Jumat, 17 Februari 2017

Lapangan Pertarungan

Lapangan Pertarungan
R William Liddle  ;   Profesor Emeritus Ilmu Politik,
Ohio State University, Columbus, Ohio, AS
                                                     KOMPAS, 16 Februari 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Kalau begitu berhentilah: urusan kita di Lapangan Pertarungan bukan untuk bertanya, melainkan untuk membuktikan kekuatan kita. Kepada semua penghinaan yang kau lemparkan, terima jawaban ini: tombak melayangku.   

Iliad, Jilid 20

Pada awal masa jabatannya, Presiden Donald Trump mengeluarkan sejumlah perintah eksekutif yang mengejutkan banyak orang. Perintah yang paling kontroversial: melarang selama tiga bulan imigrasi dari tujuh negara mayoritas Muslim, yaitu Iran, Irak, Suriah, Yaman, Lebanon, Sudan, dan Somalia; melarang selama 120 hari semua pengungsi dari negara apa pun; serta melarang sampai waktu yang akan ditentukan semua pengungsi dari Suriah. Sementara ini, pelaksanaan perintah itu ditunda oleh keputusan hakim federal, tetapi Trump berjanji naik banding.

Dari mana asalnya kebijakan ini? Tentu Presiden Trump sendiri yang bertanggung jawab, tetapi kita bisa melihat pengaruh kuat tiga anggota teras timnya: Letnan Jenderal (Purn) Michael Flynn, Stephen Bannon, dan Jeffrey Sessions.

"Lapangan Pertarungan"

Field of Fight (Lapangan Pertarungan) diterbitkan tahun lalu oleh Flynn dan sejarawan Michael Ledeen. Selama kampanye presidensial, Flynn termasuk anggota tim sukses Trump yang paling gigih membela calonnya. Ketika Trump dilantik bulan lalu, ia langsung diangkat sebagai Asisten Presiden Urusan Keamanan Nasional, dan ditugasi menciptakan strategi baru untuk menghadapi tantangan-tantangan masa kini di bidangnya.

Apa inti tantangan-tantangan itu? Judul Lapangan Pertarungan diambil dari Iliad, syair kepahlawanan Yunani kuno ciptaan Homerus. Epik itu menggambarkan Perang Troya yang melibatkan dewa dan manusia, panjang, dahsyat, dan menentukan masa depan bangsa Yunani.

Dalam Lapangan Pertarungan, musuh utama Amerika adalah "Islam radikal dan sekutunya". Islam radikal sudah menggantikan fungsi kaum fasis dan Nazi pada paruh pertama dan kaum komunis pada paruh kedua abad ke-20. Tutur Flynn: "Musuh ini merupakan lawan hebat yang tak mungkin ditaklukkan dalam waktu singkat. Namun, kita tahu bagaimana melakukannya sebab kita pernah mengalahkan gerakan-gerakan massa mesianis." Lagi pula, "Syarat pokok untuk memenangi perang apa pun adalah kesediaan dan kebulatan tekad untuk membuat semua hal yang diperlukan untuk menang."

Flynn merincikan empat "sasaran strategis" untuk mengalahkan kelompok Islam radikal. Pertama, pilihan pemimpin yang tepat. Segala unsur kekuatan nasional harus dimobilisasi di bawah kepemimpinan seorang jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Kalau ia tidak berhasil, harus dipecat dan digantikan jenderal lain.

Kedua, no safe havens, tak ada daerah terlindung. Kita harus memaksakan para Islamis radikal untuk keluar dari tempat persembunyiannya agar mereka bisa ditangkap atau dibunuh.

Ketiga, pemisahan tegas antara kawan dan lawan. Bantuan semua negara dan aktor lain yang bersikap pro-Islamis radikal harus segera berakhir, atau akan dipaksakan berhenti oleh AS. Dalam hal ini, bukan hanya negara seperti Iran dan aktor seperti Hezbollah yang dituding. Rusia juga disalahkan sebagai negara "yang tidak berhasil memerangi kaum jihadi di negeri sendiri, dan juga bersekongkol dengan Iran".

Sasaran terakhir: perang terhadap Islamisme selaku ideologi. Mungkin perbedaan yang paling mencolok antara sikap Trump dan pendahulunya terletak di sini. Baik George W Bush maupun Barack Obama selalu memuji Islam sebagai agama besar dan terhormat. Mereka berusaha keras untuk merangkul warga AS yang beragama Islam dan menemani orang Islam di negara lain. Masalah yang kita hadapi, tegas mereka, bukan konflik antar-peradaban, melainkan terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok terpinggir seperti Al Qaeda dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).

Sebaliknya, Flynn sedari dulu mencanangkan kebenciannya, setidaknya terhadap Islamisme selaku ideologi. Namun, ideologi itu selalu dikaitkan erat dengan agama. Misalnya, pada bulan Agustus 2016 ia jelaskan di CNN: "Kita sedang menghadapi suatu 'isme' baru, Islamisme, yang merupakan kanker ganas dalam tubuh 1,7 miliar orang di bumi ini yang harus dilenyapkan dari tubuh itu."

Nasionalis kanan

Kalau Flynn menitikberatkan ancaman Islamisme radikal, Stephen Bannon berobsesi dengan sovereignty, kedaulatan nasional AS. Bannon menjabat di Gedung Putih sebagai Asisten Presiden untuk Strategi. Ia mulai diketahui umum pada 2012 tatkala ia memimpin laman kanan nasionalis Breitbart. Laman itu suka menyebarkan macam-macam kebohongan yang juga diyakini Trump, misalnya bahwa dalam Pemilihan Presiden 2016 jutaan pemilih ilegal memilih lawannya, Hillary Clinton.

"Kelas menengah, pekerja laki-laki dan perempuan di dunia. sudah lelah dikuasai oleh partai Davos," keluh Bannon ketika ia berpidato di Vatikan pada 2014. Di Davos, Swiss, ada pertemuan tahunan pejabat dan pebisnis pro-globalisasi. Lagi pula, warga AS asli tidak bisa dapat pekerjaan di industri teknologi tinggi sebab "jurusan teknik di universitas- universitas kita penuh orang dari Asia Selatan dan Asia Timur".

Menurut Bannon, keran imigrasi perlu ditutup sama sekali, baik buat pekerja terampil maupun rendahan. Warga negara-negara Muslim memikul beban tambahan sebab AS sedang berperang untuk menyelamatkan "Barat Yudeo-Kristen". Di Vatikan, Bannon bersitegas bahwa "setiap hari kita menghindar dari pengertian realitas perang ini, skala dan kejamnya, adalah hari yang nanti kita pasti sesalkan."

Jeffrey Sessions adalah senator pertama dari Partai Republik yang mendukung Trump. Selama kampanye, ia tak pernah goyang, meski terungkap dalam sebuah video bahwa Trump suka meraba alat kelamin perempuan tanpa izin. Sessions berasal dari Alabama, daerah dengan ekonomi terbelakang dan masyarakat putih yang punya reputasi rasis. Banyak konstituennya menganut agama Kristen konservatif, tempat perempuan diajak untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik ketimbang bekerja di luar.

Kini Sessions dianggap intellectual godfather, autor intelektual, tindakan-tindakan keras Trump. Menurut sebuah analisis berbobot di The Washington Post, ideologi Sessions dilandasi visceral aversion, penolakan bawaan, kepada globalisme tanpa jiwa. Persisnya: Sessions melawan keras perdagangan bebas, persekutuan internasional, dan imigrasi orang non-putih.

Perlu diketahui, ide-ide ini tak pernah dianut oleh mayoritas besar pemimpin Partai Republik, termasuk Presiden Ronald Reagan, George HW Bush, dan George W Bush. Hampir semua pemimpin Republik di Kongres kini mendukung kebebasan ekonomi global, jaringan aliansi militer dan politik internasional yang diciptakan secara non-partisan pasca-Perang Dunia II, serta imigrasi tanpa pembatasan berdasarkan ras. Akan tetapi, partai mereka dicaplok tahun lalu oleh Trump, yang mengaku banyak dibantu oleh kecakapan politik Sessions "yang legendaris".

Apakah kebijakan keras Trump akan dilanjutkan meski pelaksanaannya ditunda oleh hakim federal dan dikecam keras dari berbagai jurus dalam dan luar negeri? Jawaban Trump sendiri: "Percayalah kepada saya. Saya telah belajar banyak selama dua minggu terakhir, dan terorisme merupakan ancaman yang jauh lebih besar daripada pengertian umum masyarakat. Tetapi kita akan menanganinya. Kita akan menang."

Sayangnya, ketegasan itu dilandasi oleh ideologi nasionalis kanan yang dianut Flynn, Bannon, dan Sessions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar