Muhammadiyah Pasca-Pemilu 2019
Oleh : Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah
REPUBLIKA.CO.ID, Senin 24 Jun 2019 13:15 WIB
Masih terlontar pertanyaan, bagaimana dan ke mana arah Muhammadiyahpasca-Pemilu
2019? Pertanyaan ini sebenarnya salah alamat karena yang dituju ormas
yang selama ini konsisten pada kepribadian dan khittah perjuangannya yang tidak
berpolitik praktis.
Jika pertanyaan itu ditanyakan kepada kalangan partai politik,
tentu wajar. Muhammadiyah sebagai
ormas yang bergerak dalam misi dakwah dan tajdid, tidaklah berkiprah dalam
perjuangan politik praktis.
Dengan demikian, baik sebelum maupun ketika proses dan sesudah
pemilu, tidaklah terlibat dalam kontestasi politik. Secara realistis sampai
batas tertentu, dinamika politik lima tahunan berpengaruh pada suasana
kehidupan kekuatan komponen bangsa, termasuk Muhammadiyah.
Kontestasi politik, sering melibatkan kekuatan masyarakat yang
memiliki basis massa kuat dan luas. Namun dinamika pemilu sekeras apapun, tidak
serta merta mempengaruhi karakter dan orientasi Muhammadiyah.
Karenanya, bagi masyarakat luas maupun anggota Muhammadiyah,
seyogiyanya dipahami posisi dan peran gerakan Islam yang didirikan Kiai
Ahmad Dahlan ini, yang tidak melibatkan diri dalam kancah kontestasi
politik lima tahunan.
Muhammadiyah berkomitmen kuat dalam membangun Indonesia menuju
terwujudnya cita-cita nasional. Muhammadiyah berkiprah di bidang pendidikan,
kesehatan, sosial, ekonomi, pemberdayaan, mencerahkan kehidupan beragama, dan
pembaruan alam pikiran masyarakat.
Muhammadiyah menjalankan peran kebangsaan dalam mewujudkan
perdamaian, persatuan, moralitas, dan kesejahteraan bangsa di seluruh pelosok
Tanah Air tanpa membedakan-bedakan agama, suku bangsa, kedaerahan, dan
golongan.
Semuanya berangkat dari komitmen keislaman dan keindonesiaan
dalam perspektif Islam berkemajuan untuk rahmatan lil-‘alamin.
Muhammadiyah, senantiasa memposisikan dan memerankan diri sebagai gerakan Islam
bermisi dakwah dan tajdid yang nonpolitik-praktis.
Karenanya, pasca-Pemilu 2019 Muhammadiyah tetap istiqamah
bergerak di jalan dakwah dan tajdid yang tidak terlibat dalam proses politik
praktis, termasuk politik pemilu. Politik kebangsaan Muhammadiyah berada pada
tataran “high-politics”, bukan pada “low politics”.
Garis perjuangan
Muhammadiyah tidak akan terombang-ambing arus politik lima
tahunan. Muhammadiyah berdasar Khittah Denpasar 2002, memiliki garis yang
menjadi pedoman dan arah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi
sembilan poin penting.
Pertama, Muhammadiyah meyakini politik dalam kehidupan bangsa
dan negara merupakan salah satu aspek ajaran Islam dalam urusan keduniawian
yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai nilai-nilai luhur agama
dan moral yang utama.
Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh
warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan
pilitik untuk tegaknya kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kedua, Muhammadiyah meyakini, negara dan usaha membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun
pengembangan masyarakat, pada dasarnya wahana yang mutlak diperlukan untuk
membangun.
Di mana, nilai-nilai Illahiyah melandasi dan tumbuh subur
bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kebersamaan, keadilan, perdamaian,
ketertiban, keadaban untuk terwujudnya “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”
Ketiga, Muhammadiyah memilih
perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui pemberdayaan
masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani yang kuat sebagaimana tujuan
Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sedangkan yang terkait kebijakan kenegaraan akan ditempuh
melalui pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip perjuangan
kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
Keempat, Muhammadiyah mendorong
secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis dan berorientasi
pada kekuasaan untuk dijalankan oleh partai politik dan lembaga formal
kenegaraan dengan sebaik-baiknya.
Dalam
hal ini, perjuangan politik yang dilakukan kekuatan politik hendaknya
mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana
yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya NKRI yang diprolkamasikan
tahun 1945.
Kelima,
Muhammadiyah senantiasa memainkan peran politiknya sebagai wujud dari dakwah
amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan memengaruhi proses dan kebijakan negara
agar tetap berjalan sesuai konstitusi dan cita-cita luhur bangsa.
Muhammadiyah
secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana
pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan
berkeadaban.
Keenam,
Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris
dengan kekuatan politik atau organisasi manapun.
Muhammadiyah
senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan pollitik dan
menjalankan fungsi kritik sesuai prinsip amar makruf nahi munkar demi tegaknya
sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Ketujuh,
Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota persyarikatan
menggunakan hak pilihnya. Penggunaan hak pilih itu harus sesuai tangguang jawab
sebagai warga negara yag dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan
dengan misi dan kepentingan Muhammadiayah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
Kedelapan,
Muhammadiyah meminta anggotanya yang aktif dalam politik untuk melaksanakan
tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung
jawab, akhlak mulia, keteladanan, dan perdamaian.
Kesembilan,
Muhammadiyah senantiasa bekerja sama dengan pihak atau golongan mana pun
berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan
bertujuan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah lebih baik, maju,
demokratis, dan berkeadaban.
Pasca-Pemilu
2019 sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya memang selalu ada dinamika
politik dalam kehidupan kebangsaan. Sambil menunggu keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK), semua pihak seyogiyanya menciptakan suasana kehidupan nasional
yang kondusif.
Apapun
masalah dan dinamika Pemilu 2019, semuanya mesti disikapi dewasa dan harus ada
akhirnya. Kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan pemilu maupun menyangkut
kehidupan kebangsaan tentu merupakan realitas yang tidak terhindarkan.
Itu
menjadi kewajiban semua pihak untuk memperbaiki dan mencari solusinya ke depan.
Lebih dari itu, persatuan dan kepentingan nasional harus diletakkan di atas
segalanya karena keberadaan dan masa depan Indonesia tidak dapat dipertaruhkan
oleh dinamika kontestsi politik lima tahunan yang temporer! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar