Nelangsa
Guru Honorer & Proses Seleksi PPPK yang Tak Berpihak Andrian
Pratama Taher : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 25 November 2022
Sekarang masih mengajar di sekolah induk. Walau
dengan perasaan was-was karena banyak guru yang datang sebagai guru PPPK yang
lulus tahun ini, apalagi dengan isu bahwa 2023 tidak ada lagi honorer di
instansi pemerintah.” Hal tersebut diungkapkan Hasan (nama disamarkan
atas permintaan narasumber) saat dihubungi reporter Tirto, Kamis
(24/11/2022). Pria berusia 35 tahun itu mengaku agak khawatir dengan
posisinya saat ini sebagai guru honorer di salah satu SMK di daerah Bima,
Nusa Tenggara Barat. Ia bercerita, guru-guru lulusan PPPK (Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) mulai masuk ke sekolahnya. Padahal, ada
sekitar 40 lebih dari total 90-an guru masih berstatus honorer, termasuk
dirinya. Ia juga masih was-was meski lulus passing grade pada tes 2021. Hasan mengatakan, betapa sulitnya menjadi PPPK
guru. Ia mengaku sudah mengikuti tes PPPK tahap 2 pada 2021 demi menjadi PPPK
guru. Namun, Hasan gagal lolos untuk menjadi PPPK karena ada guru yang
mendapat afirmasi umur sehingga berada di peringkat kedua. Ia pun mencoba kembali pada seleksi PPPK 2022.
Sayangnya, pria yang kini mengajar materi Mapel Produk Kreatif dan Kewirausahaan
itu tidak bisa ikut seleksi akibat sistem seleksi yang berbeda dengan 2021. “Saya tidak bisa melanjutkan pendaftaran dengan
alasan di akun pendaftaran tidak tersedia formasi di instansi dan harus turun
prioritas menjadi P3 atau Honorer. Tapi itu juga tidak bisa dilanjutkan. Jadi
saya harus bersabar melihat rekan-rekan guru yang lain mendaftar, termasuk
guru-guru yang belum lolos passing grade,” kata dia. Ia yang sudah sepuluh tahun ini mengajar
mengatakan, “Jadi kami yang sudah lolos passing grade ini rasanya sia-sia
sudah mencapai ambang batas itu, tetapi nasibnya tidak jelas nanti
bagaimana.” Hasan bercerita, merasakan ada perbedaan status
antara dirinya sebagai guru honorer dan guru PPPK. Para guru honorer dibayar
berdasarkan jam kerja mereka di sekolah. Saat ini, kata Hasan, ia dibayar
rerata sebesar Rp300 ribu per bulan. “Kalau istilah di NTB itu JJM (Jumlah Jam
Mengajar), jadi pembayarannya per jumlah jam mengajar. Saya enggak ngerti
perkaliannya, cuma sekitar segitu lah bayarannya per bulan kalau 8 jam,” kata
Hasan. Di sisi lain, kata dia, para guru berstatus PPPK
lebih mendapat jaminan hidup. Mereka dibayar layaknya PNS di daerah. Demi memenuhi kebutuhan hidup, Hasan mengaku
akhirnya mencari pekerjaan mengajar di tempat lain. Di sekolah berbasis
yayasan, ia mengaku mendapat bayaran lebih layak sebagai guru. “Kalau secara keseluruhan melihat guru
teman-teman yang lain, itu mereka yang tidak ngajar di sekolah swasta, itu
kebanyakan mencari penghasilan lewat bertani, bahkan sampai ngojek,” kata
dia. Hasan mengaku merasa dirugikan dengan kedatangan
PPPK baru pada 2021 dan sistem rekrutmen 2022 yang diubah pemerintah. Ia
sebut, kedatangan PPPK baru membuat jam kerjanya mengalami perubahan.
Sementara sistem rekrutmen saat ini membuat mereka tidak bisa memilih
sekolah. “Kita yang sudah lolos passing grade ini tidak
bisa mengambil formasi di sekolah yang lain. Jadi ada ketidakkonsisten dari
pemerintah itu. Dulu kami dirugikan dengan adanya guru dari luar, sementara
sekarang kami tidak bisa mengambil formasi di sekolah lain,” kata Hasan. Ia bilang sudah melakukan sejumlah langkah dalam
menyelesaikan masalahnya. Salah satunya terus menyampaikan masalahnya ini ke
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) untuk diteruskan ke pejabat terkait.
P2G berupaya menyampaikan ke DPR agar mereka mendorong Kemendikbud
menyikapinya. Karena itu, Hasan berharap, pemerintah
membuktikan janjinya untuk mengangkat guru honorer menjadi ASN PPPK 1 juta
guru di Indonesia. “[Saat ini] masih di bawah 600 ribu. Itu pertama untuk
pemerintah pusat,” kata dia. “Kedua, diharapkan pemerintah pusat ini
benar-benar mendorong Pemda untuk mengajukan formasi ASN PPPK guru itu
maksimal, lebih banyak. Tidak sedikit-sedikit,” kata Hasan. Ia juga berharap agar Pemda memperhatikan
kesejahteraan guru honorer. Ia menilai, setidaknya pemerintah daerah mau
memberikan kesejahteraan yang layak agar mereka bisa bekerja. Ia juga menagih
janji pemerintah daerah yang ingin memberikan bayaran UMR. Cerita serupa dialami Fahdi (nama disamarkan).
Pria berusia 25 tahun dan mengajar mata pelajaran sejarah sejak 2020 itu
mengaku banyak kisah pilu sebagai guru honorer, terlepas ia tetap bersyukur
bisa bekerja. “Sebenernya kalau honorer untuk ngeluh-mengeluh,
mah banyak. Kalau diceritain sebenarnya mah sedih juga,” kata Fahdi kepada
reporter Tirto, Kamis (24/11/2022). Fahdi mengaku, gajinya sebagai guru honorer di
salah satu sekolah di Bekasi, Jawa Barat justru di bawah UMR. Ia pun memilih
berhemat daripada mencari tambahan lain seperti mengajar di tempat lain. Ia
khawatir kesehatan akan terganggu dan memicu pengeluaran lebih besar akibat
bekerja berlebihan. Meski mengalami tekanan, Fahdi memberi sejumlah
catatan. Ia mengakui bahwa sistem PPPK yang dibawa pemerintah sudah
mencerminkan sistem yang cukup adil. Ia menilai aksi pemerintah bisa
dikategorikan memenuhi keinginan dan masukan honorer. “Untuk PPPK tahun ini diutamakan untuk guru honor
negeri yang notabene dari segi penghasilan di bawah UMR (untuk Jawa Barat),
karena kalau guru swasta dalam pandangan saya sudah cukup memenuhi kebutuhan
hidup dari sisi penghasilan dibanding honorer negeri,” kata Fahdi. Meski menyambut positif, Fahdi mengaku tidak bisa
menjadi PPPK karena ia masuk honorer kategori 4 yang notabene baru mengabdi
dari 2020. Ia juga melihat ada persyaratan tertentu seperti harus menunggu 2
tahun dahulu baru didaftarkan untuk Dapodik, sementara di Dapodik Fahdi hanya
terdaftar di 2021 dan 2022. Ia mengaku tidak mengerti mengenai alasan
tersebut. “Entah, syarat itu berlaku untuk semua provinsi atau semua sekolah
dalam 1 provinsi atau tidak, saya kurang paham untuk masalah syarat Dapodik
yang 2 tahun ini,” kata Fahdi. Ia hanya berharap ada sejumlah perubahan
dilakukan pemerintah dalam rekrutmen PPPK. Misal, agar syarat guru honorer
dipermudah. Ia minta agar ada perbaikan dalam perlakuan khusus jurusan ilmu
murni non-pendidikan yang saat ini diperkenankan ikut PPG Prajab dan
diperbolehkan menjadi guru setelah lulus. Ia mengingatkan bahwa banyak jurusan pendidikan
yang belum ikut PPG, padahal sertifikasi tersebut akan memberikan nilai
otomatis saat tes CPNS. Ia juga berharap agar ada pengangkatan guru honorer
menjadi CASN atau PPPK sebagai bentuk apresiasi pengabdian seperti yang
dilakukan di masa lalu. Nasib
Puluhan Ribu Guru Honorer Terkatung-katung Apa yang dialami Hasan dan Fahdi juga dialami
para guru honorer lain. Bahkan mereka sudah mengeluhkan masalah nasib guru
honorer ini ke Istana Negara lewat Kantor Staf Kepresidenan (KSP) pada Rabu
(9/11/2022). Mereka menagih status karena mengalami ketidakpastian usai lolos
tahap passing grade prioritas 1 seleksi PPPK pada 2021. “Guru yang sudah lolos passing grade PPPK masih
belum mendapatkan kepastian dan belum diserap karena alasan APBD yang kurang.
Di daerah saya misalnya, di Lampung Selatan, ada sekitar 980 guru yang lulus
passing grade, tapi yang diserap (mendapat SK) hanya 70 guru, kurang dari
10%. Alasannya karena tidak ada anggaran,” kata salah satu guru honorer asal
Lampung, Fulkan Gaviri dalam pertemuan, Rabu (9/11/2022). Berdasarkan data yang diberikan kepada KSP,
perwakilan guru mencatat sekitar 54.000 guru yang nasibnya masih
terkatung-katung tanpa SK pengangkatan dan penempatan. Angka ini mencapai
seperempat dari total 193.954 guru honorer se-Indonesia yang dinyatakan lolos
passing grade prioritas 1 PPPK 2021. Guru honorer lain asal Pasuruan, Jawa Timur,
Annisa Harjanti juga mengeluhkan, posisinya yang kini tidak bekerja usai
lolos seleksi. Ia beralasan, sebagian besar guru honorer yang lolos adalah
guru honorer dari sekolah swasta. Mereka langsung diberhentikan dari sekolah
setelah lolos passing grade PPPK karena dianggap akan ditempatkan di sekolah
negeri. “Saya salah satu yang sekarang sudah kehilangan
pekerjaan karena sekolah swasta tempat saya mengajar menganggap saya akan
segera ditempatkan di sekolah negeri. Sehingga mereka segera mencari guru
pengganti yang baru. Padahal hingga saat ini saya belum mendapatkan kepastian
penempatan dan SK pengangkatan PPPK,” keluh Annisa. Masalah
yang Tidak Kunjung Selesai Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Z. Haeri
menuturkan, permasalahan guru honorer maupun PPPK yang lolos, tetapi belum
ada penempatan memang masih banyak. “Itu keadaannya adalah carut marut, jadi
statement Pak Nadiem [Makarim] dulu bilang 1 juta guru akan kami angkat itu
ghosting sekali. Misalkan ketika janjinya 1 juta 2021 yang direkrut cuma 293
ribuan, padahal kebutuhannya 1 juta koma sekian,” kata Iman kepada Tirto,
Kamis (24/11/2022). Imam menambahkan, “Jadi gimana pendidikan kita
mau maju kalau kebutuhannya tidak terpenuhi. Pokoknya kesejahteraan guru
honorer sampai hari ini nggak ada berita baik walaupun sudah berkali-kali
kita melewati hari guru. Jadi hari guru itu, ya biasa kita dapat angin surga,
ghosting lagi dan begitu lagi.” Iman merinci, kebutuhan guru total 1.002.616
orang, tapi yang diterima hanya 293.860 orang. Dari 293 ribu orang tersebut,
ada 193.954 orang yang belum mendapat penempatan sejak lulus tes. Ia menilai, angka tersebut tidak sedikit karena
sejumlah guru honorer yang sudah lulus itu tidak lagi bekerja, mereka diminta
keluar dari sekolah swasta demi ikut PPPK. Hal itu juga berimbas pada kinerja
sekolah swasta. “Mereka (pihak sekolah swasta) menyatakan
guru-guru mereka diculik oleh PPPK karena lebih menggiurkan, karena gaji
swasta menengah ke bawah kurang bagus. Setelah mereka ikut PPPK, karena
mereka juga punya komitmen seperti itu, ya mereka dipecat dari tempat kerja
yang lama, yayasan sekolah swasta, diangkat jadi PPPK sudah lulus passing
grade, dan sudah dipecat di sekolah swastanya dan di situ pun mereka di PPPK
belum ada formasinya,” tutur Iman. “Jadi dipaksa nganggur oleh negara karena
ketidakjelasan posisi ini. Kalau saya sebut, saya hitung, lumayan banyak 193
ribu. Ini bukan angka sedikit. Ini kita belum bilang kualitas,” kata Iman. Iman pun bercerita para guru yang nganggur ini
akhirnya mencari pekerjaan lain seperti menjadi tukang ojek online demi
memenuhi kebutuhan hidup. Iman juga menceritakan sejumlah dampak dari
carut-marutnya PPPK ini. Di Serang, kata Iman, sempat ada kericuhan antara
guru honorer dengan pemerintah setempat. Ia menuturkan, pemerintah setempat
mengatakan bahwa mereka akan menempatkan para guru honorer, tapi guru itu
harus tidak bersuara selama 8 bulan pada 2022. Ia juga bercerita bahwa ada kejadian di mana
sekolah membutuhkan guru sejarah, padahal sekolah tersebut memiliki guru
honorer pelajaran sejarah. Ketika ikut seleksi, guru sejarah tersebut malah
bergeser menjadi guru geografi di sekolah lain. Oleh karena itu, Iman berharap pemerintah mau
mengangkat seluruh guru honorer sebagai guru PPPK. Paling tidak, para guru
yang lolos PPPK agar segera mendapatkan penempatan. Ia berharap Jokowi mau menindaklanjuti harapan
mereka karena pejabat setingkat menteri dan dirjen tidak mampu menyelesaikan
masalah mereka. “Jangan sampai kayak begini gitu, diombang-ambing," kata
Iman. Respons
Pemerintah soal Masalah Guru Honorer Tenaga Ahli Madya Kedeputian V KSP, Yusuf
Gumilang menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan nasib
ratusan ribu guru honorer yang dapat passing grade, tetapi tidak mendapat
formasi. “Kami sudah jelaskan pada rekan-rekan bahwa
pemerintah berkomitmen untuk memberikan kebijakan afirmasi dalam seleksi ASN
PPPK untuk tahun 2022,” kata Yusuf kepada reporter Tirto, Kamis malam
(24/11/2022). Yusuf mengatakan, pemerintah menerbitkan
PermenPAN & RB Nomor 20 Tahun 2022 yang menjadi dasar afirmasi dengan
memprioritaskan guru lolos passing grade sebagai prioritas pertama dalam
rekrutmen PPPK 2022. Pemerintah juga membuka formasi fokus pada PPPK di 2022
demi menyelesaikan masalah honorer. Ia mengatakan, formasi ASN yang dibuka mencapai
439 ribu dengan perincian 319 ribu untuk guru, 92 ribu untuk tenaga
kesehatan, dan sisanya untuk tenaga teknis. Ia menambahkan, formasi 319 ribu berdasarkan
usulan formasi dari pemerintah daerah, selaku pemegang otoritas pendidikan
dasar dan menengah sesuai UU Pemda. Formasi yang disusun juga
mengkalkulasikan kebutuhan transfer daerah untuk gaji PPPK dengan
pertimbangan Kementerian Keuangan. “Jadi, kalau kebijakan di pusat hampir pasti
mendorong agar permasalahan guru ini diselesaikan segera karena kebutuhannya
riil. Tapi enggak bisa hanya pusat, pemda juga lebih berperan karena mereka
yang usulkan formasi untuk guru ini, sesuai dengan kebutuhan kapasitas fiskal
masing-masing, khususnya untuk tunjangan daerahnya,” kata Yusuf. Yusuf menegaskan, “Poin saya adalah, pemerintah
serius untuk menyelesaikan masalah guru honorer ini, karena pendidikan dan
kesehatan adalah layanan dasar sehingga terus akan diprioritaskan dalam
rekrutmen ASN ke depan.” ● Sumber :
https://tirto.id/nelangsa-guru-honorer-proses-seleksi-pppk-yang-tak-berpihak-gy4d |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar