Momentum
Mobil Listrik A Prasetyantoko ; Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya |
KOMPAS, 21 September 2021
Momentum
adalah situasi di mana inisiatif satu pihak disambut dengan antusias pihak
lain sehingga menjadi fenomena luas. Mungkin inilah yang dalam bahasa ekonomi
disebut sebagai titik keseimbangan atau bertemunya sisi penawaran dengan
permintaan. Belakangan ini, titik keseimbangan itu adalah minat pada masalah
keberlanjutan. Dan karena itu, mobil listrik atau kendaraan berbasis baterai
listrik menemukan momentumnya. Minggu
lalu, Presiden Joko Widodo melakukan peletakan batu pertama pabrik baterai
kendaraan listrik PT HKML Battery Indonesia yang merupakan konsorsium Hyundai
Motor Group, LG Energy Solution, dan Indonesia Battery Corporation (IBC).
Konsorsium perusahaan milik negara (BUMN) yang terdiri dari PT Indonesia
Asahan Aluminium/Inalum, PT Aneka Tambang Tbk, PT Pertamina, PT Perusahaan
Listrik Negara menjadi penyokong utama IBC. Pabrik
baterai kendaraan listrik pertama di Asia Tenggara ini bernilai 1,1 miliar
dollar AS atau lebih dari Rp 15 triliun. Investasi tersebut merupakan bagian
dari komitmen lebih besar senilai 8,7 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 120
triliun. Investasi yang melibatkan investor asing (PMA) dan domestik (PMDN)
ini akan direalisasikan pada Desember 2021 hingga awal 2022. Pembangunan
pabrik baterai kendaraan listrik merupakan momentum pembangunan ekonomi
nasional berwawasan keberlanjutan. Baterai merupakan komponen terpenting dari
kendaraan listrik; harganya sekitar 40 persen dari harga unit kendaraannya.
Dengan demikian, pabrik bateri merupakan basis bagi pembangunan kendaraan
listrik itu sendiri. Hyundai Motor
sudah berencana mulai memproduksi mobil listrik pada tahun depan dengan
kapasitas produksi antara 150.000-250.000 unit per tahun. Momentum Momentum
bagaikan bola salju yang menggelinding makin besar. Ekosistem industri
kendaraan listrik akan melibatkan berbagai industri ikutan yang cukup besar,
mulai dari bahan baku, produksi komponen, hingga distribusi pada pengguna
akhir. Jumlah tenaga kerja yang akan terserap dalam mata rantai industri
mobil listrik ini cukup banyak. Selain itu, berpotensi meningkatkan
penerimaan ekspor cukup besar. Ada
beberapa alasan mengapa Indonesia berpeluang menjadi pemain penting dalam
mata rantai industri kendaraan listrik global. Pertama, alam Indonesia
menyediakan bahan baku utama baterai listrik seperti nikel, kobalt,
aluminium, dan mangan. Hanya litium yang masih impor. Sekitar 80 persen bahan
baku baterai listrik ada di pasar domestik, sisanya impor. Kedua,
regulasi cukup kondusif bagi investasi dan pengembangan industri kendaraan
listrik. Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
memudahkan perizinan serta pendanaan investasi melalui Lembaga Pengelola
Investasi (LPI). Sementara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2021
tentang pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan
bermotor listrik berbasis baterai akan mulai berlaku Oktober tahun ini. PP
ini mengatur tarif PPnBM sebesar nol persen untuk kendaraan bermotor yang
menggunakan teknologi battery electric vehicles (BEV) atau fuel cell electric
vehicle (FCEV). Ketiga,
Indonesia dengan penduduk lebih dari 240 juga dengan jumlah kelas menengah
lebih dari 40 juta merupakan pasar kendaraan listrik terbesar di Asia
Tenggara. Singkatnya, ekosistem industri kendaraan listrik cukup menjanjikan. Melihat
begitu besarnya potensi pengembangan ekosistem industri kendaraan berbasis
baterai listrik ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di masa depan.
Perlu sinkronisasi peraturan dan kebijakan agar tidak tumpang tindih. Paling
tidak ada tujuh aturan yang terlibat dalam industri kendaraan listrik ini.
Pertama, terkait dengan pajak barang mewah. Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 2019 mengenai pengenaan pajak barang mewah yang direvisi menjadi PP No
74 Tahun 2021 di mana kendaraan bermotor berbasis tenaga listrik tak lagi
dianggap barang mewah. Kedua, Peraturan Presiden No 55 Tahun 2019 mengenai
percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery
electric vehicle) untuk transportasi jalan. Ketiga,
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 13 Tahun 2020 tentang
penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk kendaraan bermotor listrik
berbasis baterai. Keempat, Peraturan Menteri Perhubungan No 45 Tahun 2020
mengenai kendaraan tertentu dengan menggunakan penggerak motor listrik.
Kelima, Peraturan Menteri Dalam Negeri No 8 Tahun 2020 mengenai penghitungan
dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan
bermotor. Dua lainnya adalah Peraturan Menteri Perindustrian No 27 dan No 28
Tahun 2020 terkait peta jalan pengembangan kendaraan motor berbasis baterai.
Ekosistem industri yang baik memerlukan ekosistem regulasi yang solid. Terkait
dengan peningkatan penggunaan kendaraan listrik, perlu ada infrastruktur
pendukung berupa percepatan area pengisian daya yang semakin meluas. Meskipun
begitu, faktor yang paling penting adalah harga. Dengan semakin majunya
teknologi baterai berbasis listrik dan berkembangnya ekosistem pendukung,
diharapkan harga unit kendaraan listrik bisa lebih terjangkau masyarakat. Pembangunan
baterai kendaraan listrik yang sudah dimulai perlu terus dijaga momentumnya
agar industrinya sendiri terus berkembang. Sudah banyak perusahaan dari
berbagai negara yang menyatakan minat dan bahkan komitmen pengembangan
industri kendaraan berbasis baterai listrik. Konsistensi kebijakan
antar-generasi pemerintahan serta koordinasi lintas kementrian/lembaga serta
dengan pemerintah daerah menjadi kunci penting. Prinsipnya
harus ada insentif dan disinsentif agar industri kendaraan berbasis baterai
listrik mampu meningkatkan kapasitas produksi yang disertai peningkatan permintaan,
khususnya di dalam negeri. Momentum ini akan menjadi bagian penting dari
upaya menciptakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan pada lingkungan
hidup. Dari
sisi disinsentif, pajak karbon yang sudah masuk dalam Rencana Undang-Undang
Ketentuan Umum Perpajakan yang akan segera disahkan parlemen harus
dielaborasi sebagai komitmen untuk mencapai penurunan emisi karbon di masa
mendatang. Sudah saatnya kebijakan ekonomi kita turun dari visi besar jangka
panjang, bukan bertumpu pada pragmatisme semata. ● Sumber : https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2021/09/21/momentum-mobil-listrik/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar