Kamis, 07 Oktober 2021

 

Mempertanyakan Pembubaran BSNP

Ali Saukah ;  Guru Besar Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, Anggota BSNP Periode 2019-2023

REPUBLIKA, 24 September 2021

 

 

                                                           

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah dibubarkan pada 24 Agustus 2021 melalui Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (OTK Kemendibudristek).

 

Ini tercantum dalam Pasal 334, yang mencabut Permendikbud No 96 Tahun 2013 tentang BSNP dan Permendibud No 39 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendikbud No 96 Tahun 2013 tentang BSNP.

 

Nomenklatur BSNP disebut pertama kali di Pasal 1 Ayat 22 dan Pasal 73 dalam PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan untuk memenuhi UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 35, Ayat 3 dan 4 tentang perlunya ketentuan tentang badan standar diatur dalam PP tentang SNP.

 

PP No 32 Tahun 2013 dan PP No 13 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 19 Tahun 2005 tidak mengubah ketentuan yang terkait BSNP. Baru pada PP No 57 Tahun 2021 tentang SNP, nomenklatur BSNP tidak dicantumkan lagi.

 

Isi PP No 57 Tahun 2021 tentang SNP Pasal 34 Ayat 1 hanya berupa kutipan Pasal 35 UU No 20 Tahun 2003 soal perlunya badan yang menyelenggarakan tugas dan fungsi standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan, dan menyerahkan pengaturan nomenklatur badan yang dimaksud kepada menteri.

 

Bagian ini yang dianggap berpotensi melanggar UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: PP No 57 Tahun 2021 tidak memenuhi amanat UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

 

Legal opinion Johannes Gunawan, dan Bernadette M Waluyo, dua pakar hukum dari Universitas Parahyangan, mengindikasikan pembubaran BSNP tak sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Dalam Permendikbudristek No 28 Tahun 2021, nomenklatur BSNP diganti Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP).

 

BSNP sebagai badan mandiri, independen, nonstruktural, dan profesional (Pasal 1 Ayat 22, dan Pasal 73 Ayat 3 PP19 Tahun 2005 tentang SNP) diganti BSKAP yang bersifat struktural di OTK Kemendikbudristek.

 

Tugas pokok BSNP mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan, melibatkan pakar dan praktisi yang mewakili pemangku kepentingan bidang pendidikan yang heterogen dalam suatu tim ahli yang bersifat ad-hoc.

 

Pakar dan praktisi lainnya dilibatkan sebagai tim penelaah sebelum diujipublikkan untuk memastikan semua kepentingan nasional terwakili. Hasil BSNP berupa 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) direvisi dari waktu ke waktu.

 

Versi revisi terakhir 8 SNP diselesaikan pada 2020, tetapi belum disahkan. Selain 8 SNP untuk pendidikan formal, BSNP menghasilkan SNP yang melengkapi acuan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

 

Antara lain, standar pendidikan nonformal, standar pendidikan jarak jauh, standar pendidikan khusus, standar pendidikan layanan khusus, standar sekolah rumah, dan standar kompetensi esensial pendidikan vokasi.

 

Beberapa standar turunan SNP yang sudah selesai pada saat ini juga belum disahkan dalam bentuk permendikbudristek. BSNP juga menghasilkan buku-buku akademik.

 

Hasil-hasil BSNP mulai 2005 sampai sekarang, menjadi acuan semua satuan pendidikan di lintas kementerian. Belum jelas, apakah standar yang dihasilkan BSKAP akan dapat diterima oleh semua satuan pendidikan lintas kementerian.

 

Kepala BSKAP, Anindito Aditomo, mengisyaratkan, BSNP dibubarkan karena dianggap gagal. Di paragraf akhir tulisan opininya berbunyi, "Yang jelas, melanjutkan apa yang telah terbukti gagal bukan sebuah pilihan." (Media Indonesia, 21 September 2021).

 

Jadi, kira-kira bukti-bukti apa saja yang menunjukkan BSNP gagal sehingga perlu dibubarkan?

 

Jika kegagalan BSNP dibuktikan dari segi implementasi 8 SNP yang telah dihasilkannya, perlu ada bukti apakah 8 SNP gagal diimplementasikan karena, pertama, rumusan SNP dari segi bahasa sulit dipahami.

 

Kedua, rumusan SNP dari segi isi substansi tidak realistis untuk diimplementasikan di semua satuan pendidikan di Indonesia. Ketiga, para penggunanya tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang cukup untuk melaksanakannya.

 

Keempat, sarana-prasarana yang menjadi syarat pelaksanaannya tidak tersedia secara mencukupi. Kelima, tidak maksimalnya pemerintah pusat dan daerah melaksanakan tugasnya sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

 

Dan/atau karena faktor keenam,  para pemangku kepentingan tidak merasa perlu melaksanakannya dengan berbagai alasan, antara lain tidak setuju adanya SNP yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional.

 

BSNP adalah salah satu dari sekian banyak unsur dalam sistem pendidikan nasional. Jika ada bukti kegagalan, perlu ditelusuri apakah bukti tersebut hanya mengarah pada BSNP atau sebetulnya juga ada bukti yang mengarah pada unsur lain.

 

Mengapa hanya BSNP yang dibubarkan? Apakah menggeser peran BSNP sebagai pengembang standar ke peran BSKAP dapat menjamin tidak akan ada kegagalan lagi? ●

 

Sumber :   https://www.republika.id/posts/20645/mempertanyakan-pembubaran-bsnp

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar