APBN
2019 dan Ketahanan Ekonomi
Telisa Aulia Falianty ; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UI
|
KORAN
JAKARTA, 20 Agustus 2018
Presiden Joko Widodo pada
16 Agustus 2018 menyampaikan nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) 2019. Presiden menyampaikan fokus RAPBN 2019 seperti
APBN untuk mendorong investasi dan daya saing melalui pembangunan sumber daya
manusia (SDM). Tema tersebut diwujudkan melalui tiga strategi utama:
mobilisasi pendapatan yang realistis dengan tetap menjaga iklim investasi,
peningkatan kualitas belanja agar lebih produktif dan efektif dengan
penguatan value for money pada program prioritas, serta mendorong efisiensi
dan inovasi pembiayaan.
Berikut asumsi-asumsinya.
Pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari perkiraan APBN 2018, yakni 5,3 persen.
Inflasi dipertahankan sama dengan APBN 2018 sebesar 3,5 persen. Nilai tukar
14.400 per dollar AS. Selain itu, lifting minyak diprediksikan turun dari
APBN 2018, yakni di kisaran 750 ribu barel/hari dan lifting gas naik tipis di
kisaran 1.250 barel/hari. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
diprediksikan sama dengan sebelumnya di kisaran 5,3 persen
Asumsi pertumbuhan ekonomi
5,3 persen cukup moderat. Pemerintah semakin realistis menghadapi tantangan
global, sehingga menurunkan sedikit asumsi pertumbuhan ekonomi dari 2018
(5,4). Berbagai risiko global yang masih menghambat Indonesia untuk tumbuh di
atas 5,3 persen di antaranya, perang dagang yang dilancarkan Amerika Serikat
(AS), diikuti perang nilai tukar serta penurunan optimisme investor global
sehingga terjadi ancaman penarikan modal (capital reversal).
Kenaikan Fed Fund Rate
seiring pemulihan AS memperberat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia karena
kenaikan suku bunga acuan di sini sebagai respons. Hal ini diperparah dengan
krisis keuangan Turki dan Argentina yang dikhawatirkan menular (contagion).
Rupiah terus melemah, meski masih di level moderat, namun perlu diwaspadai.
Sejumlah risiko tadi disadari, sehingga pemerintah berhati-hati seperti
tecermin dalam defisit APBN 2019 yang jauh lebih rendah dari rancangan tahun
2018, di kisaran 1,84 persen dari PDB (APBN 2018 menetapkan target defisit
2,12 persen dari PDB).
Yang menarik, tekanan
Presiden bahwa kita harus terus menggiatkan investasi, ekspor, dan pariwisata
sebagai mesin pertumbuhan ekonomi guna menciptakan produktivitas, nilai
tambah tinggi, dan devisa. Devisa negara menjadi penekanan yang disebutkan.
Hal ini menunjukkan concern tinggi pada kondisi devisa sebagai shock absorber
dari kemungkinan krisis ekonomi dan keuangan.
“Alert”
Pengalaman 1997/1998 dan
2007/2008 telah menjadikan alert yang lebih tinggi akan pentingnya menjaga
devisa. Pada 2019 diharapkan ekspor, investasi, serta pariwisata mampu
menjadi driver pertumbuhan ekonomi, sekaligus menghasilkan devisa. Ini akan
disertai perbaikan struktural, peningkatan ketahanan ekonomi, serta penguatan
usaha mikro, kecil, dan menengah.
Hal menarik lainnya untuk
dikaji dari APBN 2019, konsistensi untuk memperkuat bantuan sosial. Penurunan
kemiskinan di level satu digit membuktikan pentingnya bantuan sosial. Menurut
pemaparan dalam nota keuangan RAPBN 2019, peningkatan kualitas SDM dan
pengurangan kesenjangan dilakukan melalui penguatan perlindungan sosial,
antara lain melalui peningkatan sinergi program-program bantuan sosial.
penggunaan Basis Data Terpadu untuk ketepatan sasaran.
Selain itu, peningkatan
efektivitas dan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di
antaranya melalui perluasan kepesertaan, peningkatan efektivitas Program
Keluarga Harapan (PKH). Kemudian, peningkatan manfaat dan perbaikan
penyaluran, penguatan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), serta penguatan sistem
monitoring dan evaluasi program-program bantuan sosial.
Yang menarik lagi anggaran
bantuan sosial program PKH naik dua kali menjadi 34,4 triliun rupiah dari 17
triliun (2018). Ini mengonfirmasi teori “political budget cycle” (PBC) di
tahun politik ini. Artinya, penggunaan instrumen kebijakan fiskal guna
memenangkan suara pemilih. Hal ini dibahas secara ilmiah dalam Rogoff dan
Sibert (1988); Rogoff (1990); dan Alesina (1989), Brender, dkk (2005), Vergne
(2009), Sjahrir (2013) serta Armada dan Falianty (2018).
Beberapa studi menyatakan,
fenomena PBC semakin kuat terindikasi di negara-negara demokrasi baru dan
berkembang. Menurut teori ini, petahana dapat menggunakan instrumen APBN atau
APBD berupa pengalokasian belanja hibah dan bantuan sosial guna meningkatkan
probabilitasnya untuk dapat terpilih kembali. Pola ini cenderung meningkat
menjelang pemilu. Ini sah-sah dan lumrah saja penggunaan instrumen fiskal.
Yang penting, dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tidak berbahaya bagi
kelanjutan fiskal. Pemerintah pun menyatakan tetap hati-hati karena defisit
fiskal dibuat di bawah 2 persen, menurun dari sebelumnya.
Terlepas ada tidaknya
unsur politis, kenaikan bansos, seharusnya dapat lebih menekan kemiskinan dan
diharapakan menjadi bemper lapisan bawah menghadapi tekanan perekonomian
global. Kenaikan bansos diharapkan juga tetap dapat menjaga daya beli
masyarakat berpenghasilan rendah. Sebab perekonomian masih mengandalkan
konsumsi dalam PDB. Selain itu, diharapkan terdapat program struktural yang
lebih kuat dan berdimensi jangka panjang untuk meningkatkan produktivitas
penduduk miskin, bukan hanya bantuan tunai jangka pendek.
Empat tahun pemerintahan
telah membangun infrastruktur sebagai hardware perekonomian, namun bila tanpa
pembangungan software percuma. Software itulah sumber daya manusia (SDM). Akhir
2019 menekankan pentingnya pembangunan SDM tersebut. Tantangan perekonomian
ke depan, berkembangnya revolusi industri 4.0, dan digital economy yang
semakin meluas membutuhkan pembangunan SDM yang sistematis dan berkelanjutan.
Program pembangunan SDM tersebut
antara lain melalui Program Indonesia Pintar (PIP), beasiswa Bidik Misi, dan
LPDP. Selain itu, terdapat proram penekanan pendidikan vokasi dalam
mempersiapkan tenaga kerja agar lebih kompetitif. Kemudian, percepatan
penanganan stunting melalui konvergensi program lintas sektor agar berdampak
optimal bagi masyarakat. Anggaran program terkait SDM tahun 2019 sekitar 14
triliun rupiah (bdk 2018 sekitar 10 T).
Program perbaikan
pendidikan vokasi diarahkan untuk sinkronisasi kurikulum (link and match) dengan
kebutuhan industri. Terkait perkembangan digital, pemerintah juga
mempersiapkan tenaga pendidik yang adaptif dan reponsif terhadap perkembangan
teknologi digital. SDM yang diperkuat juga tidak hanya di perkotaan, tapi
juga desa terutama dikaitkan program dana desa. Kapasitas SDM desa pun akan
diperkuat. Penguatan SDM ini sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan
yang tidak hanya berdimensi ekonomi dan keuangan, juga terkait Rencana
Pembangunan Jangka Menengah 2019-2024. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar