Profil Yasardin Ketua
Umum IKAHI yang Baru Riky Ferdianto : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 27
November 2022
JADWAL kegiatan Ketua Umum
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Yasardin sangat padat pada Jumat, 25
November lalu. Selepas menyantap sarapan pagi, ia menemui Tempo di lobi Hotel
Tentrem, Semarang. Setelah satu jam berbincang, dia pamit. “Saya mau ngajar
dulu, ya,” ujarnya. Di sela-sela rutinitasnya
sebagai hakim agung Kamar Agama Mahkamah Agung, Yasardin mengajar di sejumlah
kampus. Ia juga tercatat menjadi dosen tamu di almamaternya, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ia melakoni “profesi sampingan”
sebagai dosen sejak 2015. Salah satu mata kuliah yang diampu adalah hukum
acara peradilan agama. Pria 63 tahun ini juga
tercatat sebagai dosen tidak tetap di Universitas Muhammadiyah Tangerang dan
Universitas Jayabaya, Jakarta. Di lingkungan Mahkamah Agung, pemilik gelar
doktor dari Universitas Islam Bandung itu tercatat sebagai tenaga pengajar di
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mahkamah Agung. Ia pernah menerbitkan sejumlah
karya ilmiah berupa buku serta esai di jurnal ataupun majalah yang berfokus
pada ekonomi syariah. Yasardin muda mengenyam
pendidikan dasar hingga atas di Pondok Pesantren Pancasila, Bengkulu. Anak
pasangan Mohamad Yagus dan Sadimah ini bergabung dengan lingkungan peradilan
pada 1989 tak lama setelah menggondol gelar sarjana ilmu syariah dari
Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah—dulu bernama Institut Agama Islam
Negeri Jakarta—sebagai panitera pengganti. Dia kemudian menempuh
studi di Fakultas Hukum Universitas Mahendradatta, Bali. Pengalaman dan dua
gelar kesarjanaan itulah yang belakangan ikut memuluskan jalannya ketika
melamar untuk menjadi hakim pada 1993. Ia ditempatkan sebagai hakim di
Pengadilan Agama Curup, Bengkulu, pada 1993-2001. Karier Yasardin mulai
menanjak ketika dia ditarik ke Jakarta sebagai asisten hakim agung. Sebagai
orang kepercayaan hakim agung, Yasardin mengaku banyak belajar seluk-beluk
dunia peradilan. Ia tak membantah jika disebut dekat dengan sejumlah pemimpin
Mahkamah Agung saat itu. Orang yang paling banyak
mewarnai hidupnya adalah Bagir Manan, mantan Rektor Universitas Islam Bandung
yang menjabat Ketua Mahkamah Agung 2001-2008 dan Ketua Dewan Pers 2010-2016.
Selepas Bagir pensiun sebagai hakim, Yasardin mendapat promosi sebagai Wakil
Ketua Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat. Kemudian, dia dipromosikan sebagai
hakim Pengadilan Tinggi Palembang pada 2013. Dia mulai menapaki karier
hakim agung pada 2017. Saat proses seleksi, dia menyisihkan 16 kandidat lain
yang kala itu memperebutkan satu kursi hakim agung. “Kalau dia bisa lolos,
saya tidak heran. Orangnya memang punya kapasitas,” tutur Yodi Martono, hakim
agung kamar tata usaha negara yang juga ikut menjalani proses seleksi ketika
itu. Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara menyebutkan total harta Yasardin pada 2022 berjumlah Rp
3,1 miliar dan berutang 676 juta. Jumlah itu bertambah dari laporan tahun
sebelumnya yang dinyatakan sebesar Rp 2,5 miliar. Sebanyak Rp 3 miliar
tercatat berupa enam bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Bengkulu;
Bogor, Jawa Barat; dan Tangerang Selatan, Banten. Meski menyandang status
pejabat negara bergaji Rp 70 juta per bulan, Yasardin mengaku tak ingin
memiliki gaya hidup berlebihan. “Mobil saya cuma (Toyota) Kijang,” ucapnya. Yasardin adalah satu dari
enam hakim agung yang mengisi formasi kamar peradilan agama. Meski berada di
puncak karier, ia mengaku masih banyak belajar menyelami peradilan agama.
Doktrin dan rujukan dalil yang digunakan ulama, menurut dia, banyak yang
harus direvisi, terutama dalam konteks ekonomi syariah. “Transaksi ekonomi
modern tak selalu berwujud benda. Ini tentu mengubah paradigma kita semua,”
katanya. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/hukum/167510/profil-yasardin-ketua-umum-ikahi-yang-baru |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar