WASHINGTON, JUMAT— Rencana serangan militer AS ke Iran yang telah disetujui Presiden Donald Trump dibatalkan secara mendadak beberapa jam sebelum dieksekusi pada Kamis (20/6/2019) malam atau Jumat (21/6) pagi WIB. Kongres AS diperkirakan mampu meyakinkan Gedung Putih untuk tak mengeksekusi rencana itu karena dikhawatirkan dapat menyulut eskalasi kekerasan yang tak terduga di kawasan.
Menurut The New York Times, Jumat, masih belum jelas apakah keputusan itu karena Trump berubah pikiran atau karena pertimbangan logistik dan strategi. Juga belum jelas apakah rencana serangan itu hanya sekadar ditangguhkan.
Disebutkan bahwa para penasihat keamanan Trump terbelah mengenai rencana ini. Sumber di Gedung Putih mengungkapkan, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Penasihat Keamanan Nasional John Bolton, dan Direktur Badan Pusat Intelijen AS (CIA) Gina Haspel mendukung serangan. Namun, sejumlah pihak mengingatkan, serangan dapat menimbulkan eskalasi dengan risiko korban pasukan AS di Timur Tengah.
Dari dokumen rahasia hasil briefing presiden dengan pimpinan Kongres asal Demokrat, disebutkan mereka mendesak Trump untuk menurunkan ketegangan. Kongres juga meminta agar Trump meminta izin Kongres sebelum melakukan aksi militer apa pun.
”Ini adalah situasi yang berbahaya,” kata Ketua DPR Nancy Pelosi. ”Kita berhadapan dengan negara yang merupakan pihak buruk di kawasan. Kita menyadari sulitnya (isu Iran) terkait rudal balistik mereka juga tentang siapa yang mereka dukung di kawasan.”
Ketua Komisi Intelijen DPR dari Republik, Adam Schiff, menyebutkan, ”Presiden mendengarkan ketika pimpinan Kongres mendesaknya untuk bersikap hati-hati.”
Aksi balasan
Rencana serangan itu disusun Washington sebagai tindakan balasan atas penembakan pesawat nirawak AS senilai 130 juta dollar AS oleh rudal Iran di wilayah yang oleh Iran diklaim sebagai wilayahnya di dekat Selat Hormuz. Namun, AS menegaskan, pesawat itu berada di wilayah internasional.
Menurut rencana, serangan AS akan dilakukan pada Kamis pukul 19.30 waktu Washington. Setelah jam itu berlalu, aksi tersebut tidak terjadi.
Dalam pidato yang disiarkan televisi Komandan Garda Revolusi Iran Jenderal Hossein Salami menyatakan, pihaknya tak ingin perang dengan negara mana pun. ”Namun, kami sangat siap untuk berperang,” tegasnya.
Washington pada April lalu menetapkan Garda Revolusi Iran sebagai kelompok teroris. Iran segera membalas dengan menetapkan pasukan AS yang berada di Timteng sebagai teroris. Hal itu membuat AS mengirimkan kapal induk dan lebih dari 1.000 personel militer tambahan ke Teluk. Iran membalas dengan menyatakan akan keluar dari kesepakatan Nuklir 2015 dan segera melakukan pengayaan uranium.
Perseteruan AS-Iran berawal dari keluarnya AS secara unilateral dari kesepakatan nuklir Iran pada Mei 2018. AS lalu menerapkan sanksi ekonomi pada Iran. (AP/AFP/MYR)