Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Pascagempa Editorial
: Administrator Media Indonesia |
MEDIA INDONESIA, 23 November 2022
SEHARI pascagempa Cianjur, Jawa Barat, yang
terjadi Senin (21/11), gambaran dahsyatnya bencana kian jelas. Hingga pukul
17.00 WIB, kemarin, BNPB menyebut 268 orang tewas. Tingginya korban sejurus dengan porak-porandanya
bangunan. Di Kecamatan Cugenang yang merupakan salah satu titik terparah,
lebih dari 2.000 rumah rusak berat. Kerusakan bangunan juga terjadi di 18
kecamatan lainnya. Akibatnya, lebih dari 58 ribu orang harus mengungsi. Para ahli telah menjelaskan penyebab masifnya
kerusakan meski skala magnitudo gempa sesunguhnya tidak terlalu besar, yakni
5,6. Ini terjadi karena pusat gempa yang termasuk kategori sangat dangkal
sementara topografi tanah berjenis lunak. Akibatnya, amplifikasi getaran
menjadi besar. Celakanya, kebanyakan hunian yang berada di wilayah itu tidak
dibuat dengan struktur aman gempa. Di sisi lain, pengetahuan kerawanan bencana ini
termasuk karakteristik gempa Cianjur – Sukabumi, sama sekali bukan baru.
Catatan gempa bumi di wilayah yang dilalui sesar (patahan) Cimandiri ini
sudah sejak 1844. Bahkan, sejak penggunaan seismograf, gempa wilayah itu
sudah tercatat sejak 1969 dengan total 14 kali bencana gempa hingga November
ini. Para ahli pun melabeli wilayah ini sebagai permanen rawan gempa. Namun, sebagai mana masih umum di Indonesia,
fakta sains kerap dianaktirikan. Berkaca pada Cianjur, kerawanan gempa pun
belum diadopsi dalam Perda Kabupaten Cianjur Nomor 17/2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur 2011 -2031. Dalam penjabaran
kawasan rawan bencana alam, hanya dibuat kategori kawasan rawan banjir,
kawasan rawan gerakan tanah dan longsor, kawasan rawan tsunami dan gelombang
pasang. Belum dimasukkannya kerawanan bencana gempa tidak
bisa dianggap remeh. Ini tidak saja menunjukkan ketidakpekaan pemda akan
bahaya besar, tetapi juga menandakan ketiadaan mitigasi mendasar. Pengakuan akan kerawanan bencana gempa mestinya
akan membuat pemerintah daerah lebih peka akan standar-standar pembangunan
dan penataan ruang, termasuk dalam menegakkan SNI bangunan gedung dan nongedung
tahan gempa sebagaimana yang sudah dibuat Badan Standar Nasional (BSN) dan
telah diperbarui pada 2019. Ketidakacuhan Pemda Cianjur dan pemda-pemda lain
akan hal serupa, tidak dapat dibiarkan. Sudah semestinya sains menjadi
pijakan dalam perencanaan pembangunan dan penataan wilayah. Karena itu, ketika rencana rekostruksi mulai
disuarakan, semestinya pula pemda mengikuti dengan perbaikan RTRW. Justru,
pemda semestinya memang mengambil tanggung jawab terbesar untuk memastikan
rekonstruksi tidak hanya menyangkut bangunan fisik, tetapi keseluruhan
penataan ruang. Rencana rekonstruksi itu dikatakan Presiden
Jokowi, kemarin, saat mengunjungi korban gempa di Cianjur. Presiden
menyatakan pemerintah akan memberikan bantuan pembangunan kembali rumah warga
sesuai dengan tingkat kerusakan. Presiden juga menekankan bangunan itu
haruslah memenuhi spesifikasi tahan gempa. Pemerintah juga harus belajar dari proyek-proyek
rekonstruksi pascagempa di berbagai daerah, yang tidak jarang berjalan
lambat. Pembangunan rumah tahan gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB) akibat
gempa 2018 pun belum rampung. Tidak hanya soal pendanaan, relokasi permukiman
pun menjadi kendala utama. Sementara di Jawa Tengah, salah satu kendala
pembangunan rumah tahan gempa ialah alih pengetahuan kepada para pekerja
bangunan. Berbagai hal itu harus diperhatikan agar pembangunan rumah tahan
gempa tidak sekadar hangat di awal. Lebih jauh lagi, perjalanan pembangunan rumah
tahan gempa, sesungguhnya mengingatkan kita akan berlimpahnya kearifan lokal
yang mumpuni. Di berbagai daerah di Tanah Air, dapat kita saksikan rumah adat
berusia ratusan tahun selamat diguncang beragam bencana. Sebab itu, meski
rumah tahan gempa sesuai SNI perlu terus disosialikasikan, kearifan lokal
tidak dapat dipandang sebelah mata. Terlebih, bagi daerah dengan kendala
teknis dan material, kearifan lokal justru bisa menjadi penyelamat. ● Sumber :
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2821-rehabilitasi-dan-rekonstruksi-pascagempa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar