Status
Pelaksanaan Permenhub No 32/2016
Agus Pambagio ;
Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan
Konsumen
|
KOMPAS, 14 Februari 2017
Tren layanan
angkutan umum berbasis aplikasi kian tak terhindarkan. Di Indonesia,
kehadiran layanan taksi berbasis aplikasi malah sempat menimbulkan kegaduhan
publik.
Persoalannya,
sekalipun konsumen merasa diuntungkan dengan keberadaan taksi berbasis
aplikasi, tetap saja pemerintah harus hadir sebagai regulator yang bisa
menjamin perlindungan untuk konsumen, menciptakan persaingan usaha yang adil,
dan menjaga pemasukan untuk negara.
Dari sisi
konsumen, kita bisa berkilah: siapa yang tak merindukan layanan yang lebih
murah, lebih mudah, dan ada jaminan tarif yang pasti? Merujuk Forum
Transportasi Internasional (ITF), moda taksi daring (online) makin populer di
banyak negara karena dilekati kelebihan yang dianggap tak dimiliki moda
konvensional.
Setidaknya, di
Jakarta saja pertumbuhan taksi berbasis aplikasi (baca: taksi daring) teramat
pesat. Jika tahun 2014 diperkirakan jumlahnya kurang dari 5.000 unit, per
November 2016 dilaporkan telah mencapai 15.822 unit. Bandingkan dengan taksi
konvensional yang pertumbuhan jumlahnya tak lagi kencang. Merujuk data Dinas
Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, kuota taksi konvensional per
November 2016 hanya 27.435 unit. Jumlah itu praktis tidak bertambah sejak
2013, di mana saat itu jumlah taksi konvensional hanya 27.079 unit. Bahkan,
pada Juli 2015, di Jakarta tercatat hanya ada 24.268 taksi konvensional.
Dipicu oleh
desakan publik, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan
(Permenhub) Nomor 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Meski demikian, Permenhub ini tak
kunjung diimplementasikan karena pemerintah khawatir menghadapi tekanan
publik yang kian besar seiring waktu menikmati layanan taksi daring.
Regulasi
Posisi
pemerintah pun dilematis karena peraturan yang telah disusun berdasar
kebijakan yang tepat justru dipersepsikan sebagai upaya menghalangi layanan
taksi daring yang sedang digandrungi masyarakat. Akan tetapi, sekalipun
regulasi tersebut mestinya dilaksanakan mulai 28 September 2016, realitasnya
sampai saat ini regulasi itu belum kunjung diterapkan. Untuk itu, saat ini
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan sedang merevisi
Permenhub No 32/2016, termasuk mengundang para pihak terkait dan publik.
Materi
peraturan tersebut sebenarnya secara prinsip memuat substansi umum yang
serupa dengan pengaturan di negara Asia Tenggara lain perihal taksi daring.
Misalnya saja Filipina, sebagai pionir di kawasan Asia Tenggara yang
menetapkan regulasi tersebut, regulasinya memuat prinsip dasar bahwa
perusahaan angkutan taksi daring harus teregistrasi dan kendaraannya harus
berlisensi. Demikian pula Singapura yang regulasinya sudah selesai dan
diterapkan pada 2017, dengan prinsip dasar serupa dengan yang diterapkan
Filipina. Vietnam masih dalam tahap pengembangan regulasi, tetapi juga memuat
prinsip yang menyamakan taksi daring dengan taksi konvensional.
Pada dasarnya,
regulasi pengaturan taksi daring di beberapa negara memuat pokok-pokok yang
sama. Misalnya, layanan taksi harus dilaksanakan perusahaan angkutan. Dalam
konteks ini, perusahaan aplikasi teknologi informasi tidak boleh bertindak
sebagaimana perusahaan angkutan umum yang diperkenankan menentukan tarif,
memungut bayaran, serta merekrut dan menetapkan bayaran bagi pengemudi. Taksi
daring juga dilarang mengambil penumpang di jalan. Pengemudi juga wajib
memiliki lisensi umum. Registrasi dan pendataan kendaraan juga wajib
dilakukan, termasuk dikaitkan dengan batas usia kendaraan yang boleh
dioperasikan. Asuransi disediakan sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen
ataupun pengemudi.
Demikian
halnya materi Permenhub No 32/2016, tidak ada perbedaan persyaratan antara
taksi konvensional dan taksi daring. Dasar pemikirannya bahwa angkutan kedua
jenis taksi tersebut pada dasarnya sama, yakni angkutan orang dengan
kendaraan bermotor umum. Dengan dasar itu, wajar jika kemudian persyaratan
yang dikenakan pun sama. Ketentuan perpajakan yang diterapkan pun sudah
semestinya sama juga.
Realitasnya
saat ini, sulit mengontrol realisasi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penghasilan yang semestinya berpotensi dikenakan pada taksi daring
terkait aktivitas seperti pembayaran sewa kendaraan ataupun penagihan profit
sharing oleh mitra pemilik kendaraan. Misalnya, karena perusahaan aplikasi
bukan merupakan perusahaan angkutan orang untuk umum, besar kemungkinan tidak
ada pembebanan PPN sebesar 10 persen kepada konsumennya.
Perlindungan konsumen
Singkatnya,
regulasi harus didudukkan sebagai penjaga kepentingan publik dan perlindungan
konsumen, selain fungsi lainnya demi peningkatan pemasukan negara tanpa harus
mematikan keberlangsungan usaha. Pembentukan regulasi didasari niat untuk
menjawab kebutuhan regulasi yang sederhana dan setara antara taksi daring dan
konvensional.
Secara umum,
Permenhub No 32/2016 sudah memenuhi harapan itu. Pengaturan angkutan untuk
umum dibutuhkan dan karena itu registrasi, pendataan, dan perizinan menjadi
instrumen penting. Peraturan yang sepadan juga akan memastikan kompetisi yang
lebih adil antara taksi daring dan konvensional.
Kalaupun masih
ada keberatan atas materi Permenhub tersebut, seperti taksi daring harus
dioperasikan atas nama badan usaha (seperti koperasi) bukan perseorangan atau
operator taksi daring keberatan melakukan kir dan tanda taksi karena bakal
menyulitkan, toh masih ada opsi lain bahwa identifikasi kendaraan sebagai taksi
dan tanda kir yang mudah dilepas saat kendaraan tidak dioperasikan atau
hendak dijual kembali. Namun, soal kepemilikan taksi daring harus atas nama
badan usaha merupakan harga mati karena kalau tidak akan melanggar UU Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Jadi, kenapa harus ditunda? Toh, di negara yang mengizinkan
taksi daring beroperasi juga diatur supaya sama dengan taksi konvensional.
Segerakan finalisasi revisi, sahkan dan implementasikan, termasuk penegakan
hukumnya demi kenyamanan dan keselamatan konsumen. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar