Dampak
Sosial Banjir Bengawan Solo
Bagong Suyanto ; Dosen
Sosiologi FISIP Universitas Airlangga;
Meneliti Dampak Bencana Banjir di
Kalangan Masyarakat Miskin di DAS Bengawan Solo
|
KOMPAS, 10 Desember
2016
Bagi masyarakat
yang tinggal di daerah rawan bencana—termasuk di DAS Bengawan Solo—hujan
adalah awal dari situasi krisis yang bakal dihadapi. Meskipun kehadiran hujan
bagi petani merupakan berkah tersendiri, musim hujan yang berkepanjangan
sering kali justru mempersulit keseharian keluarga-keluarga miskin.
Bagi keluarga
miskin di sepanjang DAS Bengawan Solo, hujan deras yang terus-menerus adalah
isyarat akan datangnya banjir yang bisa menghancurkan sawah-sawah mereka,
membanjiri rumah, dan merusak aset produksi yang mereka miliki.
Jika terjadi
luapan air di Waduk Gajah Mungkur dan Sungai Bengawan Solo di sekitar
Madiun-Solo akibat hujan, dalam 10-12 jam kemudian luapan air akan menerjang
daerah langganan banjir di Provinsi Jawa Timur, mulai dari Bojonegoro,
Lamongan, Gresik, dan Tuban.
Dampak sosial
banjir
Studi penulis
tentang ”Dampak Sosial Banjir Bengawan Solo” menunjukkan, bencana banjir yang
melanda daerah-daerah rawan bencana, seperti Kabupaten Bojonegoro dan
Lamongan, menyebabkan keluarga miskin gagal panen, kehilangan aset
produksinya, dan terganggu kehidupannya sehari-hari karena genangan air yang
tak kunjung surut. Penyakit bermunculan, utang meningkat, ujung-ujungnya
kehidupan para keluarga miskin itu menjadi lebih sengsara karena mengalami
proses pendalaman kemiskinan.
Di kalangan
masyarakat, musim hujan adalah masa yang kerap menciptakan tekanan-tekanan
hebat, terutama pada keluarga yang paling miskin, yang kemudian akan
mendorong mereka yang paling lemah masuk dalam pusaran kemiskinan. Spiral
ketergantungan dan keputusasaan meningkat (Korten & Sjahrir, 1988: 148).
Keluarga miskin
yang sehari-hari sudah hidup dalam kondisi pas-pasan, bahkan kekurangan,
semakin tidak berdaya ketika bencana menyergap.
Di Kabupaten
Bojonegoro dan Lamongan, bencana banjir yang rutin setiap tahun menyebabkan
keluarga miskin membuat kehidupan mereka menjadi lebih buruk, dengan peluang
bangkit yang sangat kecil.
Ketika banjir
melanda, bayangan untuk dapat memanen hasil garapan tiba-tiba raib, yang
kemudian terjadi adalah mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Sejumlah keluarga
miskin yang diwawancarai menuturkan, setiap kali terjadi banjir, seluruh
harapan mereka tiba-tiba hilang dan masa-masa penderitaan dipastikan akan
segera menyergap.
Dari 100 keluarga
miskin yang diteliti, sebagian besar rumahnya bisa terendam air 1-2 hari,
bahkan sampai berhari-hari. Sebanyak 27 persen mengaku rumah mereka terendam
hingga lebih dari 10 hari, 10 persen rumahnya terendam 10-12 hari, dan 17
persen terendam 13-15 hari.
Selain rumah,
luapan banjir Sungai Bengawan Solo juga akan merendam sawah atau lahan. Dari
100 keluarga miskin yang menjadi korban banjir, sebagian besar mengatakan
banjir telah merendam sawah mereka hingga berhari-hari. Sebanyak 24 persen
responden mengaku sawahnya terendam 10-12 hari, bahkan 9 persen responden
mengaku sawah mereka terendam hingga 13-15 hari atau sekitar 2 minggu penuh.
Namun, ada 21 persen responden mengaku sawah mereka hanya terendam 1-3 hari.
Ada juga yang terendam selama 7-9 hari (28 persen).
Namun, meski hanya
1-3 hari sawah mereka terendam, dampak banjir relatif sama. Lahan garapan
mereka hancur dan ancaman gagal panen muncul di hadapan mata. Tanaman apa pun
ketika terendam dan tersapu banjir akan rusak parah. Akibatnya, seluruh
investasi yang ditanamkan sia-sia.
Makin sengsara
Sebanyak 40 persen
keluarga miskin yang diteliti menyatakan kehidupan mereka menjadi lebih buruk
alias lebih sengsara pasca bencana banjir. Bagi keluarga miskin yang setiap
tahun menjadi langganan korban banjir, belum usai berbenah untuk bangkit
kembali dari bencana yang dialami tahun lalu, mereka sudah kembali tertimpa
bencana.
Bisa dibayangkan
bagaimana dampak yang dialami. Yang dimaksud kehidupan mereka lebih buruk di
sini, bukan saja mereka terpaksa mengalami proses pendalaman kemiskinan, melainkan
juga tekanan kebutuhan hidup yang makin menjejas karena tidak dimilikinya
tabungan, usaha, dan penghasilan yang cukup.
Pada masa tidak
terjadi bencana saja kehidupan sehari-hari keluarga miskin sudah dihadapkan
pada berbagai kesulitan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi ketika keluarga
miskin itu masih dilanda bencana yang memusnahkan harapan mereka.
Bagi keluarga
miskin, dampak yang ditimbulkan pasca banjir bermacam-macam. Yang pertama dan
paling sering terjadi adalah bencana banjir menyebabkan utang mereka
meningkat.
Kedua, akibat
banjir yang merusak lahan garapan dan rumah mereka, sebagian besar
tabungan—kalaupun ada—akhirnya terkuras habis.
Ketiga, banjir
yang terjadi karena luapan Sungai Bengawan Solo juga menyebabkan aset
produksi mereka rusak, khususnya lahan garapan atau toko/warung yang mereka
kelola.
Keempat, ancaman
terjadinya gangguan kesehatan anggota keluarga miskin. Selama musim hujan,
ancaman penyakit memang memuncak. Seperti dikatakan Chambers (1988), di
kalangan masyarakat miskin, ancaman musim hujan adalah malaria dan
kadang-kadang diare. Selain itu, penyakit cacing guinea (Dracunculus medinensis) dan infeksi kulit menjadi ancaman
lainnya.
Kondisi daerah
yang lembab akibat banjir menjadi habitat yang subur bagi berbagai penyakit
yang menyerang keluarga miskin. Sebanyak 31 persen keluarga miskin menyatakan
anggota keluarga mereka sering terserang penyakit ketika bencana banjir tiba.
Tak mudah bangkit
Untuk memulai
kembali usaha yang ditekuni pasca banjir, bukanlah hal yang mudah. Ketika
aset produksi mereka rusak, lahan garapan rusak, bahan baku hilang, ditambah
berbagai persoalan lain, salah satu masalah besar yang dihadapi keluarga
miskin untuk membangun kembali usahanya adalah persoalan modal.
Dari 100 keluarga
miskin yang diwawancarai, hanya 12 persen yang bisa membiayai sendiri
kebutuhan modal usaha mereka. Sebagian besar keluarga miskin yang lain
menyatakan bahwa untuk memulai kembali usaha, mereka, menggantungkan diri
pada bantuan dari pemerintah (18 persen), bantuan dari kerabat (29 persen),
atau terpaksa meminjam dari lembaga kredit formal (20 persen) dan lembaga
kredit informal (21 persen).
Dalam kondisi
ekonomi yang pas-pasan, bahkan kekurangan memang merupakan hal yang mustahil
bagi keluarga miskin untuk dapat segera membangun usahanya yang hancur dengan
kekuatan sendiri. Dalam banyak kasus, upaya mengembangkan kembali usaha
biasanya mengandalkan pada peran dan uluran tangan patron-patron atau orang
kaya setempat. Namun ketika keberadaan pranata sosial patront- client mulai
memudar, pihak yang diharapkan keluarga miskin untuk membantu mereka adalah
pemerintah dan lembaga permodalan lain. Padahal, lembaga keuangan informal
umumnya memberi pinjaman dengan bunga yang mencekik leher.
Diakui atau tidak,
selama ini upaya penanggulangan bencana minim mendapat dukungan masyarakat
karena adanya anggapan bahwa penanggulangan bencana adalah wujud dari salah
satu fungsi pemerintah dalam perlindungan masyarakat.
Di sejumlah
daerah, ketika bencana tiba-tiba menyergap, sering terjadi masyarakat
bersikap pasif, berharap penanggulangan bencana sepenuhnya dilakukan oleh
pemerintah.
Bangkitkan sistem
sosial
Ke depan, untuk
meningkatkan efektivitas penanganan masyarakat korban bencana, seluruh
sistem, pengaturan, organisasi, rencana, dan program yang berkaitan dengan
penanggulangan bencana, khususnya di daerah rawan banjir, harus benar-benar
terpadu. Di samping itu, yang tak kalah penting upaya penanggulangan bencana
juga harus melibatkan semua pihak sejak fase pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, hingga fase pemulihan.
Untuk menghindari
dampak bencana yang berpotensi merugikan masyarakat, selain mencoba
menyiasati melalui perencana yang sifatnya teknis-planologis, yang tak kalah
penting adalah dengan meningkatkan daya tahan masyarakat dalam menghadapi
dampak bencana.
Melatih masyarakat
peka mengantisipasi bencana dan meningkatkan kapasitas masyarakat untuk
segera bangkit kembali pasca terjadinya bencana adalah solusi yang paling
efektif menghadapi situasi darurat bencana yang setiap saat mengancam negeri
ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar