Sejauh Mana Badai PHK
Startup Digital Opini Tempo : Redaktur Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 27
November 2022
PELAKU industri digital,
bersiaplah, badai itu telah tiba. Rontoknya sejumlah perusahaan rintisan atau
startup digital sejak awal tahun ini menjadi sinyal bahwa industri berbasis
teknologi tak kebal krisis. Dua pekan lalu kita
dikejutkan oleh kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan PT GoTo Gojek
Tokopedia Tbk alias GoTo. Ada 1.300 atau 12 persen dari karyawan GoTo yang
terpaksa diberhentikan dari pekerjaannya. Manajemen GoTo beralasan PHK massal
ini dipicu oleh “tantangan makroekonomi global”. Dengan kata lain, decacorn
atau perusahaan dengan valuasi di atas US$ 10 miliar (sekitar Rp 157 triliun)
ini terkena dampak lesunya kondisi ekonomi yang terjadi di seluruh dunia. Bukan cuma GoTo,
e-commerce Shopee, startup teknologi pendidikan Ruangguru, hingga perusahaan
teknologi keuangan atau fintech LinkAja juga diterjang badai PHK. Alasannya
sama, perampingan jumlah pegawai tak terhindarkan di tengah kondisi ekonomi
yang penuh tantangan. Tapi mungkin perusahaan-perusahaan ini masih beruntung
lantaran tetap bisa beroperasi mengingat banyak startup digital yang
bangkrut. Sebut saja startup e-commerce furnitur Fabelio, penyedia akomodasi
Airy Rooms, dan e-commerce fashion Sorabel yang terpaksa tutup lapak lantaran
kalah bersaing atau modal yang cekak. Kondisi ini dihadapi
pelaku industri digital di seluruh dunia. Perusahaan raksasa seperti Meta
Platform (induk usaha Facebook), Twitter, dan Amazon pun terpaksa memangkas
jumlah karyawan besar-besaran. Yang membuat khawatir, badai ini mungkin
berlangsung lama karena belum ada yang tahu kapan resesi ekonomi akan
berakhir. Walhasil, gelombang PHK dan tingginya angka penganggur tak cuma
mengancam pekerja kerah biru seperti buruh pabrik tekstil atau pabrik sepatu.
Pekerja industri digital yang rata-rata berpendidikan tinggi juga kini
dihantui PHK. Lesunya perekonomian di
sejumlah negara maju membuat seret arus modal untuk industri digital. Laporan
berjudul “State of Venture Q3’22” yang dirilis lembaga riset CB Insights
menyebutkan penurunan arus modal ventura terjadi sejak awal tahun ini.
Pendanaan ventura di kuartal I 2022 mencapai US$ 142,1 miliar, turun 20,2
persen dari kuartal sebelumnya. Sedangkan arus modal ventura pada kuartal II
dan III melorot dari US$ 112,6 miliar menjadi US$ 74,5 miliar. Tren ini pada
akhirnya akan berdampak terhadap startup digital di Indonesia, yang masih bergantung
pada pendanaan perusahaan modal ventura asing. Sedangkan hasil riset
Google, Temasek, dan Bain & Company memberi catatan penting: nilai
investasi bisnis digital menurun karena investor mengutamakan profitabilitas.
Dengan kata lain, tak ada modal untuk startup yang merugi. Perusahaan digital
harus beroperasi dengan efisien, tak lagi membakar uang demi menarik
pengguna. Ini pula yang akhirnya memicu gelombang PHK hingga kebangkrutan
startup digital. Situasi genting ini
menjadi pengingat bahwa startup digital kita ada di posisi rawan. Valuasi
yang sempat menggelembung selama bertahun-tahun kini ada kemungkinan meletus.
Jika ini terjadi, ada bahaya besar, yakni ledakan penganggur tenaga kerja
terdidik. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/opini/167505/sejauh-mana-badai-phk-startup-digital |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar