Usaha
Kecil dan Ekonomi Digital
A Prasetyantoko ; Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya
|
KOMPAS, 06 Februari 2017
Dalam
pidato pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia 2017, Kamis (2/2),
Presiden Joko Widodo menyampaikan pertanyaan lugas yang menggelitik. Mengapa
program studi di hampir semua perguruan tinggi hanya sejenis dan tak ada yang
baru, seperti jurusan logistik, ritel, toko daring, atau terorisme? Gugatan
ini sangat valid jika diletakkan dalam konteks konstelasi perekonomian, baik
global maupun domestik.
Pada
level global, berkembang dua wacana besar. Pertama, merebaknya masalah
ketimpangan, termasuk di negara maju, akibat krisis 2008. Implikasinya,
eksklusivitas sosial menguat akibat munculnya pemimpin nasionalis garis
keras. Kedua, inovasi di berbagai bidang, khususnya yang berbasis digital
secara intensif. Revolusi industri 4.0 menginspirasi berbagai penemuan yang
tak terbayangkan sebelumnya. Upaya untuk mengaitkan secara langsung isu
ketimpangan dengan inovasi digital juga terus dilakukan.
Dalam
Forum Ekonomi Dunia 2017, Januari lalu, di Davos, Presiden Tiongkok Xi
Jinping menyampaikan pidato pembukaan yang mengulas komplikasi keterbukaan
ekonomi, inovasi, dan ketimpangan ekonomi. Ketiga dimensi itu tak terpisahkan
dalam sejarah globalisasi kontemporer. Direktur Pelaksana Dana Moneter
Internasional Christine Lagarde, dalam berbagai kesempatan, menyampaikan
komitmen institusinya mempercepat reformasi ekonomi yang lebih adil dan
seimbang. Lembaga multilateral lain, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan
Asia, sudah terlebih dahulu mendorong pendekatan inklusif.
Pada
Jumat (3/2), Dana Moneter Internasional merilis Artikel IV Konsultasi dengan
Indonesia. Secara umum, disimpulkan bahwa perekonomian kita cukup solid bertahan
dan akan meningkat jika reformasi ekonomi dilakukan lebih baik ke depan. Pada
titik ini, fokus pada pemberdayaan usaha kecil dan menengah menjadi salah
satu kunci dengan cara mengaitkan secara langsung dengan inovasi digital.
Dalam konstruksi kebijakan, paket kebijakan ekonomi XII dan XIV bisa
disinkronisasi.
Paket
kebijakan ekonomi XII, yang dirilis April 2016, menyasar pada kemudahan usaha
bagi UMKM. Ada 10 indikator kemudahan usaha, mulai dari perizinan, akses
kredit, perdagangan lintas negara, hingga perlindungan investor minoritas.
Saat ini, kita berada di peringkat ke-109 dari 187 negara dalam Indeks
Kemudahan Menjalankan Bisnis. Tujuan paket kebijakan XII adalah menaikkan
peringkat secara signifikan dan fokus pada pengembangan UMKM. Khusus mengenai
akses permodalan, paket kebijakan XI sudah terlebih dahulu membahasnya.
Sementara
itu, paket kebijakan XIV tentang e-dagang yang dirilis November tahun lalu
menempatkan pemberdayaan UMKM sebagai salah satu fokus. Target kebijakan ini
adalah menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia
Tenggara pada 2020. Indonesia adalah salah satu pengguna internet terbesar di
dunia, sekitar 93 juta orang dengan pengguna gawai sekitar 71 juta orang.
Pada 2020 ditargetkan akan muncul 1.000 wirausaha berbasis teknologi dengan
nilai bisnis sekitar 10 miliar dollar AS. Total nilai e-dagang ditargetkan
mencapai 130 miliar dollar AS.
UMKM
diperkirakan menyerap sekitar 97 persen dari total tenaga kerja. Mengingat
situasi geografis yang terpisah oleh laut, platform digital bisa menjadi
salah satu solusi untuk memberdayakan mereka. Keberhasilan Kabupaten
Banyuwangi, Kendal, Pasuruan, Batang, Tapanuli Selatan, dan banyak daerah
lain yang dianggap inovatif, tak lepas dari peran teknologi digital.
Paket
ekonomi XII mengenai kemudahan bisnis UMKM bisa diimplementasikan melalui
format digital dengan cara melakukan tracking kepada para pelaku usaha pada
kelompok (daerah) tertentu. Solusi permasalahannya pun bisa dibangun melalui
basis digital. Pada sisi akses permodalan, sekarang perbankan gencar
mengembangkan konsep bank nirkantor. Basis data UMKM antarkategori dan
antarwilayah bisa dikoneksi secara langsung sebagai nasabah potensial bank
tersebut. Berbagai survei menunjukkan, bank nirkantor masih sebatas sebagai
tempat pembayaran saja atau paling menyetor tabungan. Kalaupun sudah mulai
masuk pada kredit, skalanya perorangan. Bank nirkantor harus didorong untuk
membiayai UMKM.
Pemerintah
daerah bisa menjadi penjamin jika memiliki basis data sehingga antara pelaku
dan pemberi kredit bisa dipertemukan dalam sistem digital. Urgensinya
meningkat ketika terkait pelaku keuangan nonbank yang marak melalui sistem
digital. Industri keuangan digital (fintech) berkembang begitu pesat dan
perlu mitigasi yang baik agar tidak menimbulkan sistem keuangan bawah tanah
(underground finance) atau sistem perbankan tersembunyi (shadow banking).
Paling
tidak, ada tiga hal yang bisa dilakukan dalam rangka menyinergikan berbagai
upaya reformasi dalam rangka memberdayakan UMKM. Pertama, pemberdayaan UMKM
bisa diakselerasi dengan implementasi sistem digital. Paket kebijakan ekonomi
XI, XII, dan XIV perlu disinergikan dalam platform digital. Kedua, peran
pemerintah untuk memberdayakan UMKM dan mengimplementasikannya secara digital
harus dijalankan bersamaan. Ketiga, menyiapkan tenaga kerja yang kompeten
dengan memberikan peluang pembukaan program studi terapan yang relevan dengan
tuntutan zaman. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar