Kereta
Cepat vs Telekomunikasi Seluler Agus Pambagio ; Pengamat Kebijakan Publik dan Perlindungan
Konsumen |
DETIKNEWS, 21 September 2021
Pembangunan
Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Jakarta-Bandung sejak awal 2015 ramai
diperbincangkan di jagad perkeretaapian Tanah Air hingga hari ini. Setelah
berbagai isu mendera pembangunan infrastrukturnya, kini ada dua isu utama
yang muncul di permukaan. Pertama, soal cost of run yang terus meningkat dan
membuat KCIC terancam mangkrak karena China tidak bersedia mengakuisisi
sebagian saham Indonesia. Kedua,
soal penggunaan teknologi signaling (pengatur perjalanan) KCIC yang dari segi
keselamatan mengkhawatirkan karena banyaknya penguat sinyal (repeater)
seluler GSM ilegal di sepanjang jalur KCIC. Teknologi
seluler yang rencananya akan digunakan berada pada spektrum GSM 900 Mz yang
banyak digunakan oleh 2G dan 3G, yang saat ini sudah menjelang uzur. Selain
itu teknologi ini juga rawan gangguan frekuensi yang dilakukan masyarakat dan
dikhawatirkan akan mengganggu keselamatan perjalanan KCIC. Tulisan kali ini
sebagian besar akan membahas persoalan penggunaan frekuensi GSM - R (Rail)
seluler 900 Mhz yang akan digunakan pada operasi sinyal KCIC yang canggih dan
rumit ini. Cost of run
yang meningkat, pertama disebabkan karena pengadaan lahan yang harganya
meroket akibat terlibatnya para "makelar" tanah di sepanjang jalur
KCIC. Lalu banyaknya insiden selama proses pengerjaan pembangunan yang amburadul,
mulai dari menjadi penyebab banjir di jalan tol Trans Jawa di daerah Bekasi
karena tanah pekerjaan menyumbat saluran air jalan tol, terjadinya kebakaran
pipa saluran bahan bakar minyak Pertamina yang terjadi di dekat proyek KCIC
Cimahi yang disebabkan tergaruk beko proyek KCIC. Akibatnya KCIC harus
menanggung semua biaya perbaikan. Pasca
penyerahan proposal KA Cepat Jakarta-Bandung via Kerawang ke China, saya
sudah menulis dan berkomentar di berbagai media mengenai langkah pemerintah
yang kurang tepat saat itu. Menteri Perhubungan kala itu pun tidak menyetujui
pembangunan KA Cepat karena mahalnya biaya investasi yang akan berdampak pada
mahalnya tiket. Karena
ini proyek swasta dan sesuai dengan Perpres No. 107 Tahun 2015 Tentang
Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan sarana Kereta Cepat Antara
Jakarta-Bandung, pemerintah tidak boleh memberikan jaminan subsidi atau
Penyertaan Modal Negara (PMN). Kalaupun dipaksa untuk penyelamatan harus
merevisi Perpres, seperti yang saat ini sedang dilakukan. Persoalan Lapangan Beberapa
hari lalu saya berdiskusi dengan operator seluler, regulator, dan teman-teman
PT KAI terkait dengan permasalahan penggunaan teknologi seluler untuk sistem
signaling pengoperasian KCIC. Putusan sementara KCIC akan menggunakan frekuensi
GSM - R di spektrum 900 Mhz. Pita 900 Mhz sendiri dikuasai oleh Telkomsel
(selebar 7,5 MHz), Indosat (selebar 10 MHz), dan XL (selebar 7,5 MHz). Sampai
hari ini spektrum ini padat karena banyak digunakan oleh publik pengguna 2G
dan 3G. Jadi jika akan digunakan oleh KCIC, jalur tersebut harus dibersihkan
dari intervensi pengguna seluler, khususnya yang menggunakan penguat sinyal
(repeater) ilegal selama ini. Persoalan
keselamatan perjalanan merupakan salah satu faktor utama dalam pengoperasian
KCIC. Sedangkan di jalur Halim PK - Bekasi - Kerawang Padalarang (trase
terakhir tidak sampai Bandung) dipenuhi oleh banyak BTS dan penguat sinyal
milik operator resmi maupun yang dipasang secara ilegal oleh masyarakat di
jalur KCIC. Bisa dibayangkan betapa tingginya tingkat gangguannya. Jadi
sampai hari ini keselamatan pengoperasian KCIC masih terus dibahas, terutama
bagaimana membersihkan jalur itu dari BTS dan penguat sinyal yang jumlahnya
masif. Kita tidak bisa bayangkan jika persinyalan KCIC tidak handal dan mudah
diintervensi. Kecelakaan fatal bisa terjadi di depan mata kapan pun. Menurut
Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Dr Ismail, lebar
spektrum yang diminta KCIC itu ada di rentang pita frekuensi yang dimiliki
Telkomsel. Secara teknis kereta api cepat membutuhkan pita frekuensi sekitar
4 sampai 5 MHz di spektrum 800 MHz - 900 MHz. Namun sesuai dengan peraturan
yang ada, KCIC tidak mungkin memiliki frekuensi tersebut tetapi harus
bekerjasama dan saling berbagi dengan operator seluler yang berminat atau
ditunjuk, misalnya Telkomsel. Pernyataan
Direktur Utama PT KCIC di beberapa media menjelaskan bahwa sinyal frekuensi
dibutuhkan untuk mendukung operasional KCIC Jakarta-Padalarang. Persoalan
bagi Telkomsel muncul ketika lebar pita yang dibutuhkan KCIC adalah 4 MHz
dari 7,5 MHz lebar yang dipunyai, maka kualitas jaringan Telkomsel di
frekuensi 900 MHz, khususnya yang digunakan oleh 2G, akan turun drastis
kualitasnya. Padahal di spektrum 900 MHz itu ada lebih dari 25 juta pengguna
2G Telkomsel. Untuk
menghindari kekecewaan pelanggannya, Telkomsel harus memasang perangkat
tambahan. Sebagai pelanggan Telkomsel, KCIC juga harus bayar biaya pelanggan
dan penggunaan frekuensi, sehingga KCIC juga harus mendapatkan pelayanan yang
prima. Pengoperasian
KCIC dengan kecepatan sekitar 300 kilometer per jam, jarak antara Stasiun
Halim PK ke Stasiun Padalarang bisa ditempuh kurang dari 40 menit, sehingga
pengoperasian KCIC dengan peralatan yang kompleks, jelimet, dan ratusan jenis
perangkat yang saling berkait, tidak mampu dikendalikan hanya oleh seorang
masinis. Pastinya peralatan KCIC lebih kompleks dari kereta api biasa,
sehingga perlu ada kendali kontrol menggunakan teknologi tinggi di seluler,
baik di stasiun atau di pusat kontrolnya. Di
sistem kendali persinyalan kereta api, teknologi GSM R itu sendiri sebenarnya
sudah usang. Saat ini kereta cepat di China telah menggunakan teknologi LTE R
yang lebih advance bahkan dengan menggunakan 5G. Jadi sebaiknya pemerintah
segera melanjutkan pembahasan dengan pihak China supaya pengendali signal
KCIC juga menggunakan teknologi LTE R bukan GSM R. Kita harus memperjuangkan
itu supaya kita jangan hanya jadi tempat buangan sampah teknologi seluler
usang. Langkah Pemerintah Demi
keselamatan dan keamanan pengguna KCIC, sebaiknya Kementerian Komunikasi dan
Informatika segera melakukan pembicaraan serius dengan Kementerian
Perhubungan khususnya terkait dengan frekuensi yang akan digunakan KCIC untuk
sistem pengaturan perjalanan atau signaling. Kendala utama adalah mengatur
kembali jarak BTS dari rel KCIC supaya jarak aman tercapai. Kedua,
bagaimana menertibkan penguat sinyal (repeater) yang tersebar di sekitar
jalur KCIC. Meskipun penggunaannya ilegal tetapi publik dapat dengan mudah
membelinya di toko online dan memasangnya. Meskipun Dirjen SDPPI Kemenkominfo
mengatakan bahwa melalui Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon),
Kominfo akan membersihkan spektrum 900 Mhz ini. Saya terus terang ragu karena
sangat tidak mudah menertibkan repeater ilegal yang jumlahnya masif dan
berada di sepanjang jalur 140 Km lebih. Penertiban
BTS milik operator akan lebih mudah, hanya saja membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Apakah KCIC akan menanggung biaya menggeser BTS? Pembangunan fisik
KCIC Halim PK - Padalarang sudah sekitar 70% tetapi persoalan pengendalian
via teknologi seluler belum selesai. Saya khawatir operasi KCIC akan
bermasalah jika persoalan penggunaan teknologi seluler ini belum selesai. ● |
Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5733330/kereta-cepat-vs-telekomunikasi-seluler
Tidak ada komentar:
Posting Komentar