Jumat, 31 Agustus 2018

APBN 2019 dan Ketahanan Ekonomi

APBN 2019 dan Ketahanan Ekonomi
Telisa Aulia Falianty  ;  Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI
                                              KORAN JAKARTA, 20 Agustus 2018



                                                           
Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2018 menyampaikan nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Presiden menyampaikan fokus RAPBN 2019 seperti APBN untuk mendorong investasi dan daya saing melalui pembangunan sumber daya manusia (SDM). Tema tersebut diwujudkan melalui tiga strategi utama: mobilisasi pendapatan yang realistis dengan tetap menjaga iklim investasi, peningkatan kualitas belanja agar lebih produktif dan efektif dengan penguatan value for money pada program prioritas, serta mendorong efisiensi dan inovasi pembiayaan.

Berikut asumsi-asumsinya. Pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari perkiraan APBN 2018, yakni 5,3 persen. Inflasi dipertahankan sama dengan APBN 2018 sebesar 3,5 persen. Nilai tukar 14.400 per dollar AS. Selain itu, lifting minyak diprediksikan turun dari APBN 2018, yakni di kisaran 750 ribu barel/hari dan lifting gas naik tipis di kisaran 1.250 barel/hari. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) diprediksikan sama dengan sebelumnya di kisaran 5,3 persen

Asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen cukup moderat. Pemerintah semakin realistis menghadapi tantangan global, sehingga menurunkan sedikit asumsi pertumbuhan ekonomi dari 2018 (5,4). Berbagai risiko global yang masih menghambat Indonesia untuk tumbuh di atas 5,3 persen di antaranya, perang dagang yang dilancarkan Amerika Serikat (AS), diikuti perang nilai tukar serta penurunan optimisme investor global sehingga terjadi ancaman penarikan modal (capital reversal).

Kenaikan Fed Fund Rate seiring pemulihan AS memperberat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia karena kenaikan suku bunga acuan di sini sebagai respons. Hal ini diperparah dengan krisis keuangan Turki dan Argentina yang dikhawatirkan menular (contagion). Rupiah terus melemah, meski masih di level moderat, namun perlu diwaspadai. Sejumlah risiko tadi disadari, sehingga pemerintah berhati-hati seperti tecermin dalam defisit APBN 2019 yang jauh lebih rendah dari rancangan tahun 2018, di kisaran 1,84 persen dari PDB (APBN 2018 menetapkan target defisit 2,12 persen dari PDB).

Yang menarik, tekanan Presiden bahwa kita harus terus menggiatkan investasi, ekspor, dan pariwisata sebagai mesin pertumbuhan ekonomi guna menciptakan produktivitas, nilai tambah tinggi, dan devisa. Devisa negara menjadi penekanan yang disebutkan. Hal ini menunjukkan concern tinggi pada kondisi devisa sebagai shock absorber dari kemungkinan krisis ekonomi dan keuangan.

“Alert”

Pengalaman 1997/1998 dan 2007/2008 telah menjadikan alert yang lebih tinggi akan pentingnya menjaga devisa. Pada 2019 diharapkan ekspor, investasi, serta pariwisata mampu menjadi driver pertumbuhan ekonomi, sekaligus menghasilkan devisa. Ini akan disertai perbaikan struktural, peningkatan ketahanan ekonomi, serta penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Hal menarik lainnya untuk dikaji dari APBN 2019, konsistensi untuk memperkuat bantuan sosial. Penurunan kemiskinan di level satu digit membuktikan pentingnya bantuan sosial. Menurut pemaparan dalam nota keuangan RAPBN 2019, peningkatan kualitas SDM dan pengurangan kesenjangan dilakukan melalui penguatan perlindungan sosial, antara lain melalui peningkatan sinergi program-program bantuan sosial. penggunaan Basis Data Terpadu untuk ketepatan sasaran.

Selain itu, peningkatan efektivitas dan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di antaranya melalui perluasan kepesertaan, peningkatan efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH). Kemudian, peningkatan manfaat dan perbaikan penyaluran, penguatan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), serta penguatan sistem monitoring dan evaluasi program-program bantuan sosial.

Yang menarik lagi anggaran bantuan sosial program PKH naik dua kali menjadi 34,4 triliun rupiah dari 17 triliun (2018). Ini mengonfirmasi teori “political budget cycle” (PBC) di tahun politik ini. Artinya, penggunaan instrumen kebijakan fiskal guna memenangkan suara pemilih. Hal ini dibahas secara ilmiah dalam Rogoff dan Sibert (1988); Rogoff (1990); dan Alesina (1989), Brender, dkk (2005), Vergne (2009), Sjahrir (2013) serta Armada dan Falianty (2018).

Beberapa studi menyatakan, fenomena PBC semakin kuat terindikasi di negara-negara demokrasi baru dan berkembang. Menurut teori ini, petahana dapat menggunakan instrumen APBN atau APBD berupa pengalokasian belanja hibah dan bantuan sosial guna meningkatkan probabilitasnya untuk dapat terpilih kembali. Pola ini cenderung meningkat menjelang pemilu. Ini sah-sah dan lumrah saja penggunaan instrumen fiskal. Yang penting, dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tidak berbahaya bagi kelanjutan fiskal. Pemerintah pun menyatakan tetap hati-hati karena defisit fiskal dibuat di bawah 2 persen, menurun dari sebelumnya.

Terlepas ada tidaknya unsur politis, kenaikan bansos, seharusnya dapat lebih menekan kemiskinan dan diharapakan menjadi bemper lapisan bawah menghadapi tekanan perekonomian global. Kenaikan bansos diharapkan juga tetap dapat menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Sebab perekonomian masih mengandalkan konsumsi dalam PDB. Selain itu, diharapkan terdapat program struktural yang lebih kuat dan berdimensi jangka panjang untuk meningkatkan produktivitas penduduk miskin, bukan hanya bantuan tunai jangka pendek.

Empat tahun pemerintahan telah membangun infrastruktur sebagai hardware perekonomian, namun bila tanpa pembangungan software percuma. Software itulah sumber daya manusia (SDM). Akhir 2019 menekankan pentingnya pembangunan SDM tersebut. Tantangan perekonomian ke depan, berkembangnya revolusi industri 4.0, dan digital economy yang semakin meluas membutuhkan pembangunan SDM yang sistematis dan berkelanjutan.

Program pembangunan SDM tersebut antara lain melalui Program Indonesia Pintar (PIP), beasiswa Bidik Misi, dan LPDP. Selain itu, terdapat proram penekanan pendidikan vokasi dalam mempersiapkan tenaga kerja agar lebih kompetitif. Kemudian, percepatan penanganan stunting melalui konvergensi program lintas sektor agar berdampak optimal bagi masyarakat. Anggaran program terkait SDM tahun 2019 sekitar 14 triliun rupiah (bdk 2018 sekitar 10 T).

Program perbaikan pendidikan vokasi diarahkan untuk sinkronisasi kurikulum (link and match) dengan kebutuhan industri. Terkait perkembangan digital, pemerintah juga mempersiapkan tenaga pendidik yang adaptif dan reponsif terhadap perkembangan teknologi digital. SDM yang diperkuat juga tidak hanya di perkotaan, tapi juga desa terutama dikaitkan program dana desa. Kapasitas SDM desa pun akan diperkuat. Penguatan SDM ini sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan yang tidak hanya berdimensi ekonomi dan keuangan, juga terkait Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2019-2024. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar