompok mayoritas di parlemen.
Netanyahu merupakan pihak
yang mendulang keuntungan politik dari kebijakan tersebut. Posisinya akan
semakin populer di Israel, dianggap sebagai sosok yang berhasil mewujudkan
mimpi kaum Zionis.
Meskipun demikian, langkah
yang diambil Israel bukan tanpa cacat. Israel yang selama ini dianggap
sebagai negara paling demokratis di Timur-Tengah sudah tidak mungkin lagi
menyandang status tersebut. Israel tidak pantas lagi disebut disebut sebagai
negara demokratis, karena memberikan keistimewaan terhadap kaum Yahudi.
Di samping itu, sikap yang
diambil Israel terhadap Palestina akan menjadikan perdamaian di Timur-Tengah
semakin jauh dari harapan dunia. Israel sedang berambisi untuk meneguhkan
dominasinya di kawasan dengan doktrin Yahudisasi Israel, dan terus melakukan
kebijakan yang keras terhadap Israel.
Penyerangan membabi buta
Israel ke Jalur Gaza dan Tepi Barat dalam beberapa minggu terakhir
membuktikan masa depan Palestina semakin tidak menentu. Jangankan untuk
memberikan kemerdekaan bagi Palestina, kepada kelompok minoritas di dalam
Israel pun, Netanyahu tengah merenggut kebebasan tersebut.
Tidak menutup kemungkinan,
langkah yang diambil Netanyahu tersebut juga membangkitkan gairah kaum
fundamentalis di kawasan Timur-Tengah untuk mendirikan negara agama, seperti
yang selama ini disebarkan oleh kelompok transnasional.
Pada akhirnya, Israel
merupakan contoh nyata dari fundamentalisme agama yang mendapatkan stempel
dari negara dengan menggunakan baju demokrasi elektoral. Langkah yang diambil
Israel tersebut merupakan ancaman yang serius bagi demokrasi dan perdamaian
di Timur-Tengah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar